A.
LATAR BELAKANG
Al-
Quran adalah kitab tentang tanda-tanda yang memuat sejumlah makna makna baik
yang bisa ditangkap manusia secara langsung dalam bentuk penapsiran, maupun
dalam bentuk pentakwilan. Tanda tanda yang terdapat dalam al-Quran memuat
sejumlah tanda yang berupa data empires maupun gaib. Kitab yang turun beberapa
abad yang lalu ini, bener bener membuka mata manusia untuk terus bersemangat
mendekatinya dari sudut manapun. Semakin banyak jalan untuk mendekatinya,
semakin banyak horizon yang dapat diciptakan dari kandunga ayat ayat al-Quran
tersebut. Di samping itu, kita akan menemukan cakupan makna yang sangat luas,
perbedaan ragam dan varian penafsiran pun kita temukan. Dengan demikian ketika
kita menganalisis satu ayat atau beberapa ayat, satu tema atau beberapa tema
atau beberapa tema kecil untuk membuat tema besar akan memberikan peluang yang
sangat besar.
Al-Quran
ini semakin didekati, semakin menampakkan tersendiri yang kadang member khas
bagi masing masing peneliti. Keunikan keunikan tersebut yang kemudian oleh para
Ulama menyebutnya sebagai mukjizat yang berada di luar batas kemampuan manusia.
Mengenai kemukjizatannya terdapat beberapa catatan dari sejumlah Ulama
bahwa kemukjizatan al-Quran itu ada pada
sisi kesirfahannya[1], kemudian dari sisi balaghanya, segolongan
lagi dari ke “badi’annya”, di samping itu ada lagi dari sisi berita gaibnya[2]
yang tidak mungkin bisa diterangkan oleh orang ‘ummi” [54:45], [48:27],
[30:1-3], dan ada lagi yang berpendapat bahwa letak keunggulannya ada pada sisi
hikmah yang sangat dalam dan terakhir adalah kemukjizatannya itu bahwa al-Quran
itu berbicara tentang tanda-tanda.
Dalam kritik sastra, gaya serta
keindahan bahasa al-Qur’an tidak bisa dikategorikan sebagai prosa maupun puisi,
karena bahasa al-Qur’an sesungguhnya lebih menekankan makna yang sanggup
menggugah kesadaran batin dan akal budi ketimbang sekadar ungkapan kata yang
berbunga-bunga. Di sini perlu diberi penekanan, gaya bahasa hanyalah salah satu
aspek saja, sedangkan aspek yang paling fundamental dari al-Qur’an adalah pada
kejelasan dan ketegasan maknanya, terutama yang menyangkut doktrin tauhid dan
hukum[3].
Itulah sebabnya dalam sejarah sastra Arab klasik dikenal perbedaan karakter
antara sastra Arab pra al-Qur’an dan pasca al-Qur’an. Sastra pada masa jahiliyah
kualitasnya ditentukan oleh gaya bahasanya, (al-lafzhu yahkum ‘ala al-ma’nà),
sedang pada al-Qur’an kualitasnya pada makna baru kemudian pada lafal (alma’nà
yahkum ‘ala al-lafzhi)[4]
Dalam
konteks ini, paling tidak kita akan menemukan ada beberapa model pendekatan
yang digunakan dalam mendekati atau menganalisis al-Quran. Diantaranya sebagai
berikut :
1.
Analisisis isi yakni suatu teknis analisis yang berupaya menguraikan isi
al-Quran secara obyektif dan sistematis isi yang termanifestasikan dalam satu
ayat atau bagian al-Quran lainnya. Teori ini bertujuan memberikan pengetahuan,
membuka wawasan baru, membuka fakta dan cara praktis pelaksanaanhya. Ketentuan
ini berawal dari sebuah realita bahwa data yang dihadapi berupa pernyataan
verbal[5].
2.
Analisis Semiotik[6].
Dalam hal ini pengertian jelasnya akan diulas pada pembahasan berikutnya.
Singkatnya bahwa tujuan dari analisis ini untuk mengungkap makna makna dari
sejumlah ayat ayat al-Quran yang ingin di teliti dalam hal ini ayat ayat yang
menyangkut “Asmaul Husna” misalnya. . Ilmu yang meneliti tanda – tanda, sistem–sistem tanda
dan proses suatu tanda diartikan. Tanda adalah sesuatu yang menunjukkan kepada
barang lain, yang mewakili barang lain itu. Tanda bersifat representatif. Tanda
dan hubungan dengan dengan tanda – tanda lain, dengan barang yang dilambangkan,
dan dengan orang yang memakai tanda itu. Bila ini diterapkan pada tanda–tanda
bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat tidak mempunyai arti pada dirinya
sendiri, melainkan selalu sebagai relasi antara pengemban arti (signifiant),
apa yang diartikan (signifie) bagi seorang (pembaca) yang mengenal
sistem bahasa yang mengena sistem bahasa yang bersangkutan.
Dalam
tulisan ini, penulis mencoba menganalisis rangkaian ayat yang menyangkut
istilah “Asmaul Husna” dengan menggunakan pendekatan semiotik. Karna
memang kita sadari bahwa al-Quran adalah kitab yang belum selesai dalam arti
ilmu yang ada di dalamnya tidak akan pernah habis dikupas dikarnakan keluasan
ilmu Allah di dalamnya. Pantaslah manusia tidak pernah puas selama hidupnya
mengkaji al-Quran dari sudut manapun dan mereka pun menemukan rasa kekaguman
yang luar biasa. Oleh karna itu, penulis juga berupaya mencoba menyibak tabir
al-Quran dari sisi semiotic.
B. LANDASAN TEORI
Kaitan dengan permasalahan
di atas, kita membutuhkan teori sebagai penopang dalam mengungkap makna makna
yang tercakup dalam Asmaul Husna itu sendiri. Teori yang dimaksud penulis
adalah dengan menggunakan teori Semiotik[7]
yakni untuk mengungkap makna dari teks Asmaul Husna tersebut, penulis menggunakan
teori Semiotik. Tanda adalah
sesuatu yang menunjukkan kepada barang lain, yang mewakili barang lain itu.
Tanda bersifat representatif. Tanda dan hubungan dengan
tanda–tanda lain, dengan barang yang dilambangkan, dan
dengan orang yang memakai tanda itu. Bila ini diterapkan pada tanda–tanda
bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat tidak mempunyai arti pada dirinya
sendiri, melainkan selalu sebagai relasi antara pengemban arti (signifiant),
apa yang diartikan (signifie) bagi seorang (pembaca) yang mengenal
sistem bahasa yang mengena sistem bahasa yang bersangkutan.
Asmaul Husna sebagai
wahyu Allah tentu memiliki makna hakikat yang manusia tidak bisa mengetahuinya
secara pasti, akan tetapi Allah memberi kemampuan akal pada manusia sebagai
alat untuk menganalisis semua apa yang ada di dunia ini termasuk dalam hal ini
kitab suci al-Quran. Penulis dalam hal ini tidak bermaksud mengatakan al-Quran
adalah kitab sastra, melainkan kitab rahmah sebagai petunjuk manusia ke arah
jalan yang benar. Di samping itu, al-Quran sangat terbuka dan tidak pernah
membatasi manusia untuk menalarkannya. Dengan demikian, dari sudut manapun
al-Quran ini dikaji selalu memperlihatkan kemukjizatannya tampa ada kurang satu
apapun. Dan salah satu tema terpenting dalam al-Quran tersebut adalah “Asmaul
Husna’, untuk dapat mengetahui
makna menyeluruh teks Asmaul Husna perlu dianalisis atas dasar pemahaman makna yaitu dengan
teori semiotik. Pendekatan semiotik yang akan dipakai adalah semiotik model
Michael Riffaterre, bahwa dalam memahami makna harus diawali dengan pembacaan
semiotik yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hmeneutierk.
C.
BAHASA
METAFOR DAN IKONOGRAFI TEKS SUCI
Di setiap bahasa dan tradisi agama apapun
selalu terdapat ikon-ikon dan
simbolisasi
dari realitas absolut yang kemudian dihadirkan dalam bahasa manusiawi yang popoler.
Istilah baitu-Llah, misalnya, yang di situ juga terdapat hajar aswad adalah
tipikal ungkapan ikonik yang kemudian berkembang menjadi metaforistik. Dengan
kata lain, bahasa al-Qur’an secara historis antropologis adalah bahasa manusia,
tetapi secara teologis di dalamnya terdapat kalam Ilahi yang bersifat
transhirtoris atau metahistoris[8]. Akibatnya, bahasa
metafor dalam kitab
suci al-Qur’an secara potensial bisa menimbulkan dua implikasi positif dan negatif. Segi
positifnya–sebagaimana disinggung di atas-terletak pada kemampuan bahasa
metaforis untuk mengakomodasi penafsiran dan pemahaman baru sehingga kitab suci
akan selalu hadir setiap saat tanpa kehilangan daya pikat dan panggilan
hermeneutikanya. Bahasa metafor selalu membuka pintu imajinasi dan
kemungkinan-kemungkinan baru (posibilitas), bukannya sebuah representasi dari realitas yang
telah mapan (aktualitas).
Jadi bahasa metaforis memiliki kekuatan
yang bisa mempertemukan antara ikatan emosional dan pemahaman kognitif sehingga
seseorang dimungkinkan untuk mampu melihat dan merasakan sesuatu yang berada
jauh di belakang teks. Jika pendapat Ricour di atas didekatkan pada bahasa
al-Qur’an, akan mudah ditemukan ungkapan-ungkapan ikonografis al-Qur’an yang memiliki
daya imajinasi dan mampu membangkitkan emosi pembacanya. Misalnya, bagaimana al-Qur’an menggambarkan
hari kiamat, siksa neraka, atau keindahan surga. Al-Qur’an menggambarkan ketika
suatu saat nanti bintang-gemintang saling bertabrakan yang satu menghancurkan
yang lain sehingga memunculkan suara gemuruh yang tak terperikan dan manusia
pun lari tunggang langgang ketakutan [ QS.al-Qòri’ah(101):1-5], [QS.al-Zalzalah(99):1-6],
[QS. al-Hàqqoh(69):13-18]. Lalu bagaimana siksa neraka digambarkan
bagaikan perkampungan api sementara penghuninya terkurung tidak bisa melarikan
diri [ QS. an-Naba(78):21-30], [QS. at-Tahrìm(66): 6]. Dan surga disajikan
dalam gambaran taman yang rindang beserta para bidadari yang amat menawan yang
telah menanti calon penghuni surga
[QS.
an-Naba’(78)31-37], [QS. Muhammad(47):15],
[QS. al-Baqoroh(2):25, 233]
dll.
Menurut analisa psiko-sosiolinguistik,
metafor dan bahasa ikonografik yang disajikan al-Qur’an seperti itu sangat
efektif untuk menghancurkan kesombongan masyarakat jahiliyah Arab kala itu yang
tingkat sastranya dikenal sangat tinggi. Jadi jelas dalam bahasa agama banyak
sekali ditemukan ungkapan metaforis, dimana ekspresi dijelaskan secara tidak
langsung, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa isyarat (gesture).
Walaupun terdapat perbedaan mendasar, bahasa metaforis mendekati ungkapan
simbolik dan ikonik karena ketidakmampuan narasi deskriptif untuk menjelaskan
dan menghadirkan pengalaman unik, realitas absolut, intuisi dan imajinasi yang
datang tiba-tiba[9].
Lebih dari itu bahasa metaforis juga
diyakini memiliki kekuatan yang bisa membangkitkan imajinasi kreatif untuk
membuka wilayah pemahaman baru yang batas akhirnya belum diketahui. Dengan kata
lain, bahasa metafor yang terdapat dalam kitab suci mengandung misteri dan
mitos-mitos yang setiap saat akan melahirkan nuansa, visi, imajinasi dan
jawaban konseptual yang baru dan segar kalau saja pembacanya mampu
menafsirkannya secara kreatif dan kontemplatif dengan mengaitkan pada konteks
sosial dan konteks psikologis yang baru. Inilah salah satu keunikan
al-Qur’an, ia terbuka untuk ditafsirkan dan selalu memberi peluang untuk
menghasilkan penafsiran baru. Rujukan naqliyah yang dapat mendukung keunikan
al-Qur’an ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas.
القرآن ذلول
ذو الوجوه فاحملوه على أحسن
وجوهه
“Redaksi al-Qur’an bersifat lues (dzalùl)
yang memiliki beberapa sisi pemaknaan (dzù al-wujùh). Maka maknailah
al-Qur’an dengan sisi yang paling baik.”[10]
Memahami hadis ini, Abdullah Darraz berkata, “al-Qur’an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak
mustahil jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat
lebih banyak dari apa yang anda lihat [11].”
Ungkapan senada dikemukakan Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair
kontemporer menulis bahwa: “Al-Qur’an memberikan kemungkinankemungkinan arti
yang tak terbatas. Kesan yang diberikan ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan
penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak. Dengan demikian ayat selalu terbuka
(untuk interpretasi) baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.”[12]
D.
DESKRIPSI TEKS ASMAUL
HUSNA
- Gambaran Teks Asmaul Husna
Dalam agama
Islam, Asmaa'ul Husna adalah sembilan puluh sembilan (99) asma (nama) Allah
SWT . Sejak dulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan nama-nama
ini. Sekalipun timbul perbedaan pendapat tentang jumlah nama itu, ada yang
menyebut 132, 200, bahkan 1.000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting
adalah hakikat Zat Allah SWT yang harus dipahami dan dimengerti oleh
orang-orang yang beriman. Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang
disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang
dilekatkan pada Allah harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar
kata-kata itu. Para ulama menekankan bahwa Allah adalah pencipta dan penguasa
alam yang abadi dan alam yang fana. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan
bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allah Maha Tinggi. Tapi juga Allah Maha
Dekat. Allah Maka Kuasa. Kemudian
hitungan jumlah 99 nama itu dikutif dalam hadis yang sangat masyhur yakni
hadith yang dirwayatkan oleh Abu Hurairah itu sendiri. Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam sebuah hadits[13]
انَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدَةٍ
مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ
الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ
الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ
الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ
الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ
الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ
الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ
الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ
الْمَتِينُ الْوَلِىُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى
الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ
الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ
الْبَاطِنُ الْوَالِى الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ
الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ
النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ
Penetapan
ini oleh sebagian Ulama’ telah dilakukan dalam upaya menjaga serta memberikan
pencerahan terhadap kerelijiusan seseorang dalam konteks pemuliaaan terhadap Allah swt. Hal ini dapat dilihat
dari system pengumpulan nama nama yang dikutip dari al-Quran itu sendiri,
bahkan telah dijadikan dalam bentuk syair. Dalam pada itu disamping mengenalnya
juga menghafalnya secara sungguh-sungguh, memahami maknanya
kemudian berdoa dan beribadah kepada Allah dengannya menjadi sebab
penguat iman yang paling besar. Bahkan, mengenal asma’ dan sifat Allah
merupakan dasar iman yang kepadanya keimanan akan kembali. Karenanya, apabila
seorang bertambah ma’rifahnya terhadap asma’ dan sifat Allah, niscaya imannya
bertambah dan keyakinanya kuat. Disamping itu di negeri kita Indonesia sudah
banyak beredar serta kemasan kemasan Asma’ul Husna dalam jumlah 99 nama itu
baik berbentuk buku, artikel, majalah bahkan dilampirkan dalam Mushaf Usmani
pada balik sampul.
Sebagaimana
teks teks lainnya, kata “Asmaul Husna” mengungkap tentang nama-nama
indah yang ditujukan pada Allah. Keindahan gaya bahasa yang cukup lugas tentu
membuat kita kesulitan untuk mendeteksi apa hakikat dari istilah yang disebut
dengan Asmaul Husna itu sendiri. Kemudian di samping itu apakah memang
itu saja nama nama bagi Allah atau itu hanya sebagian saja dan sebagainya. Oleh
karna itu, memahami teks tersebut tidak mungkin kita bisa memahaminya tampa
harus membaca keseluruhan teks yang memuat tentang istilah itu.
Asmaaulhusna secara
harfiah ialah nama-nama Allah yang baik dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya.
Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu
dalam kebesaran dan kehebatan Allah, sebagai pencipta dan pemelihara alam
semesta beserta segala isinya. Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah
konsistensi dengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini, umat Muslim tidak akan
mudah menulis "Allah adalah ...", karena tidak ada satu hal
pun yang dapat disetarakan dengan Allah. Persinggungan dengan Asmaul Husna ini
dapat kita amati dalam beberapa ayat misalnya:
¬!ur âä!$oÿôF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# çnqãã÷$$sù $pkÍ5 ( (#râsur tûïÏ%©!$# crßÅsù=ã þÎû ¾ÏmÍ´¯»yJór& 4 tb÷rtôfãy $tB (#qçR%x. tbqè=yJ÷èt ÇÊÑÉÈ
180. hanya milik Allah asmaa-ul husna[14],
Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan. [QS.7:180]
È@è% (#qãã÷$# ©!$# Írr& (#qãã÷$# z`»uH÷q§9$# ( $wr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 wur öygøgrB y7Ï?x|ÁÎ/ wur ôMÏù$séB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºs WxÎ6y ÇÊÊÉÈ
110. Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman.
dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama
yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu"
[QS.al-Isra’(17):110]
ª!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# ÇÑÈ
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang
baik)” [QS.Thaha (20):8]
uqèd ª!$# ß,Î=»yø9$# äÍ$t7ø9$# âÈhq|ÁßJø9$# ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡ßsø9$# 4 ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âÍyèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇËÍÈ
24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang
membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di
langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [QS.al-Hasyr (59):24]
Keempat ayat ini menjelaskan bahwa Allah memiliki nama
nama yang sangat indah yang sebagian nama nama indah itu terincikan dalam
hadits Rasulullah saw sebanyak 99. Akan tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan
pendapat dikarnakan ada penemuan baru yang dialami masing masing ulama. Hal ini
juga yang ditegaskan ibn Taimiyah mengatakna bahwa :“Para ulama
ahli hadits sepakat bahwasanya ta’yin/penentuan satu persatu nama-nama Allah Azza
wa Jalla bukanlah hadits dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam”[15]. Dengan demikian nama nama Allah itu
sebenarnya banyak sebagaiman yang dijelaskan Abu Wafa’ Muhammad Darwis.
Serangkaian
nama nama yang sangat indah bagi Allah ini, pada
hakikatnya manusia belum bisa mengetahui makna yang sebenar-benarnya. Kalaupun
ada hanya masih bersipat interpretasi selurus dengan pendekatan yang digunakan.
Dalam teks Asmaul Husna ini mengungkap nama nama
dan sipat sipat yang dimiliki Allah erat kaitannya dengan sipat yang dimiliki
manusia. Di dalamnya memuat sejumlah prilaku prilaku yang harus diteladani oleh
agar menjadi Ibadurrahman atau insanul kamil. Begitulah
yang diterangkan para ulama semisal Ibnu Baththol rahimahullah berkata :
“Cara beramal dengan kandungan asma’ul husna adalah dengan meneladani
kandungan nama-nama Allah U yang boleh/bisa untuk diteladani semisal Ar Rohiim
[Yang Maha Penyayang], Al Kariim [Yang Maha Dermawan]. Maka hendaklah seorang
hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari shifat-shifat Allah Jalla
wa ‘Ala yang semacam itu akan tetapi tentu dengan kandungan yang layak bagi
hamba.
Dan kalau ditinjau dari segi
bahsanya, teks Asmaul Husna ini sangat halus dan menyentuh, sehingga para
ulama’ sufi menjadikannya sebagai pendekatan yang sangat praktis dalam konteks
mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian para Ulama pun
menulisnya dalam bentuk syair sehingga kalau didengar begitu indah dan
menyentuh hati.
Singkatnya bahwa jumhur Ulama’
menjelaskan bahwa pada “Asmaul Husna” ini memuat tentang nama nama indah serta
sipat sipat bagi Allah yang harus diteladani manusia dalam rangka mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian, Allah sendiri sebagaiman
ditegaskan dalam ayat yang lalu memerintahkan secara langsung agar manusia
berdoa denagn kalimat itu. Dan sebelum kita analisis lebih jauh, seruan Allah
itu langsung menggunakan kalimat perintah dengan struktur ‘amr” sebagaiman yang
tercantum dalam surat ke-7 ayat 180.
- Deskripsi Teks Asmaul Husna
Sebelum
kami mendeskripsikan lebih jauh mengenai “Asmaul husna”, alangkah baiknya kami
merincikan lebih detail berdasarkan pengamatan penulis. Deskripsi ini hanya
sebatas perincian saja dalam rangka lebih mudah mengetahui bagaimana sebenarnya
teks Asmaul Husna itu sendiri. Dis samping itu, pendeskripsian ini
bersipat pilihan saja dalam arti bahwa mungkin ada pendeskripsian yang lebih
detail mengenai teks ini seiring dengan pendekatan yang digunakan para penulis.
Untuk itu hal ini tidak menjadi harga mati, melainkan terbuka luas dengan
pendeskripsian lainnya. Dan tujuan ini hanya untuk memudahkan penulis sebelum menganalisis
lebih jauh.
Adapun
deskripsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Judul : Asmaul Husna
Rujukan : al-Quran
& Hadits
Jenis mushaf al-Quran : Mushaf
Utsmani
Jenis kitab Hadits :
Jamiusshohih, musnad dan Mukhtashar
Jumlah Asmaul Husna : 99 Nama
Jumlah Ayat Asmaul Husna dalam
al-Quran : 4 Surat [7:180, 17:110,
20:8, 59:24]
Jumlah Hadits Asmaul Husna :
Jenis teks : Ayat dan Hadits
Aksara : Arab
Bahasa : Arab al-Quran
Teks awal : الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ
Teks tengah : الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ
Teks akhir : الاحد
الصَّمَدُ الْقَادِرُ
Istilah Asmaul
Husna[16]
adalah istilah yang memang sudah digunakan dalam al-Quran sendiri, yang
kemudian diperkuat dan dipertegas oleh Nabi dan generasi sahabat. Istilah ini
terdiri dari dua kalimat yakni kata Asma’ dan Husna. Didahulukannya
kata (لله) lillah pada firman-Nya(ولله الأسماء
الحسني)wa lillah
al-asma al-husna menunjukkan bahwa nama-nama indah itu hanya milik Allah
semata.
Penyifatan nama-nama Allah dengan
kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan
saja, tetapi juga yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya, yang dapat
disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi tidak baik untuk-Nya.
Sifat Pengasih–misalnya–adalah baik. Ia dapat disandang oleh makhluk/manusia,
tetapi karena asma al-husna (nama-nama yang terbaik) hanya milik Allah, maka
pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk, baik dalam kapasitas
kasih maupun substansinya. Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang
baik disandang oleh manusia, namun sifat ini tidak wajar disandang Allah,
karena keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani dan
mental, sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbeda dengan
sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Contoh lain adalah anak cucu.
Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat
kesempurnaan manusia ini, tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan
adanya unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, di samping menunnjukkan
kebutuhan, sedang hal tersebut mustahil bagi-Nya[17].
Jumlah dari Asmaul Husna itu sendiri
adalah 99, dan inilah yang terkenal sekaligus menjadi pegangan penulis,
walaupun penulis sadari terdapat perbedaan pendapat. Inilah isyarat dari hadits
Nabi :
إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً
إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّ
“Sesungguhnya Allah memiliki
Sembilan puluh Sembilan nama seratus kurang satu – siapa yang ahshaba
(mengetahui/menghitung.memeliharanya) maka dia masuk ke surga. Allah ganjil
(esa) senang pada yang ganjil” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmdizi, Ibnu Majah, Ahmad
dan lain-lain).
Intinya bahwa ayat-ayat serta hadits
hadits yang memuat tentang hal ini, mengajak manusia berdoa/menyeru-Nya dengan
sifat-nama-nama yang terbaik itu. Salah satu makna perintah ini adalah ajakan
untuk menyesuikan kandungan permohonan dengan sifat yang disandang Allah.
Sehingga, jika seseorang memohon rezeki, ia menyeri Allah dengan sifat ar-Razzaq
(Maha Pemberi rezeki) misalnya dengan berkata: “Wahai Allah Yang Maha Pemberi
rezeki anugerahilah kami rezeki”, jika ampunan yang dimohonkan, maka sifat Ghafir
(pengampunan) yang ditonjolkan,”Wahai Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah
dosa-dosa saya”demikian seterusnya.
- Isi teks Asmaul Husna
Mengenai teks
Asmaul Husna, sebagaimana yang disinggung pada hadits lalu jumlahnya adalah 99.
Dan di bawah ini kami uaraika berikut artinya sesuai dengan apa yang tercantum
dalam beberapa hadits.
الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ
السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ
الْخَالِقُ
الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ
الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِض
الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ
الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ
الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ
الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ
الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ
الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ
الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ
الاحد
الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ
الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى
الْمُتَعَالِى
الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ
ذُوالْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ
الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ
الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ
E.
APLIKASI
ANALISIS SEMIOTIK
- Pengertian
Semiotika adalah ilmu tanda; istilah
tersebut berasal dari kata Yunani
semeion yang berarti
“tanda”. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda dan proses yang berlaku
bagi penggunaan tanda[18].
Lebih jelasnya sebagaiman yang diungkapkan Prof. Dr.
Kailani bahwa semiotic adalah ilmu tentang tanda yakni metodol analisis untuk
mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah alat yang kita pakai dalam mengkaji tanda
dalam upaya mencari jalan di dunia ini di tengah tengah manusia dan bersama
sama dengan manusia[19].
Tanda
terdapat di mana-mana: kata
adalah
tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur
karya sastra, struktur film, bangunan, atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai
tanda. Ahli filsafat Amerika, Charles Sanders Pierce (1834-1914), menegaskan
bahwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana tanda. Sudah pasti bahwa tanpa
tanda kita tidak dapat berkomunikasi[20].
Bahasa merupakan sistem tanda
sebagaimana Prof. Dr. Kailan tegaskan bahwa menurut Saussure (1857-1913) bahasa
sebagai sistem tanda bercirikan adanya hubungan erta antara: signifikan,
signifie, form, substance[21].
Ia menambahakan bahwa sistem tanda yang disebut bahasa itu hanyalah satu
di antara
sekian banyak sistem tanda yang ada. Di dalam satu kalimat ia melancarkan
gagasan bahwa pada suatu ketika harus ada satu teori tentang tanda yang
mencakup semua sistem itu, dan ia mengusulkan menyebut teori itu “semiologi.”Kata
“semiologi” di samping kata “semiotika”, sampai sekarang masih
dipakai. Kedua istilah ini mengandung pengertian yang persis sama, walaupun
penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan
pemikiran pemakainya: mereka yang bergabung dengan Pierce menggunakan kata “Semiotika”,
dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata “semiologi”. Tetapi
yang terakhir, kalau dibanding dengan yang pertama, semakin jarang dipakai.
- Semiotik dan Agama
Bila semiotika dirumuskan sebagai ilmu
tanda (signifikasi) pada
prinsipnya
agama merupakan bidang subur bagi analisis semiotik. Tanda memainkan peran penting
dalam agama dan itu dengan berbagai cara yang perlu dibedakan. Pertama,
dalam agama Islam misalnya banyak dikenal- dunia ciptaan dengan berbagai
aspeknya sering digambarkan sebagai tanda Allah (Àyàtullàh), lebih tepat
tanda kemahakuasaan atau kemahaesaan Allah. Kedua, kitab-kitab
wahyu yang menjadi salah satu dasar
kebanyakan
agama, dapat dianggap sebagai himpunan-himpunan tanda yang menunjukkan arti
tertentu yang perlu digali dalam proses penafsiran. Anggapan itu, dengan aneka ragam
versinya, sudah ada sejak lama dan tidak baru lahir dengan ilmu semiotika
mutakhir. Pada prinsipnya, bukan hanya teks tertulis yang dapat dianggap sebagai
himpunan tanda dalam arti tersebut, melainkan juga ritus, prilaku sosial, ataupun
seni yang memiliki kaitan dengan agama. Ketiga, teks-teks wahyu pada umumnya
dianggap sebagai himpunan tanda yang menyampaikan pesan atau amanat Ilahi.
Keempat, juga pembicaraan mengenai agama dapat -antara lain dianalisis sebagai himpunan tanda.
Menyambung dari pembahsan di atas, dalam
agama kita tanda dan signifikasi memainkan peran penting. Kata àyah (ayat)[22]
terdapat ratusan kali dalam al-Qur’an. Arti dasarnya adalah “tanda”, misalnya: “Sanurihìm
àyàtinà fì al-àfàq wa fi anfusihim hattà yatabayyana lahum annahu al-haq”
[QS.Fushshilat (Hà-mìm Sajadah): 53]. Kami akan memperlihatkan
kepada mereka tanda-tanda Kami dalam cakrawala-cakrawala (wilayah bumi yang
luas/di segala penjuru bumi) dan dalam jiwa mereka sendiri hingga jelas bagi
mereka bahwa itu–wahyu yang disampaikan Nabi Muhammad- adalah benar. Kitab suci
apabila diteliti dengan seksama adalah hasil dari dialog yang mengalami simbolisasi
atas bahasa antar manusia dengan Tuhannya. Karena itu bentuk bahasanya adalah
bahasa lokal (setempat) pendengarnya. Sebab tugas kitab suci adalah
merespon problem dan memecahkan persoalan yang berkembang di
masyarakat masa itu. Apa pun bahasanya, kitab suci tetaplah mengharuskan bahasa
sebagai metoda dan cara untuk menunjukkan bahwa ia adalah bukti otentik dialog
saat itu yang dapat diselidiki, dipelajari dan diuji kebenarannya. Ini berlaku untuk
semua kitab suci, baik yang berasal dari agama samàwi maupun
agama ardhi.
- Langkah-langkah Aplikasi
Menurut ahli semiolog, pembacalah yang bertugas untuk memberikan makna
tanda-tanda yang terdapat pada karya sastra. Tanda-tanda itu akan memiliki makna
setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya. Sesungguhnya dalam
pikiran pembacalah transfer semiotik dari tanda ke tanda terjadi.
Kaitannya dengan tema yang diangkat, dan untuk mendapatkan makna secara semiotik, pertama kali
dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik
yakni sebagai berikut :
a)
Pembacaan Heuristik Asmaul Husna
Yang dimaksud dengan pembacaan heuristik
dalm hal ini adalah pembacaan yang dilakukan berdasarkan struktur kebahasaanya
atau secara semiotik yaitu berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat
pertama. Pembacaan ini dimaksudkan untuk memahami makna secara linguistik yang
menangkap arti sesuai dengan teks yang ada dan diartikan dengan teks yang
sesuai dengan teks. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa pembacaan heuristik adalah pembacaan yang
didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik (tiruan alam) dan
membangun serangkaian arti yang heterogen atau tak gramatikal. Hal ini dapat
terjadi karena kajian didasarkan pada pemahaman arti kebahasaan yang bersifat
lugas atau berdasarkan arti denotatif dari suatu bahasa[23].
Dan sebelum kami memulai dengan langkah
pembacaan, dan mengingat teks “Asmaul husna” cukup panjang mencapai 99
kata yang kalau dirincikan satu persatu tanpak terlalu panjang, untuk itu
penulis membagi teks tersebut dalam tiga bagian meliputi teks awal, teks tengah
dan teks akhir persefsi penulis sendiri. Dan masing-masing teks erinci dalam tiga
bagian kecil, kemudian penulis akan menjelaskan maknanya menjadi satu rangkai
makna dari jumlah teks dalam satu bagian. Berikut bagian teks yang dimaksud :
1) Teks
Awal
[a]. الرَّحْمَنُ
الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ
الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ
Artinya
:
“Alllahl
Yang Maha Pemurah, Yang Maha Mengasihi, Yang Maha Suci, Yang Maha Selamat
Sejahtera, Yang Maha Melimpahkan Keamanan, Yang Maha Pengawal Serta Pengawas,
Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Menundukkan Segalanya, Yang Maha Melengkapi
Segala Kebesaran-Nya, Yang Maha Pencipta”
[b]. الْبَارِئُ
الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ
الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِض
Artinya
:
“Dia lah
Allah Yang Maha Menjadikan, Yang Maha Pembentuk, Yang Maha Pengampun, Yang Maha
Perkasa, Yang Maha Penganugerah, Yang Maha Pemberi Rezeki, Yang Maha Pembuka,
Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Pengekang, Yang Maha Melimpah Nikmat, Yang Maha
Perendah / Pengurang”
[c]. الرَّافِعُ
الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ
الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ
Artinya
:
“Dia lah
Allah Yang Maha Peninggi, Yang Maha Menghormati / Memuliakan, Yang Maha
Menghina, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Maha Mengadili, Yang
Maha Adil, Yang Maha Lembut serta Halus, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha
Penyabar, Yang Maha Agung”.
2) Teks
Tengah
[a]. الْغَفُورُ
الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ
الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ
Artinya
:
“Dia lah
Allah Yang Maha
Pengampun, Yang Maha Bersyukur, Yang Maha Tinggi serta Mulia, Yang Maha Besar,
Yang Maha Memelihara, Yang Maha Menjaga Yang Maha Penghitung, Yang Maha Besar
serta Mulia, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Waspada, Yang Maha Pengkabul”.
[b]. الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ
الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ
الْوَلِىُّ
Artinya
:
“Dialah
Allah Yang Maha Luas,
Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Penyayang, Yang Maha Mulia, Yang Maha
Membangkitkan Semula, Yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Benar, Yang Maha
Pentadbir, Yang Maha Kuat, Yang Maha Teguh, Yang Maha Melindungi”
[c]. الْحَمِيدُ
الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ
الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ
Artinya :
“Dialah
Allah Yang Maha
Terpuji, Yang Maha Penghitung, Yang Maha Pencipta dari Asal, Yang Maha
Mengembali dan Memulihkan, Yang Maha Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang
Senantiasa Hidup, Yang Hidup serta Berdiri Sendiri, Yang Maha Penemu, Yang Maha
Mulia, Yang Maha Esa”.
3) Teks
Akhir
[a]. الاحد
الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ
الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى
Artinya :
“Dialah
Allah Yang
Tunggal, Yang Menjadi Tumpuan, Yang Maha Berupaya, Yang Maha Berkuasa, Yang
Maha Menyegera, Yang Maha Penangguh, Yang Pertama, Yang Akhir, Yang Zahir, Yang
Batin, Yang Wali / Yang Memerintah”.
[b].
الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ
الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ
وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ
Artinya :
“Dialah
Allah Yang Maha
Tinggi serta Mulia, Yang banyak membuat kebajikan, Yang Menerima Taubat, Yang
Menghukum Yang Bersalah, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Pengasih serta
Penyayang, Pemilik Kedaulatan Yang Kekal, Yang Mempunyai Kebesaran dan
Kemuliaan, Yang Maha Saksama, Yang Maha Pengumpul, Yang Maha Kaya Dan Lengkap”.
[c]. الْمُغْنِى
الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى
الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ
Artinya
:
“Dialah
Allah Yang Maha
Mengkayakan dan Memakmurkan, Yang Maha Pencegah, Yang Mendatangkan Mudharat,
Yang Memberi Manfaat, Cahaya, Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk, Yang Maha Pencipta
Yang Tiada BandinganNya, Maha Kekal, Yang Maha Mewarisi, Yang Memimpin Kepada
Kebenaran, Yang Maha Penyabar / Sabar”.
Teks yang sudah
dijelaskan di atas merupakan hasil pembacaan heuristik dari pembacaan sistem
bahasa normatif dimana teks dibaca secara wajar (apa adanya). Dengan demikian
dalam pemberian arti dari teks tersebut berdasarkan konvensi bahasa sebagai
sistem semiotik tingkat pertama, sehingga dapat memberikan makna.
b)
Pembacaan Hermeutik Asmaul Husna
Sebagaiman yang diungkapkan Prof. Dr. Kailani
dalam Filsafat Bahasanya, bahwa :
“tugas hermeneutik sangat berat, sebab interpreter
harus membaca ‘dari dalam’ teks tanpa masuk atau menempatkan diri dalam teks
tersebut dan cara pemahamannyapun tidak dapat lepas dari kerangka kebudayaan
dan sejarahnya sendiri. Dengan demikian agar dapat berhasil, distansi yang
asing harus dihilangkan harus dapat mengatasi situasi dikotomis serta harus
dapart memecahkan pertentangan tajam antar aspek aspek subjektif dan objektif”[24]
Pembacaan
hermeneutik ini merupakan pembacaan tingkat kedua untuk
menginterpretasikan makna secara utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca harus lebih
memahami apa yang sudah dia baca untuk kemudian memidifikasi pemahamannya
tentang hal itu. Pembacaan ini bermuara pada ditemukannya satuan makna teks secara utuh dan terpadu[25].
Atau bisa juga disebut sebagai makna konotasi berdasarkan konvensi sitem
semiotik tingkat kedua. Disamping itu pembaca harus meninjau kembali dan membandingkan hal-hal yang telah
dibacanya pada tahap pembacaan heuristik. Dengan cara demikian, pembaca dapat
memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman yang terjadi dalam pembacaan
hermeneutik[26].
Pembacaan
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Teks Awal
[a].
Bait Pertama
Asma
Allah ini dimulai dengan ar-Rahman karna Dia “Alllahl Yang Maha Pemurah”,telah
memberikan segala fasilitas hidup di dunia ini baik berupa akal fikiran harta
benda tahta serta janji pasti-Nya masuk surga Allah swt. Dan kasih sayang yang
berupa rohman ini diberikan kepada seluruh makhluknya dari semua jenis yang ada
termasuk benda mati. Kemudian Allah memberi tambahan yang tidak dapat dimiliki
orang yang tidak beriman, yakni kasih sayang Rahim sebagaimana pernyataan-Nya “Yang
Maha Mengasihi”,kasih sayang Rahim ini hany diberikan pad aorang
mukmin. Oleh karna itu manusia dilarang mensekutukan-Nya dengan apapun karna
Dia “ Yang Maha Suci’. Dari dua kasih sayang-nya itu manusai
dapat hidup betdampingan secaraaa harmonis, dan mereka tidak perlu kahwatir
karna Dialah “Yang Maha Selamat Sejahtera”, dari segala
bentuk gangguan dan cercaan antar sesama manusia. Sebelum manusia menjalankan
kehidupannya Allah telah menjaminnya dengan rasa aman karna Dialah satu-satuny
“Yang Maha Melimpahkan Keamanan”, dari gangguan yang diberikan pada
orang yang lemah, miskin serta yang hina sekalipun. Bagi siapa saja yang merasa
kahwatir denagn cengkaraman serta gangguan manusai atau makhluk lainya, manusia
diingatkan bahwa Allah ‘Yang Maha Pengawal Serta Pengawas”, sehingga
mereka tetep terkontrol secara teratur dan mereka tidak bisa berbuat curang.
Siapa lagi yang berkuasa selain Dia “Yang Maha Berkuasa”,
terlebih lagi Dia “Yang Maha Menundukkan Segalanya”, bisa
saja bumi diputar, langit dirobek, laut di tiup dan seluruh ruang angkasa ini
bila manusia tidak bisa memperbaiki dirinya. Oleh karna itu manusia dianjurkan
untuk berdoa dengan Asmaul Husna ini agar segala hajtnya terkabulkan, begitulah
cara Allah “Yang Maha Melengkapi Segala Kebesaran-Nya”, dan “Yang
Maha Pencipta”
[b].
Bait Kedua
Mnusia
diingatkan lagi denga dengan pernyataan-nya bahwa Dia “Dia lah Allah Yang
Maha Menjadikan”, serta “Yang Maha Pembentuk”, membuat
segala makhluk beraneka ragam dan sangat menakjubkan bila dipandang. Dan kalau
terjadi percekdokan diantarany, maka Allah selalu memaafkanny karna Dia “Yang
Maha Pengampun”, serta “Yang Maha Perkasa” sehingga
manusia tidak dapat menyombongkan dirinya lagi sebagaimana yang dilakukan oleh
orang yang sombong. Akan tetapi walau demikian Allah tetap memeperhatikan
manusia serta memberi apa yang ia mau karna Ia “ Yang Maha Penganugerah’,dan
“ Yang Maha Pemberi Rezeki, dalam segala bentuk karunia yang
dirasakan manusia itu sendiri. Ketika manusia dirunduk kesulitan maka manusai
disuruh meminta karna Dia “Yang
Maha Pembuka”, memberi solusi serta jalan keluar dari kesulitan yang
dihadapi manusia. Karna Ia “Yang Maha Mengetahui”,segala
bentu kebutuhan serta keperluan manusia. Nmaun juga Dia “Yang Maha
Pengekang’, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dengan demikian, Allah
tidak henti-hentinya menyuruh Hamba-Nya agar selalu memohon pada-Nya karna Dia “Yang
Maha Melimpah Nikmat’, dari aneka ragam nikmat yang ada. Seta
manusia diingatkan agar jangan melampau batas karan bisa saja Allah
merendahkannya karna Dia ‘Yang Maha Perendah / Pengurang”
[c]. Bait Ketiga
Disamping
Allah Maha merendahkan derajat manusia, tapi ingatlah Dia “Yang Maha
Meninggikan” mengangkat martabat seseorang yang dikehendaki-nya. Itulah
kekausaan Allah Dia bisa saja mengangkat derajat sesorang menjadi tinggi, namun
seketika bisa saj merendahkan saat itu juga karna Dialah “Yang Maha
Memuliakan” juga “Yang Maha Merendahkan’ bahkan
menghinakan sesorang. Ingatlah, segala bentuk aktifitas manusia di muka bumi
ini Allah mengetahui-Nya karna Dia “Yang Maha Mendengar”, tidak luput
pendengaran-nya. Walaupun manusia bersembunyi di bali tabir sesempit apapun.
Dan seandainya manusai bersembunyi ditempat yang sangat gelap bahkan dililipi
peti yang terkonci mati, ingatlah Dia “Yang Maha melihat” serta
Allah mengingatkan manusia agar berhati hati terhadap perbuatannya karna Dia
“Yang Maha Mengadili” dari apa yang telah dikerjakan. Oleh karna
itu, manusia haru bisa hidup berdampingan antar sesamanya, seperti lemah
lembut, karana Dia “Yang Maha Lembut’ serta “Yang Maha
Mengetahui” segala prilaku manusia. Disamping itu manusia juga disuruh
bersabar terhadap pa yang ditimpakannya karna Dia “Yang Maha Penyabar”
sebagai salah satu akhlak yang harus ditiru manusai, dan berdoalah dengan
Asmaul Husna dengan mengagungkan-Nya karna Dia “Yang maha Agung”
2) Teks Tengah
[a]. Bait
Pertama
Allah selalu memeberi kesempatan bagi manusia
bagi siap saja yang selalu meminta ampun pada-nya karna Dia ““Dia lah Allah Yang Maha
Pengampun”, Serta manusai dianjurkan untuk
selalu bersyukur karna Allah juga ahli syukur apa lagi kita sebagai mana dalam
pernyataanya Dialah “Yang Maha Bersyukur”. Dan manusia dianjurkan untuk
terus berjuang dalam kebaikan karna Dia “Yang Maha Tinggi serta Mulia”,bisa
meninggikan martabat manusia bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Apalagi
manusia mau berlaku sombong, tentu tidak masuk akal karna Allah “Yang
Maha Besar”, dari apa yang dibanggakan manusia. Oleh karna itulah
manusia terus ditekankan agar selalu berlindung serta berdoa dengan Asmaul
Husna sehingga manusia mendapat pemeliharaan Allah karna Dia “Yang Maha
Memelihara”, dari hal hal yang menyengsarakan manusia“Yang Maha
Menjaga Yang Maha Penghitung”, “Yang Maha Besar serta Mulia”, “Yang Maha
Pemurah”, Yang Maha Waspada, Yang Maha Pengkabul”.
[b]. Bait kedua
Pada
bait ini, manusia diingatkan agar manusia tidak terlalau bersempit hati apalagi
berputus asa dari kehidupan yang ia jalani, untuk itu Allah mengingatkannya
agar ia ketahui bahwa Allah “Dialah Allah Yang Maha
Luas”, rahmat-nya dengan demikian manusia
bisa meminta kapanpun dan dimanapun ia berada. Allah itu selalu adil karna “Yang
Maha Bijaksana”, memberikan permintaan hamba-Nya, Ia tahu apa
yang diminta hamba-nya dan Ia tidak pernah luput dari janji-Nya. Ketahui;ah
bahwa Allah itu sangat cinta dan perhatian pada makhluknya karna Dialah “Yang
Maha Penyayang”,memberikan kemuliaan kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya karna Dia “Yang Maha Mulia”. Kali
lain manusia diingatkan pula bahwa Dia “Yang Maha Membangkitkan Semula”
akan membangkitkan orang mati dari kuburnya serta meberi kehidupan yang
baru lagi pada hari akhirat nanti. Dan Dia “Yang Maha Menyaksikan”,mengetahui
mana mana hamba yang nasibnya baik dan buruk serta mengetahui orang orang yang
bener bener baik selam hidup di dunia. Ketika manusia mengelak Allah
membantahnya nbahwa Allah tahu apa yang mereka perbuat di dunia, sehingga argumennya
ditolak dan Allahlah yang benar karana Dialah “Yang Maha Benar”,
serta “Yang Maha Pentadbir”. Manusia pun tidak bisa berbuat
apa-apa karna ia takut pada-Nya karna Dialah “Yang Maha Kuat, Yang Maha
Teguh, dan “Yang Maha Melindungi”. Oleh karna itu manusia
dienjurkan untuk terus menerus berdoa dengan Asmaul Husna
[c]. Bait Ketiga
Dialah Allah Yang
Maha Terpuji, Patut dipuja dan dipuji. Segala puja dan puji adalah
Milik-Nya jua. Dengan Ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, Dia menghitung dan
memelihara segala ada, baik yang besar maupun yang kecil sekali pun, hingga
tiada suatu pun yang luput dari Perhitungan dan Pemeliharaan-Nya. Karna Dia “Yang
Maha Penghitung”, dengan demikian manusia dapat menyadari bahwa Dialah “Yang
Maha Pencipta dari Asal”, Yang menjadikan segala sesuatu dari tiada.
Segala apa yang diambil oleh Tuhan dapat dikembalikan-Nya. Karna Dialah “Yang
Maha Mengembali dan Memulihkan”. Manusia pun tidak bisa mengelak
bahwa kematian itu hal yang pasti danm tidak bisa dihindari oleh seorang pun
karana Dialah “Yang Maha Menghidupkan”, dan “Yang Mematikan”,
bagi hamba yanag telah ditentukan ajalnya. Namun ketahuilah Allah tidak pernah
mati dan tidak akan mati serta mustahil akli mati karna Dia “ Yang
Senantiasa Hidup, Yang Hidup serta Berdiri Sendiri”, tidak
membutuhkan bantuan siapapun untuk mengurus alam ini. Yang Maha Kaya dengan
Penemuan dan dapat melaksanakan segala sesuatu yang dikehendaki. Ia memberi
bentuk badani kepada segala sesuatu yang terdapat di dunia ini. Karna Dia “Yang
Maha Penemu,” . Dengan demikian, manusia dianjurkan untuk berdoa
karna Dialah “Yang Maha Mulia”, Yang Mempunyai Kemuliaan dan Maha
Tinggi dari segala Kekurangan. Satu-satunya Ada yang patut diagungkan. Dan pada
akhir bait ini Allah menegaskan kepada manusia bahwa Yang Maha Esa. Yang Maha
Tunggal, tanpa salinan, (maksudnya tidak ditinjau dari sudut urutan angka
matematika, tetapi sebagai "Ia Yang tidak diserupai oleh sesama satu pun.
Karna Dialah “Yang Maha Esa”.
3) Teks Akhir
[a]. Bait Pertama
Kalau pada akhir bait
ketiga dari bagian dua di atas Allah menkankan agar manusia tidak bisa menduga
kalau kalimat ahad itu satu yang berarrti ada yang dua, tidak, akan tetapi
tuggal dan tidak ada yang lainnya. Maka di sisni yang menjadi
tujuan segala makhluk dan tempat meminta sesuatu yang menjadi kebutuhan mereka.
Atau Segenap Makhluk menyeru-Nya dalam kekurangan, dan Dia, yang bebas dari
segala kebutuhan, menyediakan kebutuhan mereka
karna Dialah “Dialah Allah Yang Tunggal”, dan Dialah
“Yang Menjadi Tumpuan,” manusia dalam segala hal baik suka dan duka
agar dikembalikan kepada Allah dan selallu berdoa dengan Asmaul Husna-nya. Bila
manusia tidak sanggup, maka Dialah “Yang Maha Berupaya”, Yang
sanggup melaksanakan semua hal yang dikehendaki. Tuhan Maha Kuasa. (Sezarah
dari segala Sifat Nama ini terwujud pada laut lepas, ilmu Ilahi, dan bidang
keuangan.) dan Dialah “Yang Maha Berkuasa”, Satu hal yang manusia
perlu ketahui bahwa Allah bisa saja mempercepat dengan izizn-Nya pada
satu perkara dengan perkara yang lain, karna Dialah “Yang Maha Menyegera”
dan sebaliknya bisa saja diperlambat dengan izin-nya karna Dia “Yang Maha
Penangguh” Oleh karna itu Allah tidak henti hentinya mengaskan kepada
manusia bahwa tidak ada sesuatu pun yang mendahului wujudnya Tuhan selain Dia
sendiri karna Dia “ Yang Pertama”, juga tidak ada yang
berakhir selaindiriny sendiri karna Dialha “Yang Akhir”. Kedua
istilah ini Allah menegaskan kepada manusia agar mengetahui bahwa Dialah yang
pertama dan Dialah yang akhir, dengan demikian manusia tetp dianjurkan untuk
mepergunakan asmaul Husna ini disetiap doanya agar apa yang dihajatkan cepet
tercapai. Disamping itu Allah menegaskan bahwa Dialah “Yang Zahir”
Yang Lahir-Yang dapat dilihat kekuasaan-Nya. Segala sesuatu yang ada di luar. Dan
Dialah “Yang Batin”, serta
Dialah “Yang Wali / Yang Memerintah”. Dengan
demikian manusia dituntut untuk berdoa dengan Asmaul Husna ini dimanapun
berada.
[b].
Bait Kedua
Sekali
lagi di sini Allah telah menegaskan kepada hamba-Nya bahwa Dialah “Yang Maha
Tinggi serta Mulia” dengan demikia, tiada lagi jalan
manusia untuk menyombongkan dirinya, da memang Allahlah yang paling
brerhak untuk itu. Dan ketahuilah bahwa segala apa yang ada dari manusia baik dalam bentuk baik maupun buruk semua datangnya dari Allah. Dengan demikian
manusia selalu dituntut untuk selallu berbuat kebajikan dalam keadaan apapun
dan dimanapun. Saling tolong menolong, memaafkan dall. Ingatlah Dialaha “Yang banyak
membuat kebajikan” yang selalu menebarkan kebaikan pada hamba-Nya. Dan bila
hamba-Nya berbuat salah maka Allah selalu terbuka ampunana-Nya serta terbuka
jalan taubat-Nya dan Ia menerima segala taubat manusia karna Dialah “Yang
Menerima Taubat” Akan tetapi Dialah juga yang selalu
memperhitungkan segala prilaku manusia dengan demikian bila manusia terus berbuat
jahat maka Dialah “Yang Menghukum Yang Bersalah”, namun bila manusia
meminta maaf dan ampun , maka Dialaha “Yang Maha Pengampun”, dan
ingatlah Dialah “Yang Maha Pengasih serta Penyayang”. Manusia diberikan
akal untuk mengelola alam semesta , memberikan kemampuan untuk menjadi pemipin
serta di dunia, namun semua itu akan musnah karna Dialah “ Pemilik
Kedaulatan Yang Kekal”. Oleh karna itu di sini manusia terus dituntut
untuk selalu berdoa dengan Asma’-Nya karna Dialah “Yang Mempunyai
Kebesaran dan Kemuliaan”,serta “Yang Maha Saksama, Yang
Maha Pengumpul” dan “Yang Maha Kaya Dan Lengkap”.
[c].
Bait ke Tiga
“Dialah
Allah Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan” kelebihan
membaca kalimat ini adalah, diantaranya Orang yang berdzikir dengan Asma Allah
ini sebanyak 1.000 kali tiap hari, niscaya Allah akan menjadikannya kaya –
raya. Barang siapa yang membaca salawat 11 kali sebelum dan sesudah membaca
Asma Allah ini sebanyak 1.111 kali, ia akan dikaruniai kekayaan ruhani dan
materi. Membacanya hendaknya dilakukan setelah sholat fajar atau sholat isya.
Tetapi Surat Muzzammil juga harus dibaca bersama Asma Allah ini. Kemudian Allah menegaskan bahwa Dialah “Yang Maha
Pencegah” Barang siapa memperbanyak dzikir dengan Asma Allah ini, niscaya segala
permintaannya akan dikabulkan oleh Allah dan ditolak-Nya kejahatan darinya.
Membaca Asma Allah ini sebanyak 161 kali pada pagi dan sore hari membantu
menghilangkan penyakit dan rasa takut. Jika
sepasang suami istri merasa kehilangan rasa cinta diantara mereka, membaca Asma
Allah ini secara perlahan ditempat tidur akan menghidupkan kembali cinta di
antara keduanya. Kemudian
Allah menyebutkan bahwa Dialah “Yang Mendatangkan Mudharat” Barang
siapa yang membaca Asma Allah ini 100 kali pada malam jumat, ia akan
diselamatkan bencana jasmani dan ruhani. Kemudian
Allah menyebutkan bahwa Dialah “Yang Memberi
Manfaat” kelebihan membaca kalimat ini adalah Barang siapa
yang menaiki kapal atau menaikan barangnya di kapal, hendaknya membaca Asma
Allah ini sebanyak – banyaknya. Insya Allah ia akan diselamatkan dari semua
bahaya. Kemudian Allahlah “Cahaya” Kelebihan membaca kalimat ini adalah
Barang siapa yang membaca
Asma Allah ini 1.001 kali setelah membaca Surat An-Nur, hatinya akan disinari
dengan nur dan cahaya Allah. “Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk” Kelebihan
beroda dengan kalimat ini adalah Barang siapa yang mengangkat kedua
tangannya (sebagaimana ketika berdoa) sambil memandang ke langit dan membaca
Asma Allah ini beberapa kali kemudian menyapukan kedua tangannya di wajah
(sebagaimana selesai berdoa), Allah akan mengaruniakan kepadanya hidayah yang
sempurna, dan akan memasukkannya dalam golongan orang – orang yang taat dan
shalih, “Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya” kelebihan
beroda dengan kalimat ini adalah Jika seseorang sedang mengalami duka cita,
hendaknya ia membaca Asma Allah ini 1.000 kali, maka Allah akan mengeluarkannya
dari penderitaan tersebut. “Maha Kekal” selanjutnya bila manusia
berdoa dengan kalimat ini Orang yang ingin diselamatkan dari kebingungan,
kebimbangan dan gangguan hendaknya membaca Asma Allah ini 1.000 kali antara
Maghrib dan Isya. Intinya bahwa semua jumlah nama
nama indah tersebut memiliki kelebihan yang manusia tidak mengetahuinya secara
pasti. Ini hanyalah pengetahuan yang terbatas. “Yang Maha
Mewarisi” Selanjutnya bila manusia berdoa dengan kalimat
ini, pasangan yang mempunyai kesulitan memiliki anak akan mengandung jika mereka
sesering mungkin membaca Rabbi laa tadzarnii fardan wa anta khayr
al-waaritsiin (“Ya Allah, janganlah Engkau biarkan diriku hidup tanpa
keturunan sedangkan Engkau adalah ahli waris yang paling baik” [Al – Anbiya’ :
89] ) untuk itu manusia tersu dituntut
untuk menjadikannya sebagai doa baik dalam siang dan malanya, dan bersabarlah
atas segala hal yang ada di dunia ini, inilah anjuran Allah swt karna Dialah “Yang
Memimpin Kepada Kebenaran” dan “Yang Maha Penyabar / Sabar”.
c) Relevansi Makna Teks Asmaul Husna Dalam Masyarakat
Kotemporer.
Teks Asmaul Husna ini merupakan teks yang memiliki
kelebihan yang luar biasa, disamping ia adalah kalam Ilahi yang dimana manusia
sulit menjangkaunya melainkan dengan melakukan usaha yang kuat. Asmaul Husna
bagi kehidupan modern ini sangtlah penting karna ia merupakan senjata bagi
orang mukmin dalam menghadipi segala problem kehidupannya. Asmaul Husna ini
mencerminkan akhlak akhlak yang harus dimiliki manusia dlaam berkehidupan
semisal memaafkan, menolong, dll . Oleh
sebab itu kandungan teks dalam kalimat ini mempunyai pesan-pesan yang ingin
disampaikan kepada masyarakat, dan pesan-pesan tersebut berupa nilai-nilai,
relegius, sosial dan nasehat.
F.
HUBUNGAN TANDA DENGAN ACUAN
- Hubungan Icon
Berbicara
mengenai hubungan tanda dengan acuan di atas, yang dimaksud penulis di sini
adalah bukan dalam arti menyamakan Allah dengan manusia itu sendiri. Di sini misalnya
dalam menemukan hubungan Asmaul Husna dengan kehidupan manusia. Akan tetapi
yang dimaksud adalah antar titik Asmaul Husna dengan manusia memiliki hubungan
icon yang harus dimiliki sebagai media intraksi sesame manusia di muka bumi
ini. MIsalnya ar-Rohman, hubungan iconnya dengan manusia adalah manusia harus
memiliki sikap kasih sayang yang harus dipersembahkan untuk manusia terutama
dalam berprilaku. Begitu juga al-‘Afuwwu, manusia dituntut untuk memiliki sikap
atau sifat pemaaf ketika ssaudaranya ada kesalahn padanya. Al-Qawiy misalnya,
manusia harus tegar dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapi. Begitu
selanjutnya, intinya hubungan icon ini dimaksudkan bukan menyamakan dalam
konteks kepemilikan , karna Allahlah yang memilik semua itu, dan manusia hanya
diberikan sedikit saja dan Allah secara langsung memmebri contoh etika dan
prilaku yang harus dimiliki manusia.
- Hubungan Indeks
Manuisa
dalam kehidupannya memiliki beberapa sikap dasar yang hal dijadikan sebagai
landasan dalam berkehidupan. Misalnya dalam eksistensi Estetis, etis dan
religious. Ada beberapa prototype manusia sebagai corak dasar yang membawa
mereka pada kehidupan estetis yakni sifat naluri yang terbagi menjadi dua hal;
kapasitasnya sebagai makhluk rohani yang mengacu pada kemampuan rasio dan
keasadaran dan kapasitas menjadi makhluk sensual yang merujuk pada keinginan
naluriah dan perasaan. Paktor dominan manusia estetis adalah paktor kedua
dimana ia hanya memenuhi keinginan diri sendiri tampa terikat oleh kaidah
kaidah moral yang menurutnya ia hanya sebagai penghalang dalam kehidupan.
Manusia estetis tenggelam dalam kenikmatan hawa nafsu
serta cenderung menyerah
pada dorongan dari dalam diri sendiri untuk mengejar segala kesenangan sensual
dan juga berusaha menghindari segala bentuk penderitaan dan berusah mencari segala puspawara keni’matan itu
dalam berbagai cara[27].
Oleh karna itu manusia dituntut untuk
selalu ingat pada Allah yang menciptakanya agar kehidupanhya tidak terjerat
dalam kenikmatan semata.
Manusia
diberi kemampuan dasar oleh Allah yang harus dimamfaatkan secara benar.
Kemampuan dasar itu terhitung dari fitrah yang dimiliki, kemudian dilengkapi
dengan panca indra, akal, hati serta fikiran. Ini adalah alat perjuangan yang
harus digunakan manusia dlam berkehidupan. Dengan demikian hubungan indeks
Asmaul Husna dengan manusia itu sendiri terjaga secara utuh dan
berkesinambungan.
- Hubungan Convensional
Dalam
hal ini mungkin lebih dititik beratkan dalam sikap hidup yang harus dilalui
manusia. Dimana manusia sebagai makhluk hidup yang saling membutuhkan antar
sesame, dan hal itu sudah menjadi suatu keharusan. Intinya bahwa antar sesame manusia harus
memiliki jiwa jiwa yang terkandung dalam asmaul husna tersebut. Dimana Allah
telah menguraikan nama nama indah-Nya bukan semata mata untuk memperkenalkan
diri bahwa Dia adalah Maha Kuasa semata. Akan tetapi ada nilai sosialnya, yakni
manusia berupaya meneladani akhlak akhlak yang dimiliki Allah untuk dijadikan
sifat serta prilaku antara sesame makhluk didunia ini. Sekali lagi untuk
diteladani, karna Allah walaupun tidak member tahu akan kekuasaa-Nya Dia memang
sudah berkuasa dan Dialah satu satunya Yang Maha Kuasa. Untuk itu manusia ahnya
bertugas meneladani apa apa yang terkandung dalam Asmaul Husna tadi.
G.
EPILOG
Adanya varian
versi riwayat, menunjukkan bahwa jumlah nama nama Allah tidaklah tentu.
Disamping informasi dari hadith riwayat Turmuzi oleh Abu Hurairah bukanlah
penjelasan mengenai jumlah, melainkan bentuk laporan dari sekian nama nama indah
yang dimiliki Allah. Disamping itu juga keterangan dari sejumlah perawi
memiliki perbedaan mengenai bilangan mulai dari 99, 114, 117,
127, 130, 132, 200, bahkan sampai 1000. Dasar inilah yang
memberitahukan pada kita bahwa 99 nama yang sudah menjadi mainstriam itu bisa
kita pertimbangkan lagi dalam konteks menetapkan nama nama Indanh bagi Allah.
Kemudian
dalil dali yang digunakan sebagaian yang menganggap 99 sebagai nama Allah
terdapat permasalahn status serta ada sisipan matan yang berasal dari perawi
sendiri. Pun ayat ayat al-Quran dari ketiga surat itu [al-A’raf.7:180],
[al-Isra’17:110], [al-Hasyr.59:24], bukanlah menjelaskan istilah
atau nama nama yang indah itu secara keseluruhan , melainkan lebih mengarah
pada pemeberitaan bahwa Allah memiliki nama nama indah dan hanya Dialah yang
memilikinya dan tidak ada satupun yang sebanding dengan-Nya. Dan yang lebih
mendalam lagi pada anjuran atau suruhan Tuhan agar mempergunakan nama nama
tersebut sebagai alat untuk berdoa.
Akan
tetapi dari berbagai alibi ini, tidaklah, membuat kita sebagai alasan untuk
menolak nama nama indah tersebut. Oleh karna itu kita harus mengimaninya serta
mengamalkan sebagaiman anjuran Tuhan dalam al-Quran-Nya dan yang lebih penting
lagi bagaiman kita memuliakn nama nama tersebut dengan tidak membandingkan nya
secara sejajar dengan apa yang disandang makhluk.
Jelasnya bahwa
barang siapa yan menjaganya serta menghafalnya dalam arti yang seluas luasnya
pasti akan masuk surga dengan izin-Nya. Dan sudah barang tentu hal hal yang
menyangkut ketuhanan akan memberi dampak fositif bagi kelangsungan hidup
manusia.
H.
DAFTAR PUSTAKA
- al-Qattan, Manna Khalil Mabahitusn fi ‘ulumil Quran, (Riyad:Mansyurat al-Atsrul Hadits, 1973)
- al-Azhìm, Abdullah Darraz, An-Naba’ (Mesir: Dar al-‘Urubah, 1960)
- al-Hasani, Muhammad bin ‘Alwi Maliky al-Zubdah al-Itqàn fì ‘Ulum al-Qur’àn,(Cairo: Dar asy-Syuruq, 1983)
- Arkoun, Muhammad “Algeria” dalam Shireen T. Hunter (ed.), The politics of Islamic Revivalism, (Bloomington: Indiana University Press, 1988)
- as-Suyuti Jalaluddin Abdurrahma al-‘Itqan fi ‘Ulumil Quran (tt.p;Darut Turas)
- Az-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulumil Quran (tt.p:tt)
- Bukhari, Imam Shaih Bukhari, [Maktabah Syamilah]
- Hartoko Dick dan B Rahmanto, Pemandu di Dunia Sastra (Jogjakarta:Kanisus,1986)
- Kailani, Filsafat Bahasa:Masalah dan Perkembanganya (Yogyakarta: Paradigma, cet. III, 2002)
- ______Fisafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika (Yogyakarta: Paradigma, cet. I, 2009)
- Muslim, Imam Shahih Muslim, [Maktabah Syamilah]
- Nawawi, Imam Al-Azkarun Nawawi , [Maktabah Syamilah]
- Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest, Serba serbi Semitika, (Jakarta: PT. Gramedia,1992)
- Quthb, Sayyid Tashwìr al-Fanny fì al-Qur’àn(Al-Qahiroh: Dar al-Ma’arif, 1975)
- Sahlan , Moh. Teknis Analisis Tafsir (Yogyakarta:Teras,2005)
- Shihab Muhammad Qurais Tafsir al-Mishbah (Jakarta:Lentera Hati,cet.VI.2002)
- Taimiyah Ibnu Majmu’ Fatawa dalam Kitabul Iman, [Maktabah Syamilah]
- Zoest, Aart Van Semiotika, terj. Ani Soekowati, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung,1993)
[1] Pendapat
ini didukung oleh Abu Ishaq Ibrahim an-Nizham dan para pengikutnya. Baca Manna
Khalil al-Qattan, Mabahitusn fi ‘ulumil Quran, (Riyad:Mansyurat
al-Atsrul Hadits, 1973),hlm.375. Jalaluddin Abdurrahma as-Suyuti al-‘Itqan
fi ‘Ulumil Quran (tt.p;Darut Turas).II:6
[2] Dalam hal
ini terdapat perbedaan pendapat mengenai benar tidaknya pada titik gaibnya,
dengan alasan sebagai konsekuensinya-ayat yata yang tidak mengandung berita
gaib berarti tidak mengandung mukjizat. Baca Az-Zarkasyi, al-Burhan fi
‘Ulumil Quran (tt.p:tt).II:95-96
[3] Ibid.,
hal. 83
[4] Sayyid
Quthb, Tashwìr al-Fanny fì al-Qur’àn, (Al-Qahiroh: Dar
al-Ma’arif, 1975), hal.17
[6] Semiotik
dalam hal ini berarti “tanda” berasal dari bahasa Yunanai (Semion). Baca
Hartoko Dick dan B Rahmanto, Pemandu di Dunia Sastra
(Jogjakarta:Kanisus,1986),hlm. 131
[7]
Semiotika adalah ilmu tanda; istilah tersebut berasal dari kata Yunani semeion yang berarti
“tanda”. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan
pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan
tanda. Baca Aart Van Zoest, Semiotika, terj. Ani
Soekowati, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung,1993), hlm. 1. Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. Pemandu di Dunia Sastra( Jogjakarta:Kanisus,1986),hlm.13
[9] Ibid.Komaruddin,
, hal 85
[10]
Muhammad bin ‘Alwi al-Maliky al-Hasani, Zubdah al-Itqàn fì ‘Ulum
al-Qur’àn,(Cairo: Dar asy-Syuruq, 1983), hal. 149
[11]
12Abdullah Darraz, An-Naba’ al-Azhìm, (Mesir: Dar al-‘Urubah, 1960),
hal. 111
[12]
Muhammad Arkoun, “Algeria” dalam Shireen T. Hunter (ed.), The politics of
Islamic Revivalism, (Bloomington:
Indiana University Press, 1988), hal182-183
[13] HR.at-Tirmizi. Selain
ini terdapat juga hadits hadits yang semakna. Baca Imam Bukhari, Shaih
Bukhari, Imam Muslim, Shahih Muslim, Imam Nawawi, Al-Azkarun
Nawawi dan sejumlah kitab Hadits lainya.
[14] Maksudnya: Nama-nama
yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[16] kata
Asma’ merupakan bentuk jama’ dari kata السُّمّ
atau السِّمة yang berarti tinggi, tanda. Sedangkan kata Husna merupakan
bentuk muannas/feminis dari kata Ahsan yang berarti baik.
Penjelasan lebihh lengkap lihat Muhammad Qurais Shihab Tafsir al-Mishbah
(Jakarta:Lentera Hati,cet.VI.2002), V:314
[17] Ibid...hlm.314
[18] Aart
Van Zoest, Semiotika, terj. Ani Soekowati, (Jakarta:
Yayasan Sumber Agung,1993), hal. 1
[20] Panuti
Sudjiman dan Aart Van Zoest, Serba serbi Semitika, (Jakarta:
PT. Gramedia,1992), hal.7
[21] Kailan, Filsafat Bahasa:Masalah &
Perkembangannya (Yogyakarta:Paradigma,cet.III, 2002),hlm. 263
[22] Term
àyah dalam bentuk tunggal terrulang
tidak kurang dari 80 kali, sedangkan bentuk jamaknya
(ayaat) ditemukan sebanyak 148 kali. Lihat, M.Quraish Shihab, Tafsìr
al-Qur’àn…., hal. 261
[24] Kailan, Filsafat
Bahasa:Masalah dan Perkembanganya(Yogyakarta:PARADIGMA,cet.III. 2002),
hlm. 236-237
[26] Ibid....
[27] Bdk.
J. Ohoitimur, “Aliran-aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer” (ttp:Seminari Pineleng, 2003), hlm. 9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar