Rabu, 26 Oktober 2011

ASMAUL HUSNA : Analisis Semiotik


A.    LATAR BELAKANG
Al- Quran adalah kitab tentang tanda-tanda yang memuat sejumlah makna makna baik yang bisa ditangkap manusia secara langsung dalam bentuk penapsiran, maupun dalam bentuk pentakwilan. Tanda tanda yang terdapat dalam al-Quran memuat sejumlah tanda yang berupa data empires maupun gaib. Kitab yang turun beberapa abad yang lalu ini, bener bener membuka mata manusia untuk terus bersemangat mendekatinya dari sudut manapun. Semakin banyak jalan untuk mendekatinya, semakin banyak horizon yang dapat diciptakan dari kandunga ayat ayat al-Quran tersebut. Di samping itu, kita akan menemukan cakupan makna yang sangat luas, perbedaan ragam dan varian penafsiran pun kita temukan. Dengan demikian ketika kita menganalisis satu ayat atau beberapa ayat, satu tema atau beberapa tema atau beberapa tema kecil untuk membuat tema besar akan memberikan peluang yang sangat besar.
Al-Quran ini semakin didekati, semakin menampakkan tersendiri yang kadang member khas bagi masing masing peneliti. Keunikan keunikan tersebut yang kemudian oleh para Ulama menyebutnya sebagai mukjizat yang berada di luar batas kemampuan manusia. Mengenai kemukjizatannya terdapat beberapa catatan dari sejumlah Ulama bahwa  kemukjizatan al-Quran itu ada pada sisi kesirfahannya[1],  kemudian dari sisi balaghanya, segolongan lagi dari ke “badi’annya”, di samping itu ada lagi dari sisi berita gaibnya[2] yang tidak mungkin bisa diterangkan oleh orang ‘ummi” [54:45], [48:27], [30:1-3], dan ada lagi yang berpendapat bahwa letak keunggulannya ada pada sisi hikmah yang sangat dalam dan terakhir adalah kemukjizatannya itu bahwa al-Quran itu berbicara tentang tanda-tanda.
Dalam kritik sastra, gaya serta keindahan bahasa al-Qur’an tidak bisa dikategorikan sebagai prosa maupun puisi, karena bahasa al-Qur’an sesungguhnya lebih menekankan makna yang sanggup menggugah kesadaran batin dan akal budi ketimbang sekadar ungkapan kata yang berbunga-bunga. Di sini perlu diberi penekanan, gaya bahasa hanyalah salah satu aspek saja, sedangkan aspek yang paling fundamental dari al-Qur’an adalah pada kejelasan dan ketegasan maknanya, terutama yang menyangkut doktrin tauhid dan hukum[3]. Itulah sebabnya dalam sejarah sastra Arab klasik dikenal perbedaan karakter antara sastra Arab pra al-Qur’an dan pasca al-Qur’an. Sastra pada masa jahiliyah kualitasnya ditentukan oleh gaya bahasanya, (al-lafzhu yahkum ‘ala al-ma’nà), sedang pada al-Qur’an kualitasnya pada makna baru kemudian pada lafal (alma’nà yahkum ‘ala al-lafzhi)[4]
Dalam konteks ini, paling tidak kita akan menemukan ada beberapa model pendekatan yang digunakan dalam mendekati atau menganalisis al-Quran. Diantaranya sebagai berikut :
1.      Analisisis isi yakni suatu teknis analisis yang berupaya menguraikan isi al-Quran secara obyektif dan sistematis isi yang termanifestasikan dalam satu ayat atau bagian al-Quran lainnya. Teori ini bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, membuka fakta dan cara praktis pelaksanaanhya. Ketentuan ini berawal dari sebuah realita bahwa data yang dihadapi berupa pernyataan verbal[5].
2.      Analisis Semiotik[6]. Dalam hal ini pengertian jelasnya akan diulas pada pembahasan berikutnya. Singkatnya bahwa tujuan dari analisis ini untuk mengungkap makna makna dari sejumlah ayat ayat al-Quran yang ingin di teliti dalam hal ini ayat ayat yang menyangkut “Asmaul Husna” misalnya. . Ilmu yang meneliti tanda – tanda, sistem–sistem tanda dan proses suatu tanda diartikan. Tanda adalah sesuatu yang menunjukkan kepada barang lain, yang mewakili barang lain itu. Tanda bersifat representatif. Tanda dan hubungan dengan dengan tanda – tanda lain, dengan barang yang dilambangkan, dan dengan orang yang memakai tanda itu. Bila ini diterapkan pada tanda–tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat tidak mempunyai arti pada dirinya sendiri, melainkan selalu sebagai relasi antara pengemban arti (signifiant), apa yang diartikan (signifie) bagi seorang (pembaca) yang mengenal sistem bahasa yang mengena sistem bahasa yang bersangkutan.
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menganalisis rangkaian ayat yang menyangkut istilah “Asmaul Husna” dengan menggunakan pendekatan semiotik. Karna memang kita sadari bahwa al-Quran adalah kitab yang belum selesai dalam arti ilmu yang ada di dalamnya tidak akan pernah habis dikupas dikarnakan keluasan ilmu Allah di dalamnya. Pantaslah manusia tidak pernah puas selama hidupnya mengkaji al-Quran dari sudut manapun dan mereka pun menemukan rasa kekaguman yang luar biasa. Oleh karna itu, penulis juga berupaya mencoba menyibak tabir al-Quran dari sisi semiotic.

B.     LANDASAN TEORI
Kaitan dengan permasalahan di atas, kita membutuhkan teori sebagai penopang dalam mengungkap makna makna yang tercakup dalam Asmaul Husna itu sendiri. Teori yang dimaksud penulis adalah dengan menggunakan teori Semiotik[7] yakni untuk mengungkap makna dari teks Asmaul Husna tersebut, penulis menggunakan teori Semiotik. Tanda adalah sesuatu yang menunjukkan kepada barang lain, yang mewakili barang lain itu. Tanda bersifat representatif. Tanda dan hubungan dengan tanda–tanda lain, dengan barang yang dilambangkan, dan dengan orang yang memakai tanda itu. Bila ini diterapkan pada tanda–tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat tidak mempunyai arti pada dirinya sendiri, melainkan selalu sebagai relasi antara pengemban arti (signifiant), apa yang diartikan (signifie) bagi seorang (pembaca) yang mengenal sistem bahasa yang mengena sistem bahasa yang bersangkutan.
Asmaul Husna sebagai wahyu Allah tentu memiliki makna hakikat yang manusia tidak bisa mengetahuinya secara pasti, akan tetapi Allah memberi kemampuan akal pada manusia sebagai alat untuk menganalisis semua apa yang ada di dunia ini termasuk dalam hal ini kitab suci al-Quran. Penulis dalam hal ini tidak bermaksud mengatakan al-Quran adalah kitab sastra, melainkan kitab rahmah sebagai petunjuk manusia ke arah jalan yang benar. Di samping itu, al-Quran sangat terbuka dan tidak pernah membatasi manusia untuk menalarkannya. Dengan demikian, dari sudut manapun al-Quran ini dikaji selalu memperlihatkan kemukjizatannya tampa ada kurang satu apapun. Dan salah satu tema terpenting dalam al-Quran tersebut adalah “Asmaul Husna’, untuk dapat mengetahui makna menyeluruh teks Asmaul Husna perlu dianalisis atas dasar pemahaman makna yaitu dengan teori semiotik. Pendekatan semiotik yang akan dipakai adalah semiotik model Michael Riffaterre, bahwa dalam memahami makna harus diawali dengan pembacaan semiotik yaitu pembacaan heuristik dan pembacaan hmeneutierk.   

C.    BAHASA METAFOR DAN IKONOGRAFI TEKS SUCI
Di setiap bahasa dan tradisi agama apapun selalu terdapat ikon-ikon dan simbolisasi dari realitas absolut yang kemudian dihadirkan dalam bahasa manusiawi yang popoler. Istilah baitu-Llah, misalnya, yang di situ juga terdapat hajar aswad adalah tipikal ungkapan ikonik yang kemudian berkembang menjadi metaforistik. Dengan kata lain, bahasa al-Qur’an secara historis antropologis adalah bahasa manusia, tetapi secara teologis di dalamnya terdapat kalam Ilahi yang bersifat transhirtoris atau metahistoris[8]. Akibatnya, bahasa metafor dalam kitab suci al-Qur’an secara potensial bisa menimbulkan dua implikasi positif dan negatif. Segi positifnya–sebagaimana disinggung di atas-terletak pada kemampuan bahasa metaforis untuk mengakomodasi penafsiran dan pemahaman baru sehingga kitab suci akan selalu hadir setiap saat tanpa kehilangan daya pikat dan panggilan hermeneutikanya. Bahasa metafor selalu membuka pintu imajinasi dan kemungkinan-kemungkinan baru (posibilitas), bukannya sebuah representasi dari realitas yang telah mapan (aktualitas).
Jadi bahasa metaforis memiliki kekuatan yang bisa mempertemukan antara ikatan emosional dan pemahaman kognitif sehingga seseorang dimungkinkan untuk mampu melihat dan merasakan sesuatu yang berada jauh di belakang teks. Jika pendapat Ricour di atas didekatkan pada bahasa al-Qur’an, akan mudah ditemukan ungkapan-ungkapan ikonografis al-Qur’an yang memiliki daya imajinasi dan mampu membangkitkan emosi pembacanya. Misalnya, bagaimana al-Qur’an menggambarkan hari kiamat, siksa neraka, atau keindahan surga. Al-Qur’an menggambarkan ketika suatu saat nanti bintang-gemintang saling bertabrakan yang satu menghancurkan yang lain sehingga memunculkan suara gemuruh yang tak terperikan dan manusia pun lari tunggang langgang ketakutan [ QS.al-Qòri’ah(101):1-5], [QS.al-Zalzalah(99):1-6], [QS. al-Hàqqoh(69):13-18]. Lalu bagaimana siksa neraka digambarkan bagaikan perkampungan api sementara penghuninya terkurung tidak bisa melarikan diri [ QS. an-Naba(78):21-30], [QS. at-Tahrìm(66): 6]. Dan surga disajikan dalam gambaran taman yang rindang beserta para bidadari yang amat menawan yang telah menanti calon penghuni surga [QS. an-Naba’(78)31-37], [QS. Muhammad(47):15], [QS. al-Baqoroh(2):25, 233] dll.
Menurut analisa psiko-sosiolinguistik, metafor dan bahasa ikonografik yang disajikan al-Qur’an seperti itu sangat efektif untuk menghancurkan kesombongan masyarakat jahiliyah Arab kala itu yang tingkat sastranya dikenal sangat tinggi. Jadi jelas dalam bahasa agama banyak sekali ditemukan ungkapan metaforis, dimana ekspresi dijelaskan secara tidak langsung, baik dalam bahasa lisan maupun bahasa isyarat (gesture). Walaupun terdapat perbedaan mendasar, bahasa metaforis mendekati ungkapan simbolik dan ikonik karena ketidakmampuan narasi deskriptif untuk menjelaskan dan menghadirkan pengalaman unik, realitas absolut, intuisi dan imajinasi yang datang tiba-tiba[9].
Lebih dari itu bahasa metaforis juga diyakini memiliki kekuatan yang bisa membangkitkan imajinasi kreatif untuk membuka wilayah pemahaman baru yang batas akhirnya belum diketahui. Dengan kata lain, bahasa metafor yang terdapat dalam kitab suci mengandung misteri dan mitos-mitos yang setiap saat akan melahirkan nuansa, visi, imajinasi dan jawaban konseptual yang baru dan segar kalau saja pembacanya mampu menafsirkannya secara kreatif dan kontemplatif dengan mengaitkan pada konteks sosial dan konteks psikologis yang baru. Inilah salah satu keunikan al-Qur’an, ia terbuka untuk ditafsirkan dan selalu memberi peluang untuk menghasilkan penafsiran baru. Rujukan naqliyah yang dapat mendukung keunikan al-Qur’an ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas.

القرآن ذلول ذو الوجوه فاحملوه على أحسن وجوهه

“Redaksi al-Qur’an bersifat lues (dzalùl) yang memiliki beberapa sisi pemaknaan (dzù al-wujùh). Maka maknailah al-Qur’an dengan sisi yang paling baik.”[10] Memahami hadis ini, Abdullah Darraz berkata, “al-Qur’an bagaikan intan  yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak mustahil jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat [11].” Ungkapan senada dikemukakan Muhammad Arkoun, seorang pemikir Aljazair kontemporer menulis bahwa: “Al-Qur’an memberikan kemungkinankemungkinan arti yang tak terbatas. Kesan yang diberikan ayat-ayatnya mengenai pemikiran dan penjelasan pada tingkat wujud adalah mutlak. Dengan demikian ayat selalu terbuka (untuk interpretasi) baru, tidak pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal.”[12]
             
D.    DESKRIPSI TEKS ASMAUL HUSNA
  1. Gambaran Teks Asmaul Husna
Dalam agama Islam, Asmaa'ul Husna adalah sembilan puluh sembilan (99) asma (nama) Allah SWT . Sejak dulu para ulama telah banyak membahas dan menafsirkan nama-nama ini. Sekalipun timbul perbedaan pendapat tentang jumlah nama itu, ada yang menyebut 132, 200, bahkan 1.000 nama, namun menurut mereka, yang terpenting adalah hakikat Zat Allah SWT yang harus dipahami dan dimengerti oleh orang-orang yang beriman. Pembahasan berikut hanyalah pendekatan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang dilekatkan pada Allah harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-kata itu. Para ulama menekankan bahwa Allah adalah pencipta dan penguasa alam yang abadi dan alam yang fana. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-Nya. Dengan demikian, Allah Maha Tinggi. Tapi juga Allah Maha Dekat. Allah Maka Kuasa.  Kemudian hitungan jumlah 99 nama itu dikutif dalam hadis yang sangat masyhur yakni hadith yang dirwayatkan oleh Abu Hurairah itu sendiri. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits[13]

انَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدَةٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ
Penetapan ini oleh sebagian Ulama’ telah dilakukan dalam upaya menjaga serta memberikan pencerahan terhadap kerelijiusan seseorang dalam konteks pemuliaaan terhadap Allah swt. Hal ini dapat dilihat dari system pengumpulan nama nama yang dikutip dari al-Quran itu sendiri, bahkan telah dijadikan dalam bentuk syair. Dalam pada itu disamping mengenalnya juga menghafalnya secara sungguh-sungguh, memahami maknanya kemudian berdoa dan beribadah kepada Allah dengannya  menjadi sebab penguat iman yang paling besar. Bahkan, mengenal asma’ dan sifat Allah merupakan dasar iman yang kepadanya keimanan akan kembali. Karenanya, apabila seorang bertambah ma’rifahnya terhadap asma’ dan sifat Allah, niscaya imannya bertambah dan keyakinanya kuat. Disamping itu di negeri kita Indonesia sudah banyak beredar serta kemasan kemasan Asma’ul Husna dalam jumlah 99 nama itu baik berbentuk buku, artikel, majalah bahkan dilampirkan dalam Mushaf Usmani pada balik sampul.
Sebagaimana teks teks lainnya, kata “Asmaul Husna” mengungkap tentang nama-nama indah yang ditujukan pada Allah. Keindahan gaya bahasa yang cukup lugas tentu membuat kita kesulitan untuk mendeteksi apa hakikat dari istilah yang disebut dengan Asmaul Husna itu sendiri. Kemudian di samping itu apakah memang itu saja nama nama bagi Allah atau itu hanya sebagian saja dan sebagainya. Oleh karna itu, memahami teks tersebut tidak mungkin kita bisa memahaminya tampa harus membaca keseluruhan teks yang memuat tentang istilah itu.
Asmaaulhusna secara harfiah ialah nama-nama Allah yang baik dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuan yang menyatu dalam kebesaran dan kehebatan Allah, sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta beserta segala isinya. Para ulama berpendapat bahwa kebenaran adalah konsistensi dengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini, umat Muslim tidak akan mudah menulis "Allah adalah ...", karena tidak ada satu hal pun yang dapat disetarakan dengan Allah. Persinggungan dengan Asmaul Husna ini dapat kita amati dalam beberapa ayat misalnya:
¬!ur âä!$oÿôœF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# çnqãã÷Š$$sù $pkÍ5 ( (#râsŒur tûïÏ%©!$# šcrßÅsù=ムþÎû ¾ÏmÍ´¯»yJór& 4 tb÷rtôfãy $tB (#qçR%x. tbqè=yJ÷ètƒ ÇÊÑÉÈ  
180. hanya milik Allah asmaa-ul husna[14], Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat Balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. [QS.7:180]
È@è% (#qãã÷Š$# ©!$# Írr& (#qãã÷Š$# z`»uH÷q§9$# ( $wƒr& $¨B (#qããôs? ã&s#sù âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# 4 Ÿwur öygøgrB y7Ï?Ÿx|ÁÎ/ Ÿwur ôMÏù$sƒéB $pkÍ5 Æ÷tFö/$#ur tû÷üt/ y7Ï9ºsŒ WxÎ6y ÇÊÊÉÈ  
110. Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" [QS.al-Isra’(17):110]
ª!$# Iw tm»s9Î) žwÎ) uqèd ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# ÇÑÈ  
Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik) [QS.Thaha (20):8]
uqèd ª!$# ß,Î=»yø9$# äÍ$t7ø9$# âÈhq|ÁßJø9$# ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡ßsø9$# 4 ßxÎm7|¡ç ¼çms9 $tB Îû ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( uqèdur âƒÍyèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇËÍÈ  
24. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [QS.al-Hasyr (59):24]
Keempat ayat ini menjelaskan bahwa Allah memiliki nama nama yang sangat indah yang sebagian nama nama indah itu terincikan dalam hadits Rasulullah saw sebanyak 99. Akan tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat dikarnakan ada penemuan baru yang dialami masing masing ulama. Hal ini juga yang ditegaskan  ibn Taimiyah mengatakna bahwa :“Para ulama ahli hadits sepakat bahwasanya ta’yin/penentuan satu persatu nama-nama Allah Azza wa Jalla bukanlah hadits dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam[15]. Dengan demikian nama nama Allah itu sebenarnya banyak sebagaiman yang dijelaskan Abu Wafa’ Muhammad Darwis.
Serangkaian nama nama yang sangat indah bagi Allah ini, pada hakikatnya manusia belum bisa mengetahui makna yang sebenar-benarnya. Kalaupun ada hanya masih bersipat interpretasi selurus dengan pendekatan yang digunakan. Dalam teks Asmaul Husna ini mengungkap nama nama dan sipat sipat yang dimiliki Allah erat kaitannya dengan sipat yang dimiliki manusia. Di dalamnya memuat sejumlah prilaku prilaku yang harus diteladani oleh agar menjadi Ibadurrahman atau insanul kamil. Begitulah yang diterangkan para ulama semisal Ibnu Baththol rahimahullah berkata : “Cara beramal dengan kandungan asma’ul husna adalah dengan meneladani kandungan nama-nama Allah U yang boleh/bisa untuk diteladani semisal Ar Rohiim [Yang Maha Penyayang], Al Kariim [Yang Maha Dermawan]. Maka hendaklah seorang hamba melatih dirinya untuk memiliki kandungan dari shifat-shifat Allah Jalla wa ‘Ala yang semacam itu akan tetapi tentu dengan kandungan yang layak bagi hamba.
Dan kalau ditinjau dari segi bahsanya, teks Asmaul Husna ini sangat halus dan menyentuh, sehingga para ulama’ sufi menjadikannya sebagai pendekatan yang sangat praktis dalam konteks mendekatkan diri kepada Allah. Dengan demikian para Ulama pun menulisnya dalam bentuk syair sehingga kalau didengar begitu indah dan menyentuh hati.
Singkatnya bahwa jumhur Ulama’ menjelaskan bahwa pada “Asmaul Husna” ini memuat tentang nama nama indah serta sipat sipat bagi Allah yang harus diteladani manusia dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dengan demikian, Allah sendiri sebagaiman ditegaskan dalam ayat yang lalu memerintahkan secara langsung agar manusia berdoa denagn kalimat itu. Dan sebelum kita analisis lebih jauh, seruan Allah itu langsung menggunakan kalimat perintah dengan struktur ‘amr” sebagaiman yang tercantum dalam surat ke-7 ayat 180.
  1. Deskripsi Teks Asmaul Husna
Sebelum kami mendeskripsikan lebih jauh mengenai “Asmaul husna”, alangkah baiknya kami merincikan lebih detail berdasarkan pengamatan penulis. Deskripsi ini hanya sebatas perincian saja dalam rangka lebih mudah mengetahui bagaimana sebenarnya teks Asmaul Husna itu sendiri. Dis samping itu, pendeskripsian ini bersipat pilihan saja dalam arti bahwa mungkin ada pendeskripsian yang lebih detail mengenai teks ini seiring dengan pendekatan yang digunakan para penulis. Untuk itu hal ini tidak menjadi harga mati, melainkan terbuka luas dengan pendeskripsian lainnya. Dan tujuan ini hanya untuk memudahkan penulis sebelum menganalisis lebih jauh.
Adapun deskripsi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Judul                                                                : Asmaul Husna
Rujukan                                                           : al-Quran & Hadits
Jenis mushaf al-Quran                                     : Mushaf Utsmani
Jenis kitab Hadits                                             : Jamiusshohih, musnad dan Mukhtashar
Jumlah Asmaul Husna                                     : 99 Nama
Jumlah Ayat Asmaul Husna dalam al-Quran   : 4 Surat [7:180, 17:110, 20:8, 59:24]
Jumlah Hadits Asmaul Husna                          :
Jenis teks                                                         : Ayat dan Hadits
Aksara                                                             : Arab
Bahasa                                                             : Arab al-Quran
Teks awal                                                        : الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ         
Teks tengah                                                     : الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ         
Teks akhir                                                        : الاحد الصَّمَدُ الْقَادِرُ
Istilah Asmaul Husna[16] adalah istilah yang memang sudah digunakan dalam al-Quran sendiri, yang kemudian diperkuat dan dipertegas oleh Nabi dan generasi sahabat. Istilah ini terdiri dari dua kalimat yakni kata Asma’ dan Husna. Didahulukannya kata (لله) lillah pada firman-Nya(ولله الأسماء الحسني)wa lillah al-asma al-husna menunjukkan bahwa nama-nama indah itu hanya milik Allah semata.
Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja, tetapi juga yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya, yang dapat disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi tidak baik untuk-Nya. Sifat Pengasih–misalnya–adalah baik. Ia dapat disandang oleh makhluk/manusia, tetapi karena asma al-husna (nama-nama yang terbaik) hanya milik Allah, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk, baik dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Di sisi lain sifat pemberani, merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia, namun sifat ini tidak wajar disandang Allah, karena keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan jasmani dan mental, sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbeda dengan sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Contoh lain adalah anak cucu. Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat kesempurnaan manusia ini, tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini mengakibatkan adanya unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, di samping menunnjukkan kebutuhan, sedang hal tersebut mustahil bagi-Nya[17].
Jumlah dari Asmaul Husna itu sendiri adalah 99, dan inilah yang terkenal sekaligus menjadi pegangan penulis, walaupun penulis sadari terdapat perbedaan pendapat. Inilah isyarat dari hadits Nabi :
إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّ
“Sesungguhnya Allah memiliki Sembilan puluh Sembilan nama seratus kurang satu – siapa yang ahshaba (mengetahui/menghitung.memeliharanya) maka dia masuk ke surga. Allah ganjil (esa) senang pada yang ganjil” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmdizi, Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lain).
Intinya bahwa ayat-ayat serta hadits hadits yang memuat tentang hal ini, mengajak manusia berdoa/menyeru-Nya dengan sifat-nama-nama yang terbaik itu. Salah satu makna perintah ini adalah ajakan untuk menyesuikan kandungan permohonan dengan sifat yang disandang Allah. Sehingga, jika seseorang memohon rezeki, ia menyeri Allah dengan sifat ar-Razzaq (Maha Pemberi rezeki) misalnya dengan berkata: “Wahai Allah Yang Maha Pemberi rezeki anugerahilah kami rezeki”, jika ampunan yang dimohonkan, maka sifat Ghafir (pengampunan) yang ditonjolkan,”Wahai Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah dosa-dosa saya”demikian seterusnya.
  1. Isi teks Asmaul Husna
Mengenai teks Asmaul Husna, sebagaimana yang disinggung pada hadits lalu jumlahnya adalah 99. Dan di bawah ini kami uaraika berikut artinya sesuai dengan apa yang tercantum dalam beberapa hadits.


الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ
الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِض
الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ

الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ
الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ
الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ

الاحد الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى
الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُوالْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ
الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ

E.     APLIKASI ANALISIS SEMIOTIK
  1. Pengertian
Semiotika adalah ilmu tanda; istilah tersebut berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda[18]. Lebih jelasnya sebagaiman yang diungkapkan Prof. Dr. Kailani bahwa semiotic adalah ilmu tentang tanda yakni metodol analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah alat yang kita pakai dalam mengkaji tanda dalam upaya mencari jalan di dunia ini di tengah tengah manusia dan bersama sama dengan manusia[19]. Tanda terdapat di mana-mana: kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan, atau nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Ahli filsafat Amerika, Charles Sanders Pierce (1834-1914), menegaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana tanda. Sudah pasti bahwa tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi[20].
Bahasa merupakan sistem tanda sebagaimana Prof. Dr. Kailan tegaskan bahwa menurut Saussure (1857-1913) bahasa sebagai sistem tanda bercirikan adanya hubungan erta antara: signifikan, signifie, form, substance[21]. Ia menambahakan bahwa sistem tanda yang disebut bahasa itu hanyalah satu di antara sekian banyak sistem tanda yang ada. Di dalam satu kalimat ia melancarkan gagasan bahwa pada suatu ketika harus ada satu teori tentang tanda yang mencakup semua sistem itu, dan ia mengusulkan menyebut teori itu “semiologi.”Kata “semiologi” di samping kata “semiotika”, sampai sekarang masih dipakai. Kedua istilah ini mengandung pengertian yang persis sama, walaupun penggunaan salah satu dari kedua istilah tersebut biasanya menunjukkan pemikiran pemakainya: mereka yang bergabung dengan Pierce menggunakan kata “Semiotika”, dan mereka yang bergabung dengan Saussure menggunakan kata “semiologi”. Tetapi yang terakhir, kalau dibanding dengan yang pertama, semakin jarang dipakai.

  1. Semiotik dan Agama
Bila semiotika dirumuskan sebagai ilmu tanda (signifikasi) pada prinsipnya agama merupakan bidang subur bagi analisis semiotik. Tanda memainkan peran penting dalam agama dan itu dengan berbagai cara yang perlu dibedakan. Pertama, dalam agama Islam misalnya banyak dikenal- dunia ciptaan dengan berbagai aspeknya sering digambarkan sebagai tanda Allah (Àyàtullàh), lebih tepat tanda kemahakuasaan atau kemahaesaan Allah. Kedua, kitab-kitab wahyu yang menjadi salah satu dasar kebanyakan agama, dapat dianggap sebagai himpunan-himpunan tanda yang menunjukkan arti tertentu yang perlu digali dalam proses penafsiran. Anggapan itu, dengan aneka ragam versinya, sudah ada sejak lama dan tidak baru lahir dengan ilmu semiotika mutakhir. Pada prinsipnya, bukan hanya teks tertulis yang dapat dianggap sebagai himpunan tanda dalam arti tersebut, melainkan juga ritus, prilaku sosial, ataupun seni yang memiliki kaitan dengan agama. Ketiga, teks-teks wahyu pada umumnya dianggap sebagai himpunan tanda yang menyampaikan pesan atau amanat Ilahi. Keempat, juga pembicaraan mengenai agama dapat -antara lain dianalisis sebagai himpunan tanda.
Menyambung dari pembahsan di atas, dalam agama kita tanda dan signifikasi memainkan peran penting. Kata àyah (ayat)[22] terdapat ratusan kali dalam al-Qur’an. Arti dasarnya adalah “tanda”, misalnya: “Sanurihìm àyàtinà fì al-àfàq wa fi anfusihim hattà yatabayyana lahum annahu al-haq” [QS.Fushshilat (Hà-mìm Sajadah): 53]. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda Kami dalam cakrawala-cakrawala (wilayah bumi yang luas/di segala penjuru bumi) dan dalam jiwa mereka sendiri hingga jelas bagi mereka bahwa itu–wahyu yang disampaikan Nabi Muhammad- adalah benar. Kitab suci apabila diteliti dengan seksama adalah hasil dari dialog yang mengalami simbolisasi atas bahasa antar manusia dengan Tuhannya. Karena itu bentuk bahasanya adalah bahasa lokal (setempat) pendengarnya. Sebab tugas kitab suci adalah merespon problem dan memecahkan persoalan yang berkembang di masyarakat masa itu. Apa pun bahasanya, kitab suci tetaplah mengharuskan bahasa sebagai metoda dan cara untuk menunjukkan bahwa ia adalah bukti otentik dialog saat itu yang dapat diselidiki, dipelajari dan diuji kebenarannya. Ini berlaku untuk semua kitab suci, baik yang berasal dari agama samàwi maupun agama ardhi.

  1. Langkah-langkah Aplikasi
Menurut ahli semiolog, pembacalah yang bertugas untuk memberikan makna tanda-tanda yang terdapat pada karya sastra. Tanda-tanda itu akan memiliki makna setelah dilakukan pembacaan dan pemaknaan terhadapnya. Sesungguhnya dalam pikiran pembacalah transfer semiotik dari tanda ke tanda terjadi. Kaitannya dengan tema yang diangkat, dan untuk mendapatkan makna secara semiotik, pertama kali dapat dilakukan dengan pembacaan heuristik dan hermeneutik yakni sebagai berikut :
a)      Pembacaan Heuristik Asmaul Husna
Yang dimaksud dengan pembacaan heuristik dalm hal ini adalah pembacaan yang dilakukan berdasarkan struktur kebahasaanya atau secara semiotik yaitu berdasarkan konvensi sistem semiotik tingkat pertama. Pembacaan ini dimaksudkan untuk memahami makna secara linguistik yang menangkap arti sesuai dengan teks yang ada dan diartikan dengan teks yang sesuai dengan teks. Dalam pengertian lain dikatakan bahwa pembacaan heuristik adalah pembacaan yang didasarkan pada konvensi bahasa yang bersifat mimetik (tiruan alam) dan membangun serangkaian arti yang heterogen atau tak gramatikal. Hal ini dapat terjadi karena kajian didasarkan pada pemahaman arti kebahasaan yang bersifat lugas atau berdasarkan arti denotatif dari suatu bahasa[23].
Dan sebelum kami memulai dengan langkah pembacaan, dan mengingat teks “Asmaul husna” cukup panjang mencapai 99 kata yang kalau dirincikan satu persatu tanpak terlalu panjang, untuk itu penulis membagi teks tersebut dalam tiga bagian meliputi teks awal, teks tengah dan teks akhir persefsi penulis sendiri.  Dan masing-masing teks erinci dalam tiga bagian kecil, kemudian penulis akan menjelaskan maknanya menjadi satu rangkai makna dari jumlah teks dalam satu bagian. Berikut bagian teks yang dimaksud :
1)      Teks Awal
[a]. الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ
Artinya :
“Alllahl Yang Maha Pemurah, Yang Maha Mengasihi, Yang Maha Suci, Yang Maha Selamat Sejahtera, Yang Maha Melimpahkan Keamanan, Yang Maha Pengawal Serta Pengawas, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Menundukkan Segalanya, Yang Maha Melengkapi Segala Kebesaran-Nya, Yang Maha Pencipta”

[b]. الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِض
Artinya :
“Dia lah Allah Yang Maha Menjadikan, Yang Maha Pembentuk, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Penganugerah, Yang Maha Pemberi Rezeki, Yang Maha Pembuka, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Pengekang, Yang Maha Melimpah Nikmat, Yang Maha Perendah / Pengurang”

[c]. الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ
Artinya :
“Dia lah Allah Yang Maha Peninggi, Yang Maha Menghormati / Memuliakan, Yang Maha Menghina, Yang Maha Mendengar, Yang Maha Melihat, Yang Maha Mengadili, Yang Maha Adil, Yang Maha Lembut serta Halus, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Penyabar, Yang Maha Agung”.


2)      Teks Tengah

[a]. الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ
Artinya :
“Dia lah Allah Yang Maha Pengampun, Yang Maha Bersyukur, Yang Maha Tinggi serta Mulia, Yang Maha Besar, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Menjaga Yang Maha Penghitung, Yang Maha Besar serta Mulia, Yang Maha Pemurah, Yang Maha Waspada, Yang Maha Pengkabul”.

[b].  الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ

Artinya :
“Dialah Allah Yang Maha Luas, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Penyayang, Yang Maha Mulia, Yang Maha Membangkitkan Semula, Yang Maha Menyaksikan, Yang Maha Benar, Yang Maha Pentadbir, Yang Maha Kuat, Yang Maha Teguh, Yang Maha Melindungi”

[c]. الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ

Artinya :
Dialah Allah Yang Maha Terpuji, Yang Maha Penghitung, Yang Maha Pencipta dari Asal, Yang Maha Mengembali dan Memulihkan, Yang Maha Menghidupkan, Yang Mematikan, Yang Senantiasa Hidup, Yang Hidup serta Berdiri Sendiri, Yang Maha Penemu, Yang Maha Mulia, Yang Maha Esa”.

3)      Teks Akhir
[a].   الاحد الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى
Artinya :
“Dialah Allah Yang Tunggal, Yang Menjadi Tumpuan, Yang Maha Berupaya, Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Menyegera, Yang Maha Penangguh, Yang Pertama, Yang Akhir, Yang Zahir, Yang Batin, Yang Wali / Yang Memerintah”.

[b].       الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ
Artinya :
“Dialah Allah Yang Maha Tinggi serta Mulia, Yang banyak membuat kebajikan, Yang Menerima Taubat, Yang Menghukum Yang Bersalah, Yang Maha Pengampun, Yang Maha Pengasih serta Penyayang, Pemilik Kedaulatan Yang Kekal, Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan, Yang Maha Saksama, Yang Maha Pengumpul, Yang Maha Kaya Dan Lengkap”.

[c]. الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ

Artinya :
“Dialah Allah Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan, Yang Maha Pencegah, Yang Mendatangkan Mudharat, Yang Memberi Manfaat, Cahaya, Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk, Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNya, Maha Kekal, Yang Maha Mewarisi, Yang Memimpin Kepada Kebenaran, Yang Maha Penyabar / Sabar”.

Teks yang sudah dijelaskan di atas merupakan hasil pembacaan heuristik dari pembacaan sistem bahasa normatif dimana teks dibaca secara wajar (apa adanya). Dengan demikian dalam pemberian arti dari teks tersebut berdasarkan konvensi bahasa sebagai sistem semiotik tingkat pertama, sehingga dapat memberikan makna.
b)      Pembacaan Hermeutik Asmaul Husna
Sebagaiman yang diungkapkan Prof. Dr. Kailani dalam Filsafat Bahasanya, bahwa :
“tugas hermeneutik sangat berat, sebab interpreter harus membaca ‘dari dalam’ teks tanpa masuk atau menempatkan diri dalam teks tersebut dan cara pemahamannyapun tidak dapat lepas dari kerangka kebudayaan dan sejarahnya sendiri. Dengan demikian agar dapat berhasil, distansi yang asing harus dihilangkan harus dapat mengatasi situasi dikotomis serta harus dapart memecahkan pertentangan tajam antar aspek aspek subjektif dan objektif”[24]
Pembacaan hermeneutik ini merupakan pembacaan tingkat kedua untuk menginterpretasikan makna secara utuh. Dalam pembacaan ini, pembaca harus lebih memahami apa yang sudah dia baca untuk kemudian memidifikasi pemahamannya tentang hal itu. Pembacaan ini bermuara pada ditemukannya satuan makna teks secara utuh dan terpadu[25]. Atau bisa juga disebut sebagai makna konotasi berdasarkan konvensi sitem semiotik tingkat kedua. Disamping itu pembaca harus meninjau kembali dan membandingkan hal-hal yang telah dibacanya pada tahap pembacaan heuristik. Dengan cara demikian, pembaca dapat memodifikasi pemahamannya dengan pemahaman yang terjadi dalam pembacaan hermeneutik[26].
Pembacaan yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1)      Teks Awal
[a]. Bait Pertama
Asma Allah ini dimulai dengan ar-Rahman karna Dia “Alllahl Yang Maha Pemurah”,telah memberikan segala fasilitas hidup di dunia ini baik berupa akal fikiran harta benda tahta serta janji pasti-Nya masuk surga Allah swt. Dan kasih sayang yang berupa rohman ini diberikan kepada seluruh makhluknya dari semua jenis yang ada termasuk benda mati. Kemudian Allah memberi tambahan yang tidak dapat dimiliki orang yang tidak beriman, yakni kasih sayang Rahim sebagaimana pernyataan-Nya “Yang Maha Mengasihi”,kasih sayang Rahim ini hany diberikan pad aorang mukmin. Oleh karna itu manusia dilarang mensekutukan-Nya dengan apapun karna Dia “ Yang Maha Suci’. Dari dua kasih sayang-nya itu manusai dapat hidup betdampingan secaraaa harmonis, dan mereka tidak perlu kahwatir karna Dialah “Yang Maha Selamat Sejahtera”, dari segala bentuk gangguan dan cercaan antar sesama manusia. Sebelum manusia menjalankan kehidupannya Allah telah menjaminnya dengan rasa aman karna Dialah satu-satuny “Yang Maha Melimpahkan Keamanan”, dari gangguan yang diberikan pada orang yang lemah, miskin serta yang hina sekalipun. Bagi siapa saja yang merasa kahwatir denagn cengkaraman serta gangguan manusai atau makhluk lainya, manusia diingatkan bahwa Allah ‘Yang Maha Pengawal Serta Pengawas”, sehingga mereka tetep terkontrol secara teratur dan mereka tidak bisa berbuat curang. Siapa lagi yang berkuasa selain Dia Yang Maha Berkuasa”, terlebih lagi Dia “Yang Maha Menundukkan Segalanya”, bisa saja bumi diputar, langit dirobek, laut di tiup dan seluruh ruang angkasa ini bila manusia tidak bisa memperbaiki dirinya. Oleh karna itu manusia dianjurkan untuk berdoa dengan Asmaul Husna ini agar segala hajtnya terkabulkan, begitulah cara AllahYang Maha Melengkapi Segala Kebesaran-Nya”, dan “Yang Maha Pencipta”
[b]. Bait Kedua
Mnusia diingatkan lagi denga dengan pernyataan-nya bahwa Dia “Dia lah Allah Yang Maha Menjadikan”, serta Yang Maha Pembentuk”, membuat segala makhluk beraneka ragam dan sangat menakjubkan bila dipandang. Dan kalau terjadi percekdokan diantarany, maka Allah selalu memaafkanny karna Dia Yang Maha Pengampun”, serta Yang Maha Perkasa” sehingga manusia tidak dapat menyombongkan dirinya lagi sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang sombong. Akan tetapi walau demikian Allah tetap memeperhatikan manusia serta memberi apa yang ia mau karna Ia Yang Maha Penganugerah’,danYang Maha Pemberi Rezeki, dalam segala bentuk karunia yang dirasakan manusia itu sendiri. Ketika manusia dirunduk kesulitan maka manusai disuruh meminta karna Dia  “Yang Maha Pembuka”, memberi solusi serta jalan keluar dari kesulitan yang dihadapi manusia. Karna Ia Yang Maha Mengetahui”,segala bentu kebutuhan serta keperluan manusia. Nmaun juga Dia “Yang Maha Pengekang’, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Dengan demikian, Allah tidak henti-hentinya menyuruh Hamba-Nya agar selalu memohon pada-Nya karna Dia Yang Maha Melimpah Nikmat’, dari aneka ragam nikmat yang ada. Seta manusia diingatkan agar jangan melampau batas karan bisa saja Allah merendahkannya karna Dia ‘Yang Maha Perendah / Pengurang”
[c]. Bait Ketiga
Disamping Allah Maha merendahkan derajat manusia, tapi ingatlah Dia “Yang Maha Meninggikan” mengangkat martabat seseorang yang dikehendaki-nya. Itulah kekausaan Allah Dia bisa saja mengangkat derajat sesorang menjadi tinggi, namun seketika bisa saj merendahkan saat itu juga karna Dialah “Yang Maha Memuliakan” juga “Yang Maha Merendahkan’ bahkan menghinakan sesorang. Ingatlah, segala bentuk aktifitas manusia di muka bumi ini Allah mengetahui-Nya karna Dia “Yang Maha Mendengar”, tidak luput pendengaran-nya. Walaupun manusia bersembunyi di bali tabir sesempit apapun. Dan seandainya manusai bersembunyi ditempat yang sangat gelap bahkan dililipi peti yang terkonci mati, ingatlah Dia “Yang Maha melihat” serta Allah mengingatkan manusia agar berhati hati terhadap perbuatannya karna DiaYang Maha Mengadili” dari apa yang telah dikerjakan. Oleh karna itu, manusia haru bisa hidup berdampingan antar sesamanya, seperti lemah lembut, karana Dia “Yang Maha Lembut’ serta “Yang Maha Mengetahui” segala prilaku manusia. Disamping itu manusia juga disuruh bersabar terhadap pa yang ditimpakannya karna Dia “Yang Maha Penyabar” sebagai salah satu akhlak yang harus ditiru manusai, dan berdoalah dengan Asmaul Husna dengan mengagungkan-Nya karna Dia “Yang maha Agung”

2)      Teks Tengah
[a]. Bait Pertama
 Allah selalu memeberi kesempatan bagi manusia bagi siap saja yang selalu meminta ampun pada-nya karna Dia ““Dia lah Allah Yang Maha Pengampun”, Serta manusai dianjurkan untuk selalu bersyukur karna Allah juga ahli syukur apa lagi kita sebagai mana dalam pernyataanya Dialah “Yang Maha Bersyukur”. Dan manusia dianjurkan untuk terus berjuang dalam kebaikan karna Dia Yang Maha Tinggi serta Mulia”,bisa meninggikan martabat manusia bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Apalagi manusia mau berlaku sombong, tentu tidak masuk akal karna Allah “Yang Maha Besar”, dari apa yang dibanggakan manusia. Oleh karna itulah manusia terus ditekankan agar selalu berlindung serta berdoa dengan Asmaul Husna sehingga manusia mendapat pemeliharaan Allah karna Dia Yang Maha Memelihara”, dari hal hal yang menyengsarakan manusia“Yang Maha Menjaga Yang Maha Penghitung”, “Yang Maha Besar serta Mulia”, “Yang Maha Pemurah”, Yang Maha Waspada, Yang Maha Pengkabul”.
[b].  Bait kedua
Pada bait ini, manusia diingatkan agar manusia tidak terlalau bersempit hati apalagi berputus asa dari kehidupan yang ia jalani, untuk itu Allah mengingatkannya agar ia ketahui bahwa Allah “Dialah Allah Yang Maha Luas”, rahmat-nya dengan demikian manusia bisa meminta kapanpun dan dimanapun ia berada. Allah itu selalu adil karna Yang Maha Bijaksana”, memberikan permintaan hamba-Nya, Ia tahu apa yang diminta hamba-nya dan Ia tidak pernah luput dari janji-Nya. Ketahui;ah bahwa Allah itu sangat cinta dan perhatian pada makhluknya karna Dialah Yang Maha Penyayang”,memberikan kemuliaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya karna DiaYang Maha Mulia”. Kali lain manusia diingatkan pula bahwa Dia “Yang Maha Membangkitkan Semula” akan membangkitkan orang mati dari kuburnya serta meberi kehidupan yang baru lagi pada hari akhirat nanti. Dan DiaYang Maha Menyaksikan”,mengetahui mana mana hamba yang nasibnya baik dan buruk serta mengetahui orang orang yang bener bener baik selam hidup di dunia. Ketika manusia mengelak Allah membantahnya nbahwa Allah tahu apa yang mereka perbuat di dunia, sehingga argumennya ditolak dan Allahlah yang benar karana Dialah “Yang Maha Benar”, serta “Yang Maha Pentadbir”. Manusia pun tidak bisa berbuat apa-apa karna ia takut pada-Nya karna Dialah “Yang Maha Kuat, Yang Maha Teguh, dan “Yang Maha Melindungi”. Oleh karna itu manusia dienjurkan untuk terus menerus berdoa dengan Asmaul Husna
[c]. Bait Ketiga
Dialah Allah Yang Maha Terpuji, Patut dipuja dan dipuji. Segala puja dan puji adalah Milik-Nya jua. Dengan Ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu, Dia menghitung dan memelihara segala ada, baik yang besar maupun yang kecil sekali pun, hingga tiada suatu pun yang luput dari Perhitungan dan Pemeliharaan-Nya. Karna Dia Yang Maha Penghitung”, dengan demikian manusia dapat menyadari bahwa Dialah “Yang Maha Pencipta dari Asal”, Yang menjadikan segala sesuatu dari tiada. Segala apa yang diambil oleh Tuhan dapat dikembalikan-Nya. Karna Dialah “Yang Maha Mengembali dan Memulihkan”. Manusia pun tidak bisa mengelak bahwa kematian itu hal yang pasti danm tidak bisa dihindari oleh seorang pun karana Dialah Yang Maha Menghidupkan”, dan “Yang Mematikan”, bagi hamba yanag telah ditentukan ajalnya. Namun ketahuilah Allah tidak pernah mati dan tidak akan mati serta mustahil akli mati karna Dia “ Yang Senantiasa Hidup, Yang Hidup serta Berdiri Sendiri”, tidak membutuhkan bantuan siapapun untuk mengurus alam ini. Yang Maha Kaya dengan Penemuan dan dapat melaksanakan segala sesuatu yang dikehendaki. Ia memberi bentuk badani kepada segala sesuatu yang terdapat di dunia ini. Karna Dia Yang Maha Penemu,” . Dengan demikian, manusia dianjurkan untuk berdoa karna Dialah Yang Maha Mulia”, Yang Mempunyai Kemuliaan dan Maha Tinggi dari segala Kekurangan. Satu-satunya Ada yang patut diagungkan. Dan pada akhir bait ini Allah menegaskan kepada manusia bahwa Yang Maha Esa. Yang Maha Tunggal, tanpa salinan, (maksudnya tidak ditinjau dari sudut urutan angka matematika, tetapi sebagai "Ia Yang tidak diserupai oleh sesama satu pun. Karna DialahYang Maha Esa”.
3)      Teks Akhir
[a].   Bait Pertama
Kalau pada akhir bait ketiga dari bagian dua di atas Allah menkankan agar manusia tidak bisa menduga kalau kalimat ahad itu satu yang berarrti ada yang dua, tidak, akan tetapi tuggal dan tidak ada yang lainnya. Maka di sisni yang menjadi tujuan segala makhluk dan tempat meminta sesuatu yang menjadi kebutuhan mereka. Atau Segenap Makhluk menyeru-Nya dalam kekurangan, dan Dia, yang bebas dari segala kebutuhan, menyediakan kebutuhan mereka karna Dialah “Dialah Allah Yang Tunggal”, dan Dialah “Yang Menjadi Tumpuan,” manusia dalam segala hal baik suka dan duka agar dikembalikan kepada Allah dan selallu berdoa dengan Asmaul Husna-nya. Bila manusia tidak sanggup, maka Dialah Yang Maha Berupaya”, Yang sanggup melaksanakan semua hal yang dikehendaki. Tuhan Maha Kuasa. (Sezarah dari segala Sifat Nama ini terwujud pada laut lepas, ilmu Ilahi, dan bidang keuangan.) dan Dialah “Yang Maha Berkuasa”, Satu hal yang manusia perlu ketahui bahwa Allah bisa saja mempercepat dengan izizn-Nya pada satu perkara dengan perkara yang lain, karna Dialah “Yang Maha Menyegera dan sebaliknya bisa saja diperlambat dengan izin-nya karna Dia Yang Maha Penangguh” Oleh karna itu Allah tidak henti hentinya mengaskan kepada manusia bahwa tidak ada sesuatu pun yang mendahului wujudnya Tuhan selain Dia sendiri karna Dia Yang Pertama”, juga tidak ada yang berakhir selaindiriny sendiri karna Dialha Yang Akhir”. Kedua istilah ini Allah menegaskan kepada manusia agar mengetahui bahwa Dialah yang pertama dan Dialah yang akhir, dengan demikian manusia tetp dianjurkan untuk mepergunakan asmaul Husna ini disetiap doanya agar apa yang dihajatkan cepet tercapai. Disamping itu Allah menegaskan bahwa Dialah Yang Zahir” Yang Lahir-Yang dapat dilihat kekuasaan-Nya. Segala sesuatu yang ada di luar. Dan Dialah Yang Batin”, serta  Dialah “Yang Wali / Yang Memerintah”. Dengan demikian manusia dituntut untuk berdoa dengan Asmaul Husna ini dimanapun berada.
 [b]. Bait Kedua
Sekali lagi di sini Allah telah menegaskan kepada hamba-Nya bahwa Dialah Yang Maha Tinggi serta Mulia” dengan demikia, tiada lagi jalan manusia untuk menyombongkan dirinya, da memang Allahlah yang paling brerhak untuk itu. Dan ketahuilah bahwa segala apa yang ada dari manusia baik dalam bentuk baik maupun buruk semua datangnya dari Allah. Dengan demikian manusia selalu dituntut untuk selallu berbuat kebajikan dalam keadaan apapun dan dimanapun. Saling tolong menolong, memaafkan dall. Ingatlah Dialaha Yang banyak membuat kebajikan yang selalu menebarkan kebaikan pada hamba-Nya. Dan bila hamba-Nya berbuat salah maka Allah selalu terbuka ampunana-Nya serta terbuka jalan taubat-Nya dan Ia menerima segala taubat manusia karna Dialah Yang Menerima TaubatAkan tetapi Dialah juga yang selalu memperhitungkan segala prilaku manusia dengan demikian bila manusia terus berbuat jahat maka Dialah “Yang Menghukum Yang Bersalah”, namun bila manusia meminta maaf dan ampun , maka Dialaha “Yang Maha Pengampun”, dan ingatlah Dialah “Yang Maha Pengasih serta Penyayang”. Manusia diberikan akal untuk mengelola alam semesta , memberikan kemampuan untuk menjadi pemipin serta di dunia, namun semua itu akan musnah karna Dialah “ Pemilik Kedaulatan Yang Kekal”. Oleh karna itu di sini manusia terus dituntut untuk selalu berdoa dengan Asma’-Nya karna Dialah “Yang Mempunyai Kebesaran dan Kemuliaan”,serta “Yang Maha Saksama, Yang Maha Pengumpul” danYang Maha Kaya Dan Lengkap”.
[c]. Bait ke Tiga
“Dialah Allah Yang Maha Mengkayakan dan Memakmurkan” kelebihan membaca kalimat ini adalah, diantaranya Orang yang berdzikir dengan Asma Allah ini sebanyak 1.000 kali tiap hari, niscaya Allah akan menjadikannya kaya – raya. Barang siapa yang membaca salawat 11 kali sebelum dan sesudah membaca Asma Allah ini sebanyak 1.111 kali, ia akan dikaruniai kekayaan ruhani dan materi. Membacanya hendaknya dilakukan setelah sholat fajar atau sholat isya. Tetapi Surat Muzzammil juga harus dibaca bersama Asma Allah ini. Kemudian Allah menegaskan bahwa Dialah “Yang Maha Pencegah Barang siapa memperbanyak dzikir dengan Asma Allah ini, niscaya segala permintaannya akan dikabulkan oleh Allah dan ditolak-Nya kejahatan darinya. Membaca Asma Allah ini sebanyak 161 kali pada pagi dan sore hari membantu menghilangkan penyakit dan rasa takut. Jika sepasang suami istri merasa kehilangan rasa cinta diantara mereka, membaca Asma Allah ini secara perlahan ditempat tidur akan menghidupkan kembali cinta di antara keduanya. Kemudian Allah menyebutkan bahwa Dialah Yang Mendatangkan Mudharat” Barang siapa yang membaca Asma Allah ini 100 kali pada malam jumat, ia akan diselamatkan bencana jasmani dan ruhani. Kemudian Allah menyebutkan bahwa Dialah Yang Memberi Manfaat kelebihan membaca kalimat ini adalah Barang siapa yang menaiki kapal atau menaikan barangnya di kapal, hendaknya membaca Asma Allah ini sebanyak – banyaknya. Insya Allah ia akan diselamatkan dari semua bahaya. Kemudian Allahlah Cahaya Kelebihan membaca kalimat ini adalah  Barang siapa yang membaca Asma Allah ini 1.001 kali setelah membaca Surat An-Nur, hatinya akan disinari dengan nur dan cahaya Allah. Yang Memimpin dan Memberi Pertunjuk” Kelebihan beroda dengan kalimat ini adalah Barang siapa yang mengangkat kedua tangannya (sebagaimana ketika berdoa) sambil memandang ke langit dan membaca Asma Allah ini beberapa kali kemudian menyapukan kedua tangannya di wajah (sebagaimana selesai berdoa), Allah akan mengaruniakan kepadanya hidayah yang sempurna, dan akan memasukkannya dalam golongan orang – orang yang taat dan shalih, “Yang Maha Pencipta Yang Tiada BandinganNyakelebihan beroda dengan kalimat ini adalah Jika seseorang sedang mengalami duka cita, hendaknya ia membaca Asma Allah ini 1.000 kali, maka Allah akan mengeluarkannya dari penderitaan tersebut. “Maha Kekal” selanjutnya bila manusia berdoa dengan kalimat ini Orang yang ingin diselamatkan dari kebingungan, kebimbangan dan gangguan hendaknya membaca Asma Allah ini 1.000 kali antara Maghrib dan Isya. Intinya bahwa semua jumlah nama nama indah tersebut memiliki kelebihan yang manusia tidak mengetahuinya secara pasti. Ini hanyalah pengetahuan yang terbatas. Yang Maha Mewarisi Selanjutnya bila manusia berdoa dengan kalimat ini, pasangan yang mempunyai kesulitan memiliki anak akan mengandung jika mereka sesering mungkin membaca Rabbi laa tadzarnii fardan wa anta khayr al-waaritsiin (“Ya Allah, janganlah Engkau biarkan diriku hidup tanpa keturunan sedangkan Engkau adalah ahli waris yang paling baik” [Al – Anbiya’ : 89] )  untuk itu manusia tersu dituntut untuk menjadikannya sebagai doa baik dalam siang dan malanya, dan bersabarlah atas segala hal yang ada di dunia ini, inilah anjuran Allah swt karna Dialah Yang Memimpin Kepada Kebenaran dan Yang Maha Penyabar / Sabar”.
c)      Relevansi Makna Teks Asmaul Husna Dalam Masyarakat Kotemporer.
            Teks Asmaul Husna ini merupakan teks yang memiliki kelebihan yang luar biasa, disamping ia adalah kalam Ilahi yang dimana manusia sulit menjangkaunya melainkan dengan melakukan usaha yang kuat. Asmaul Husna bagi kehidupan modern ini sangtlah penting karna ia merupakan senjata bagi orang mukmin dalam menghadipi segala problem kehidupannya. Asmaul Husna ini mencerminkan akhlak akhlak yang harus dimiliki manusia dlaam berkehidupan semisal memaafkan, menolong, dll . Oleh sebab itu kandungan teks dalam kalimat ini mempunyai pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat, dan pesan-pesan tersebut berupa nilai-nilai, relegius, sosial dan nasehat.
F.     HUBUNGAN TANDA DENGAN ACUAN
  1. Hubungan Icon
Berbicara mengenai hubungan tanda dengan acuan di atas, yang dimaksud penulis di sini adalah bukan dalam arti menyamakan Allah dengan manusia itu sendiri. Di sini misalnya dalam menemukan hubungan Asmaul Husna dengan kehidupan manusia. Akan tetapi yang dimaksud adalah antar titik Asmaul Husna dengan manusia memiliki hubungan icon yang harus dimiliki sebagai media intraksi sesame manusia di muka bumi ini. MIsalnya ar-Rohman, hubungan iconnya dengan manusia adalah manusia harus memiliki sikap kasih sayang yang harus dipersembahkan untuk manusia terutama dalam berprilaku. Begitu juga al-‘Afuwwu, manusia dituntut untuk memiliki sikap atau sifat pemaaf ketika ssaudaranya ada kesalahn padanya. Al-Qawiy misalnya, manusia harus tegar dalam menghadapi setiap permasalahan yang dihadapi. Begitu selanjutnya, intinya hubungan icon ini dimaksudkan bukan menyamakan dalam konteks kepemilikan , karna Allahlah yang memilik semua itu, dan manusia hanya diberikan sedikit saja dan Allah secara langsung memmebri contoh etika dan prilaku yang harus dimiliki manusia.
  1. Hubungan Indeks
Manuisa dalam kehidupannya memiliki beberapa sikap dasar yang hal dijadikan sebagai landasan dalam berkehidupan. Misalnya dalam eksistensi Estetis, etis dan religious. Ada beberapa prototype manusia sebagai corak dasar yang membawa mereka pada kehidupan estetis yakni sifat naluri yang terbagi menjadi dua hal; kapasitasnya sebagai makhluk rohani yang mengacu pada kemampuan rasio dan keasadaran dan kapasitas menjadi makhluk sensual yang merujuk pada keinginan naluriah dan perasaan. Paktor dominan manusia estetis adalah paktor kedua dimana ia hanya memenuhi keinginan diri sendiri tampa terikat oleh kaidah kaidah moral yang menurutnya ia hanya sebagai penghalang dalam kehidupan. Manusia estetis tenggelam dalam kenikmatan hawa nafsu serta cenderung menyerah pada dorongan dari dalam diri sendiri untuk mengejar segala kesenangan sensual dan juga berusaha menghindari segala bentuk penderitaan dan berusah mencari segala puspawara keni’matan itu dalam berbagai cara[27].  Oleh karna itu manusia dituntut untuk selalu ingat pada Allah yang menciptakanya agar kehidupanhya tidak terjerat dalam kenikmatan semata.
Manusia diberi kemampuan dasar oleh Allah yang harus dimamfaatkan secara benar. Kemampuan dasar itu terhitung dari fitrah yang dimiliki, kemudian dilengkapi dengan panca indra, akal, hati serta fikiran. Ini adalah alat perjuangan yang harus digunakan manusia dlam berkehidupan. Dengan demikian hubungan indeks Asmaul Husna dengan manusia itu sendiri terjaga secara utuh dan berkesinambungan.
  1. Hubungan Convensional
Dalam hal ini mungkin lebih dititik beratkan dalam sikap hidup yang harus dilalui manusia. Dimana manusia sebagai makhluk hidup yang saling membutuhkan antar sesame, dan hal itu sudah menjadi suatu keharusan.  Intinya bahwa antar sesame manusia harus memiliki jiwa jiwa yang terkandung dalam asmaul husna tersebut. Dimana Allah telah menguraikan nama nama indah-Nya bukan semata mata untuk memperkenalkan diri bahwa Dia adalah Maha Kuasa semata. Akan tetapi ada nilai sosialnya, yakni manusia berupaya meneladani akhlak akhlak yang dimiliki Allah untuk dijadikan sifat serta prilaku antara sesame makhluk didunia ini. Sekali lagi untuk diteladani, karna Allah walaupun tidak member tahu akan kekuasaa-Nya Dia memang sudah berkuasa dan Dialah satu satunya Yang Maha Kuasa. Untuk itu manusia ahnya bertugas meneladani apa apa yang terkandung dalam Asmaul Husna tadi.



G.    EPILOG
Adanya varian versi riwayat, menunjukkan bahwa jumlah nama nama Allah tidaklah tentu. Disamping informasi dari hadith riwayat Turmuzi oleh Abu Hurairah bukanlah penjelasan mengenai jumlah, melainkan bentuk laporan dari sekian nama nama indah yang dimiliki Allah. Disamping itu juga keterangan dari sejumlah perawi memiliki perbedaan mengenai bilangan mulai dari 99, 114, 117, 127,  130, 132, 200, bahkan sampai 1000. Dasar inilah yang memberitahukan pada kita bahwa 99 nama yang sudah menjadi mainstriam itu bisa kita pertimbangkan lagi dalam konteks menetapkan nama nama Indanh bagi Allah.
            Kemudian dalil dali yang digunakan sebagaian yang menganggap 99 sebagai nama Allah terdapat permasalahn status serta ada sisipan matan yang berasal dari perawi sendiri. Pun ayat ayat al-Quran dari ketiga surat itu [al-A’raf.7:180], [al-Isra’17:110], [al-Hasyr.59:24], bukanlah menjelaskan istilah atau nama nama yang indah itu secara keseluruhan , melainkan lebih mengarah pada pemeberitaan bahwa Allah memiliki nama nama indah dan hanya Dialah yang memilikinya dan tidak ada satupun yang sebanding dengan-Nya. Dan yang lebih mendalam lagi pada anjuran atau suruhan Tuhan agar mempergunakan nama nama tersebut sebagai alat untuk berdoa. Akan tetapi dari berbagai alibi ini, tidaklah, membuat kita sebagai alasan untuk menolak nama nama indah tersebut. Oleh karna itu kita harus mengimaninya serta mengamalkan sebagaiman anjuran Tuhan dalam al-Quran-Nya dan yang lebih penting lagi bagaiman kita memuliakn nama nama tersebut dengan tidak membandingkan nya secara sejajar dengan apa yang disandang makhluk.
Jelasnya bahwa barang siapa yan menjaganya serta menghafalnya dalam arti yang seluas luasnya pasti akan masuk surga dengan izin-Nya. Dan sudah barang tentu hal hal yang menyangkut ketuhanan akan memberi dampak fositif bagi kelangsungan hidup manusia.






H.    DAFTAR PUSTAKA
  1. al-Qattan, Manna Khalil Mabahitusn fi ‘ulumil Quran, (Riyad:Mansyurat al-Atsrul Hadits, 1973)
  2. al-Azhìm, Abdullah Darraz, An-Naba’ (Mesir: Dar al-‘Urubah, 1960)
  3. al-Hasani, Muhammad bin ‘Alwi Maliky al-Zubdah al-Itqàn fì ‘Ulum al-Qur’àn,(Cairo: Dar asy-Syuruq, 1983)
  4. Arkoun, Muhammad “Algeria” dalam Shireen T. Hunter (ed.), The politics of Islamic Revivalism, (Bloomington: Indiana University Press, 1988)
  5. as-Suyuti Jalaluddin Abdurrahma al-‘Itqan fi ‘Ulumil Quran (tt.p;Darut Turas)
  6. Az-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulumil Quran (tt.p:tt)
  7. Bukhari, Imam Shaih Bukhari, [Maktabah Syamilah]
  8. Hartoko Dick dan B Rahmanto, Pemandu di Dunia Sastra (Jogjakarta:Kanisus,1986)
  9. Kailani, Filsafat Bahasa:Masalah dan Perkembanganya (Yogyakarta: Paradigma, cet. III, 2002)
  10. ______Fisafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika (Yogyakarta: Paradigma, cet. I, 2009)
  11. Muslim, Imam Shahih Muslim, [Maktabah Syamilah]
  12. Nawawi, Imam Al-Azkarun Nawawi , [Maktabah Syamilah]
  13. Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest, Serba serbi Semitika, (Jakarta: PT. Gramedia,1992)
  14. Quthb, Sayyid Tashwìr al-Fanny fì al-Qur’àn(Al-Qahiroh: Dar al-Ma’arif, 1975)
  15. Sahlan , Moh. Teknis Analisis Tafsir (Yogyakarta:Teras,2005)
  16. Shihab Muhammad Qurais Tafsir al-Mishbah (Jakarta:Lentera Hati,cet.VI.2002)
  17. Taimiyah Ibnu Majmu’ Fatawa dalam Kitabul Iman, [Maktabah Syamilah]
  18. Zoest, Aart Van Semiotika, terj. Ani Soekowati, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung,1993)



[1] Pendapat ini didukung oleh Abu Ishaq Ibrahim an-Nizham dan para pengikutnya. Baca Manna Khalil al-Qattan, Mabahitusn fi ‘ulumil Quran, (Riyad:Mansyurat al-Atsrul Hadits, 1973),hlm.375. Jalaluddin Abdurrahma as-Suyuti al-‘Itqan fi ‘Ulumil Quran (tt.p;Darut Turas).II:6
[2] Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat mengenai benar tidaknya pada titik gaibnya, dengan alasan sebagai konsekuensinya-ayat yata yang tidak mengandung berita gaib berarti tidak mengandung mukjizat. Baca Az-Zarkasyi, al-Burhan fi ‘Ulumil Quran (tt.p:tt).II:95-96
[3] Ibid., hal. 83
[4] Sayyid Quthb, Tashwìr al-Fanny fì al-Qur’àn, (Al-Qahiroh: Dar al-Ma’arif, 1975), hal.17
[5] Moh. Sahlan , Teknis Analisis Tafsir (Yogyakarta:Teras,2005),hlm.76
[6] Semiotik dalam hal ini berarti “tanda” berasal dari bahasa Yunanai (Semion). Baca Hartoko Dick dan B Rahmanto, Pemandu di Dunia Sastra (Jogjakarta:Kanisus,1986),hlm. 131
                [7] Semiotika adalah ilmu tanda; istilah tersebut berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda dan proses yang berlaku bagi penggunaan tanda. Baca Aart Van Zoest, Semiotika, terj. Ani Soekowati, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung,1993), hlm. 1. Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. Pemandu di Dunia Sastra( Jogjakarta:Kanisus,1986),hlm.13
[8] Ibid., hal. 82
[9] Ibid.Komaruddin, , hal 85
[10] Muhammad bin ‘Alwi al-Maliky al-Hasani, Zubdah al-Itqàn fì ‘Ulum al-Qur’àn,(Cairo: Dar asy-Syuruq, 1983), hal. 149
[11] 12Abdullah Darraz, An-Naba’ al-Azhìm, (Mesir: Dar al-‘Urubah, 1960), hal. 111
[12] Muhammad Arkoun, “Algeria” dalam Shireen T. Hunter (ed.), The politics of Islamic Revivalism, (Bloomington: Indiana University Press, 1988), hal182-183
[13] HR.at-Tirmizi. Selain ini terdapat juga hadits hadits yang semakna. Baca Imam Bukhari, Shaih Bukhari, Imam Muslim, Shahih Muslim, Imam Nawawi, Al-Azkarun Nawawi dan sejumlah kitab Hadits lainya.
[14] Maksudnya: Nama-nama yang Agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[15] Lihat Ibnu Taimiyah Majmu’ Fatawa dalam Kitabul Iman, [Maktabah Syamilah].V:551
[16] kata Asma’ merupakan bentuk jama’ dari kata السُّمّ atau السِّمة yang berarti tinggi, tanda. Sedangkan kata Husna merupakan bentuk muannas/feminis dari kata Ahsan yang berarti baik. Penjelasan lebihh lengkap lihat Muhammad Qurais Shihab Tafsir al-Mishbah (Jakarta:Lentera Hati,cet.VI.2002), V:314
[17] Ibid...hlm.314
[18] Aart Van Zoest, Semiotika, terj. Ani Soekowati, (Jakarta: Yayasan Sumber Agung,1993), hal. 1
[19]  Kailani, Filsafat Bahasa :Semiotik dan Hermeneutika (Yogyakarta:Paradigma,cet.I,2009),hlm.162
[20] Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest, Serba serbi Semitika, (Jakarta: PT. Gramedia,1992), hal.7
[21]  Kailan, Filsafat Bahasa:Masalah & Perkembangannya (Yogyakarta:Paradigma,cet.III, 2002),hlm. 263
[22] Term àyah dalam bentuk tunggal terrulang tidak kurang dari 80 kali, sedangkan bentuk jamaknya (ayaat) ditemukan sebanyak 148 kali. Lihat, M.Quraish Shihab, Tafsìr al-Qur’àn…., hal. 261
                [23] Puji Santosa, Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. (Bandung:Angkasa, 1993),hlm.231
[24] Kailan, Filsafat Bahasa:Masalah dan Perkembanganya(Yogyakarta:PARADIGMA,cet.III. 2002), hlm. 236-237
[25] Ibid.... Puji Santosa, Ancangan...hlm.234
[26] Ibid....
[27] Bdk. J. Ohoitimur, “Aliran-aliran Utama Filsafat Barat Kontemporer” (ttp:Seminari Pineleng, 2003), hlm. 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar