Jumat, 21 Oktober 2011

The Hadith Naming the Ninety-Nine Names of Allah


A well known hadith concerning the names of Allah is the following: Abu Huraira reported that the Messenger of Allah, said, "Allah has ninety-nite names. He who 'ahsaha' [enumerates them, believes in them, ponders their meanings, worships Allah by them and supplicates with them, and acts by them according to one's belief in them] will enter Paradise. He is God other than whom there is no god, the Compassionate, the Merciful, the King, the Holy, the Source of Peace, the Preserver of Security..." The hadith continues to list ninety-nine names of Allah. This hadith was recorded by at-Tirmidhi and others. Ibn Majah also has recorded something similar to it. In English, it may be found in a number of works, including Mishkat al-Masabih.
This hadith is well-known among the scholars of hadith to be a weak hadith. Most of them consider the actual listing of the names as a later addition by one of the narrators of the hadith and some narrators mistakenly included it as part of the hadith. Among those scholars who reject this hadith as weak are at-Tirmidhi, al-Baihaqi, ibn Hazm, al-Dawudi, ibn Taymiya, ibn Katheer, ibn Hajr, al-Juwaini, ibn Baz, al-Albani, ibn Uthaimin and Abdul Qadir al-Arnaut.
However, it must be noted that there is an authentic hadith with the following wording, that does not include the listing of the names of Allah: Abu Huraira reported that the Messenger of Allah said, "Allah has ninety-nine names, one hundred less one. Whoever ahsaha will enter Paradise. (Recorded by al-Bukhari and Muslim)
A problem that results from the above hadith -- which seems to be the basis for the posters that are made of the ninety-nine names of Allah -- is that it contains some names which are not considered names of Allah. That is, ignoring this weak hadith, there is no authentic hadith or Quranic verse that offers evidence that those names are from the names of Allah. Since the names of Allah must be based on revelation from Allah (the Quran and Sunnah), if there is no authentic proof for specific names, they cannot be called one of the names of Allah. An example from the above hadith is the name al-Rasheed. There is no Quranic verse or authentic hadith that states this name. Hence, one cannot claim it as a name of Allah. Other commonly heard names that apparently are not from the names of Allah are al-Baqi, al-Sitaar and al-Naasir.
It should be noted that the hadith states that Allah has ninety-nine names, one hundred less one, is not meant to be all inclusive. That is, it does not mean that Allah has ninety-nine and only ninety-nine names. Indeed, in going through the Quran and authentic hadith of the Prophet (peace be upon him) many scholars have been able to discover more than ninety-nine names of Allah. Furthermore, many scholars have concluded that Allah has an infinite number of names. This opinion is based on the following hadith. The Prophet (peace be upon him) made the following supplication, "[O Allah], I ask you of you by every name that You have named yourself or that You have revealed in Your book or that You have taught any of Your creation or that You have kept hidden, in the unseen knowledge, with Yourself." (Recorded by Ahmad, According to al-Albani, it is sahih.)


KOMENTAR

  1. Judul artikel                : Problematika Hadits tentang 99 Nama Allah
  2. Sifat Komentar           : Tabyinah

  1. PENDAHULUAN

Sudah menjadi mainstriem bahwa, mengimani sifat sifat Allah merupakan konsekuensi logis terhadap iman pada diri seseorang. Dan salah satunya yang sudah terkenal adalah apa yang kita kenal dengan Asma’ul husna. Asmaul Husna yang merupakan nama nama Allah oleh sebagian Muslim diyakini bahwa Allah memiliki nama nama indah yang berjumlah 99. Mereka dalam hal ini yang meyakini serta menatapkan jumlah nama nama itu didasarkan pada hadis[1] serta isyarat isyarat dari al-Quran itu sendiri [al-A’raf.7:180][2]. Kemudian hitungan jumlah 99 nama itu dikutif dalam hadis yang sangat masyhur yakni hadith yang dirwayatkan oleh Abu Hurairah itu sendiri[3]
Penetapan ini oleh sebagian Ulama’ telah dilakukan dalam upaya menjaga serta memberikan pencerahan terhadap kerelijiusan seseorang dalam kontek pemuliaaan terhadap Allah swt. Hal ini dapat dilihat dari system pengumpulan nama nama yang dikutip dari al-Quran itu sendiri, bahkan telah dijadikan dalam bentuk syair[4]. Dalam pada itu disamping mengenalnya juga menghafalnya secara sungguh-sungguh, memahami maknanya kemudian berdoa dan beribadah kepada Allah dengannya  menjadi sebab penguat iman yang paling besar[5]. Bahkan, mengenal asma’ dan sifat Allah merupakan dasar iman yang kepadanya keimanan akan kembali. Karenanya, apabila seorang bertambah ma’rifahnya terhadap asma’ dan sifat Allah, niscaya imannya bertambah dan keyakinanya kuat. Disamping itu di negeri kita Indonesia sudah banyak beredar serta kemasan kemasan Asma’ul Husna dalam jumlah 99 nama itu baik berbentuk buku, artikel, majalah bahkan dilampirkan dalam Mushaf Usmani pda balik sampul.
Terkait dengan artikel “The Hadith Naming the Ninety-Nine Names of Allah” oleh Jamaal al-Din Zarabozo yang menyinggung permasalahan jumlah nama nama indah bagi Allah itu menjadi penting untuk dikomentari sekaligus menambahkan beberapa keterangan sebagai penjelas dari kesamaran ini. Maka pokus kajian kita adalah disini bukan pada titik kepemilikan Allah mengenai Asma’ul Husna, namun kejelasan mengenai penetapan jumlah dari nama nama indah itu sendiri. Hal ini dilakukan karna adanya perbedaan lafaz yang tercantum dalam matan hadith kemudian tidak terdapat pada hadith yang lain. Disamping itu status hadith yang mencantumkan nama nama indah secara holistik oleh ulama’ memandangnya sebagai hadith Ghorib dsb.
  1. PERMASALAHAN
Sebelum saya jelaskan permasalahn yang diangkat Jamaal al-Din Zarabozo dalam “The Hadith Naming the Ninety-Nine Names of Allah”, ada baiknya saya paparkan penjelasan kanonik mengenai Asma’ul Husna sehingga kita bisa memisahkan mana hal yang harus menjadi pegangan dalam aqidah serta mengetahui beberapa hal yang tidak boleh dimasukkan sebagai nama nama Allah menurut catatn Ulama’.
a.       Ma’na Asma’ul husna
Kalimat Asma’ul husna[6] terdiri dari dua kalimat yang berarti nama nama indah yang hanya dimiliki Allah dan harus dijunjung tinggi sebagai tanda hamba yang ‘Abdillah. Nama nama indah oleh Shihab menyebutnya superlathif ini merupakan satu hal yang super baik dan yang terbaik tampa ada perbandingan dengannya. Oleh karna itulah seseorang Muslim sangat dianjurkan untuk menjadikannya sebagai media doa dalam ruku’ sujudnya. Disamping itu Islam memperkenankan untuk menyadang dari beberapa nama untuk disandang oleh manusia dengan harapan lebih dekat dengan Tuhannya. Namun demikian tidak sama sandangan manusia denagn Allah. Dalam arti bahwa Allah tetep memiliki ketinggian yang tiada terbandingi.
b.      Penetapan kepemilikan Asma’ul Husna bagi Allah
Penetapan ulama’ atas kepemilikan nama nama indah bagi Allah ini terdapat kesepakatan dari semua kalangan. Hal ini didasrkan pada teks al-Quran bahwa Allahla yang hanya memiliki nama nama indah tersebut [al-Isra’.17:110][7] Terlebih lagi dalam [al-Hasyr.59:24][8] yang menggunakan hurup lam yang menunjuk pada kepemilikan, demikian  juga dalam [al-A’raf.7:180] menunjuk pengertian tekstual bahwa hanya Allahla yang memiliki nama nama indah itu dan manusia hanya dapat memahami serta dapat mengambil mafaat untuk digunakan sebagai media doa sebagaimana isyarat dari al-A’raf.7:180.
c.       Penetapan Jumlah Nama nama Indah Bagi Allah
إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدَةٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ [HR.Tirmizi]
Titik permasalahan dalam artikel ini adalah kekeliruan sebagian ulama’ yang menetapkan 99 nama Allah yang pada saat yang sama tidak dijelaskan dalam al-Quran secara eksplisit. Menurut Zarabozo bila hendak menetapkan nama nama indah bagi Allah haruslah berdasarkan wahyu yang otentik sehingga kita bisa tahu secara jelas mana nama yang tercantum dalam al-Quran kemudian kita menetapkannya dan mana nama yang tidak disebut sehingga kita tidak memasukkanny asebagai nama nama yang dimiliki Allah. Sambung Zarabozo lagi-bahwa kenyataanya para serjanawan telah banyak menemukan nama nama indah itu lebih dari 99 atau seratus kurang satu serta hadis yang mencantumkan 99 nama bagi Allah itu merupakan sisipan sehinga setatus hadith tersebut Ghorib. Kenyataan juga bahwa ada beberapa nama yang sudah ditetapkan itu terdapat pula nama yang berbeda dari hadits yang lain.
Menindak lanjuti dari arrtikel kanonik ini sya berpendapat bahwa apa yang diuraikan Zarabozo ini memiliki unsur kebenaran, hanya sanya zarabozo tidak menjelaskan lebih jelas lagi serta mencantumkan mana nama-nama yang bukan termasuk Asma’ul husna dengan yang tidak. Oleh karna itu komentar saya ingin memperjelas dari apa yang diuraikan Zarabozo ini.
Jelasnya bahwa Allah dalam konteks penetapan 99 nama, belum bisa dipegang sebagai suatu ketetapan. Pasalnya kita banyak menemukan informasi nama-nama yang berbeda serta ketidak terbatasan nama tersebut sebagaiman yang Nabi gunakan berdoa dalam beberapa kesempatan[HR.Tirmizi][9] pun dalam [HR.Ahmad][10]. Ini berarti bahwa Allah memiliki lebih dari 99 itu bahkan kita tidak dapat mengetahuinya secara pasti bilangan tersebut. Kalupun misalnya Tirmizi menshohehkannya namun menurut pengamatan Ulama’ hal itu bertentangan dengan hadith yang lebih kuat. Disamping itu Ulama’ juga memaparkan beberapa nama yang tidak tercantum dari 99 nama yang kemudian ditetapkan sebagai bagian dari Asma’ul Husna seperti misalnya al-maulaa, an-Naashir, al-Ghaalibb, ar-Rab, an-Nashiir,syadiidul ‘iqoob, qoobilut taub, goofirudz dzanb, muulijullail finnahar wa muulijulnnahar fillail, mukhrijul hayya minal mayyit wa mukhrijul myyita minal hayyi, Allah[11], al-Jamil[12], al-Witr[13]. Pun juga oleh Shihab mengataka bahwa pada hadits lain juga ditemukan  nama nam : assayyid, addayyaan, alhannaan, almannaan, dll[14]
Dalam pada itu dari penetapan 99 nama nama indah bagi Allah sebagaimana dalam du riwayat, terdapat perbedaan juga dari kalangan Ulama misalnya Ibn Majah meriwaytkan dengan jumlah 114 nama, Imam Tabrani meriwayatkan 130 nama pun al-Qurtubi dalam tafsirnya menetapkan hanya sampai 117 nama saja[15]. Selain itu lanjut Shihab- para Ulama’ yang merujuk al-Quran meiliki hitungan yg berbeda tentang bilangan asmaulhusna tadi. At-tabttoba’I misalny amenyatakan sebanyak 127, ini tulisannya belum lagi dilengkapi dengan hadis hadis yg jug amenguraikan  nama nama tersebut. Ibn Barjam al-andalus [w.536 H] dalam karyanya Syarhul Asma’ul Husna menghimpun 132 nama popular yg menurutny trmasuk dalam asmaul husna. Al-qurtubi dalam tafsirnya menghimpun dalam bukunya al-kitabul Asna’ fi Syarhil Asma’il Husna nama nama Tuhan yg dspakati dan dprselishkan keseluruhannya berjumlah 200 nama. Bahkan Abu Bakar ibn Arabiy ulamak malikiyah menyebutkan bahwa sebagian ulamk telah menghimpun nama namaTuhan dari al-Quran dan sunnah sebanyak 1000 nama. Seperti mutimmu nurihi,kahirul waritsin, khairul makirin dll.
Dengan demikian kita bisa menyimpulkan bahwa 99 nama bagi Allah belumlah bisa kita tetapkan hanya sanya itu merupakan bagian dari sekian yang tak terhingga nama nama Allah itu. Disamping itu kita jug amengetahui perbedaan ini terjadi sebagaimana Baihaqi katak-karna adanya campur tangan perawi dari pendapatnya sendiri baik dalam penambahan maupun pengurangan. Dengan demikian kita agak kesulitan memetakan mana sebenarnya nama yang merupakan bagian dari nama nama indah sesuai dengan ragam informasi baik dari al-Quran dan Hadith. Demi kelengkapan argumen berikut ini kami paparkan sejumlah komeentar Ulama’ mengenai 99 dari cantuman dua riwayat hadith tersebut serta saya akan melampirkan sejumlah Asma’ul Husna dalam varian versi.
d.      Tanggapan Ulama’ mengenai Hadith the Ninety-Nine Names of Allah
o   Ibn Taimiyyah : “Hadith The Nineety-Nine Names of Allah adalah tidak shohih serta para Ulama’ sepakat bahwa penta’tinan satu persatu nama nama indah itu bukanlah hadith Nabi”[16]
o   Al-Hafidz Ibn Hajar : “beliau mengatakan bahwa At Tirmidzi, Ibnu Hibban telah membawakan riwayat tentang nama-nama tersebut namun sebenarnya nama-nama tersebut statusnya adalah mudrodz/sisipan dari perawi dan bukan sabda Nabi saw”.[17]
o   Abul Wafa’ Muhammad Darwis : “Nama-nama Allah Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam jumlah banyak, diantaranya ada yang Allah turunkan dalam kitabNya, ada yang Allah ajarkan kepada NabiNya Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam , ada yang Allah simpan dalam ilmuNya saja karena akal manusia tidaklah mampu mengetahui maknanya, kemuliannya”[18]
o   An-Nawawi rahimahullah berkata: “Para ‘ulama sepakat bahwa hadits ini bukanlah pembatasan terhadap nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bukanlah pembatasan bahwasanya tidak ada nama Allah Azza wa Jalla selain yang 99 nama tersebut. Sesungguhnya maksud hadits ini hanyalah nama Allah I itu ada 99 yang barang siapa mengahshonya”[19]
o   Al-Qadhi Abu Bakar Ibn al-'Araabi berkata: “Kami tidak tahu apakah penjelasan dari nama-nama (misalnya 99 nama) yang dalam hadits atau dari perkataan perawi”.
o   Menurut pengamat Ulama’ bahwa : Di dalamnya adalah nama-nama yang menyimpang dari aturan, dan (ada nama) ditemukan di du `a dari Nabi misalnya, Ya Hannaan, Ya Mannaan;. Dan tidak salah satunya adalah dalam hadits At-Tirmidzi
o   Al-Mahfuz mengatakan dari Abu Ayyub dan Hisyam, "(tentang hadits ini) itu adalah tanpa daftar (nama)." .Dan lain-lain.
e.       Beberapa contoh Asma’ul husna dari bberapa keterangan
Merujuk pada ulasan di atas kali ini kami akan paparkan beberapa sumber yang berbeda mengenai penetapan nama nama indah serta jumlahnya. Hal ini di dasarkan atas do’a Nabi dengan menyebut kalimat “Aku memohon kepada-Mu dgn tiap nama yg Engkau miliki Engkau menamakannya utk diri-Mu atau nama yg telah Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau yg telah Engkau ajarkan kepada seorang diantara makhluk-Mu atau yg Engkau punyai dalam ilmu ghaib disisi-Mu”, dan itu berarti tidak ada ketentuan pasti baik dalam al-Quran maupun Hadith mengenai jumlah names of Allah itu.
a)      Asma’ul Husna dalam pandangan al-Bukhari dan at-Tirmizi sejumlah 99
“ar-Rohman, ar-Rohim, al-Malik, al-Quddus,as-Salam, al-Mukmin, al-Muhaimin, al-Aziz Maha, al-Jabbar, al-Mutakabbir, al-Khaliq, al-Mushawwir, al-Ghaffar, al-Qahir, al-Wahhab, ar-Razzaq al-Fattah, al-Alim, al-Qabidh, al-Basith, al-Khafidh, ar-Rafi’, al-Mu’iz, al-Muzil, as-Sami’, al-Bashir, al-Hakam, al-Adlu, al-Latif, al-Khabir, al-Halim, al-Azhim, al-Ghafur, as-Syakur, al-Aliyya, al-Kabir, al-Hafizh, al-Muqith, al-Hasib, al-Jalil, al-Karim, al-Raqib, al-Mujib, al-Wasi’, al-Hakim, al-Wadud, al-Majid,  al-Ba’its, as-Syahid, al-Haq, al-Wakil, al-Qawiyyu, al-Matin, al-Waliyyu, al-Hamid, al-Muhshi, al-Mubdi’u, al-Mu’id, al-Muhyi, al-Mumit, al-Hayyu, al-Qayyim, al-Wajid, al-Maajid, al-Wahid, al-Ahad, as-Shamad, al-Qadir, al-Muqtadir, al-Muqaddim, al-Muakhir, al-Awwal, al-Akhir az-Zhahir, al-Bathin ,al-Wali, al-Muta’alli, al-Barr, at-Tawwabu, al-Muna’am, al-Muntiqam, al-Afuwwu, ar-Ra’uf, al-Malikul-Muluk,  Zul Jalali Wal Ikram, al-Muqsith, al-Jami’, al-Ghani, al-Mughni, al-Mani, ad-Dharr, an-Nafi’, an-Nur, al-Hadi, al-Badi, al-Baqi, al-Warits, ar-Rasyid, as-Shabur”
b)      Nama tambahan dan urutan Asma’ul Husna menurut Ibn Majah dari al-Araj sejumlah 15
“al-Bari’, al-Rasyid, al-Burhan, as-Syadid, al-Waqi, al-Qaim, al-Hafiz, an-Nazhir, as-Sami’, al-Mu’thi, al-Abad, al-Munir, at-Taam, al-Qadim, al-Witru”
c)      Sedangkan menurut at-Tabrani sebanyak 31
“ar-Raab, al-Ilah, al-Hanan, al-Manan, Maha, al-Bari’, al-Qaimul, Fard, al-Qadir, al-Farad, al-Mughits, ad-Da’im, al-Hamid, al-Jamil, as-Shadiq, al-Muwalli, an-Nashir, al-Qadim, al-Witru, al-Fathir, al-Allam, al-Malik, al-Ikram, al-Mudabbir, al-Maalik, as-Syakur, ar-Rafi’, Zul Thawil, Zul Ma’arij, Zul Fadhlil Khalaq, al-Mun’im, al-Mutafadhal, as-Sari’”
Dengan demikian kita sudah bisa lacak bahwa penetapan atau penta’yinan nama nama indah Allah tidak terbatas dan tak terhingga. Karna bila kita hendak menetukan sesuatu haruslah berdasarkan wahyu yang eksplisit meengenai rincian nama nama tersebut.

3.     KESIMPULAN
Adanya varian versi riwayat, menunjukkan bahwa jumlah nama nama Allah tidaklah tentu. Disamping informasi dari hadith riwayat Turmuzi oleh Abu Hurairah bukanlah penjelasan mengenai jumlah, melainkan bentuk laporan dari sekian nama nama indah yang dimiliki Allah. Disamping itu juga keterangan dari sejumlah perawi memiliki perbedaan mengenai bilangan mulai dari 99, 114, 117, 127,  130, 132, 200, bahkan sampai 1000. Dasar inilah yang memberitahukan pada kita bahwa 99 nama yang sudah menjadi mainstriam itu bisa kita pertimbangkan lagi dalam konteks menetapkan nama nama Indanh bagi Allah.
            Kemudian dalil dali yang digunakan sebagaian yang menganggap 99 sebagai nama Allah terdapat permasalahn status serta ada sisipan matan yang berasal dari perawi sendiri. Pun ayat ayat al-Quran dari ketiga surat itu [al-A’raf.7:180], [al-Isra’17:110], [al-Hasyr.59:24], bukanlah menjelaskan istilah atau nama nama yang indah itu secara keseluruhan , melainkan lebih mengarah pada pemeberitaan bahwa Allah memiliki nama nama indah dan hanya Dialah yang memilikinya dan tidak ada satupun yang sebanding dengan-Nya. Dan yang lebih mendalam lagi pada anjuran atau suruhan Tuhan agar mempergunakan nama nama tersebut sebagai alat untuk berdoa.
            Akan tetapi dari berbagai alibi ini, tidaklah, membuat kita sebagai alasan untuk menolak nama nama indah tersebut. Karna saya sekali lagi bukan menolak, namaun menyambung dari apa yang ditulis Zarabozo dalam artikelnya serta menjelaskan lebih detail mengenai jumlah dan status hadith yang digunakan sebagai dalil penetapan 99 nama Allah. Oleh karna itu kita harus mengimaninya serta mengamalkan sebagaiman anjuran Tuhan dalam al-Quran-Nya dan yang lebih penting lagi bagaiman kita memuliakn nama nama tersebut dengan tidak membandingkan nya secara sejajar dengan apa yang disandang makhluk.
Jelasnya bahwa barang siapa yan menjaganya serta menghafalnya dalam arti yang seluas luasnya pasti akan masuk surga dengan izin-Nya. Dan sudah barang tentu hal hal yang menyangkut ketuhanan akan memberi dampak fositif bagi kelangsungan hidup manusia.
Wallahu A’lam..
  1. RUJUKAN
  1. Al-Quran dan Terjemahan [al-Quran Digital]
  2. Al-Albani  Shohih wa Dhoif Sunan At Tirmidzi (Riyadh:Maktabah Ma’arifah,cet.I)
  3. Halaq Muhammmad Shubhi Hasan dalam tahqiq Beliau tentang Subulus Salam Al Maushul ila Bulughil Marom (Riyadh:Dar Ibnul Jauzy,cet.II.)VII
  4. Musnad Ahmad [Lidwa Hadith Books]
  5. Nawaiy, Imam al-Adzkar (Surabaya:al-hidayah,cet.IV.1955)
  6. Qoyyim, Ibnul An-Nuniyah dan Asy-Syaikh Husain bin ‘Ali Alu Asy-Syaikh [Maktabah Syamila]
  7. Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim, IX:39 [Maktabah Syamilah]
  8. Sunan at-Tirmizi [Lidwa Hadith Books]
  9. Sunaan Ibn Majah [Lidwa Hadith Books]
  10. Shihab Muhammad, Qurais Tafsir al-Mishbah (Jakarta:Lentera Hati,cet.VI.2002)V
  11. Shohih Bukhari [Lidwa Hadith Books]
  12. Shohi Muslim [Lidwa Hadith Books]
  13. Taimiyyah, Ibn Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah [Maktabah Syamilah]
  14. Wahhab, Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin abdul Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam Terj.Dja’far Soedjarwo(Surabaya:al-Ikhlas)



[1]. إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّ[HR.Bukhari Muslim]
[2]. وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
[3]. إِنَّ لِلَّهِ تَعَالَى تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً غَيْرَ وَاحِدَةٍ مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ هُوَ اللَّهُ الَّذِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ الْمَلِكُ الْقُدُّوسُ السَّلاَمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ الْغَفَّارُ الْقَهَّارُ الْوَهَّابُ الرَّزَّاقُ الْفَتَّاحُ الْعَلِيمُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الْخَافِضُ الرَّافِعُ الْمُعِزُّ الْمُذِلُّ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ الْحَكَمُ الْعَدْلُ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ الْحَلِيمُ الْعَظِيمُ الْغَفُورُ الشَّكُورُ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ الْحَفِيظُ الْمُقِيتُ الْحَسِيبُ الْجَلِيلُ الْكَرِيمُ الرَّقِيبُ الْمُجِيبُ الْوَاسِعُ الْحَكِيمُ الْوَدُودُ الْمَجِيدُ الْبَاعِثُ الشَّهِيدُ الْحَقُّ الْوَكِيلُ الْقَوِىُّ الْمَتِينُ الْوَلِىُّ الْحَمِيدُ الْمُحْصِى الْمُبْدِئُ الْمُعِيدُ الْمُحْيِى الْمُمِيتُ الْحَىُّ الْقَيُّومُ الْوَاجِدُ الْمَاجِدُ الْوَاحِدُ الصَّمَدُ الْقَادِرُ الْمُقْتَدِرُ الْمُقَدِّمُ الْمُؤَخِّرُ الأَوَّلُ الآخِرُ الظَّاهِرُ الْبَاطِنُ الْوَالِى الْمُتَعَالِى الْبَرُّ التَّوَّابُ الْمُنْتَقِمُ الْعَفُوُّ الرَّءُوفُ مَالِكُ الْمُلْكِ ذُو الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ الْمُقْسِطُ الْجَامِعُ الْغَنِىُّ الْمُغْنِى الْمَانِعُ الضَّارُّ النَّافِعُ النُّورُ الْهَادِى الْبَدِيعُ الْبَاقِى الْوَارِثُ الرَّشِيدُ الصَّبُورُ [HR.Tirmizi]. Lihat Syeikh Al-Albani Shohih wa Dhoif Sunan At Tirmidzi (Riyadh:Maktabah Ma’arifah,cet.I),hlm.796. Imam Nawaiy al-Adzkar (Surabaya:al-hidayah,cet.IV.1955),hlm.94
[4]. seperti yang dilakukan Ibnul Qoyyim dalam An-Nuniyah dan Asy-Syaikh Husain bin ‘Ali Alu Asy-Syaikh dalam manzhumah (bait-bait sya’ir) nya (yang berjudul) Al-Qaulul Asna fii Nazhomil Asma`il Husna dan buku ini telah tercetak dan beredar
[5].  Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan urgensi memahami Asmaul Husna, “Mengetahui nama-nama Allah dan menghafalnya adalah dasar dari segala ilmu. Siapa yang telah menghafal nama-nama-Nya dengan benar berarti ia telah memahami seluruh ilmu. Karena menghafal nama-nama-Nya merupakan dasar untuk dapat menghafal segala macam ma'lumat. Dan segala macam ilmu tersebut akan terwujud setelah memahami al-Asma’ al-Husna dan bertawassul dengannya.” (Bada’i al-Fawaid: 1/171)

[6]. kata Asma’ merupakan bentuk jama’ dari kata السُّمّ atau السِّمة yang berarti tinggi, tanda. Sedangkan kata Husna merupakan bentuk muannas/feminis dari kata Ahsan yang berarti baik. Penjelasan lebihh lengkap lihat Muhammad Qurais Shihab Tafsir al-Mishbah (Jakarta:Lentera Hati,cet.VI.2002), V:314
[7].“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya[870] dan carilah jalan tengah di antara kedua itu”
[8]. ”له الاسماء الحسنى يسبِّح له ما في السموات الارض وهو العزيز الحكيم ....”
[9]أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ .[ HR. Ahmad no. 3784, hadits ini dishohihkan oleh Al Albani dalam Shohihut Targhib wat Tarhib no. 1822, Maktabah Syamilah.]
[10].أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، [HR.Ahmad]
[11]. Sebagai argumennya firman Allah dalam [Al-Baqarah.2:255]
[12].إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَال [HR.Muslim]
[13]. إِنَّ اللهَ وِتْرٌ بُحِبُّ الْوِتْرَ [HR.Bukhari Muslim]
[14] . Ibid...Quraish Tafsir Misbah..
[15].Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin abdul wahhab Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Islam Terj.Dja’far Soedjarwo(Surabaya:al-Ikhlas),hlm.845
[16]Lihat Ibn Taimiyyah Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah hal. 551/V dalam Kitabul Iman, [Maktabah Syamilah]
[17]. Syaikh Muhammmad Shubhi Hasan Halaq dalam tahqiq Beliau tentang Subulus Salam Berkata : mudrodz ada dua, itu bisa terjadi dalam dua hal, yaitu : Mudrodz pada matan dan pada sanad. [Lihat Subulus Salam Al Maushul ila Bulughil Marom (Riyadh:Dar Ibnul Jauzy,cet.II.),VII:24
[18]. Ini isyarat bahwa menurut Darwis ini, manusia dapat mengetahui dan memaknai kemulianNya dari seluruh nama nama itu serta sifatNya
[19].  Lihat Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim, IX:39 [Maktabah Syamilah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar