PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemikiran-pemikiran Hadits sebenarnya mulai
terdengar di pertengahan turunnya al-Quran. Hanya sanya masih dibatasi dengan
pembentukan hukum al-Quran agar dapat dibedakan ajaran al-Quran itu sendiri[1].
Selanjutnya Hadits sebagai pusat kajian, sudah diyakini sebagai sumber hukum
dalam berkehidupan social keagamaan
setelah al-Quran [2].
Bersamaan dengan itu, hadis menjadi point yang sensitif dalam kesadaran
spiritual maupun intelektual muslim. Tidak saja karena ia menjadi sumber pokok
ajaran Islam, tetapi juga sebagai tambang informasi bagi pembentukan budaya
Islam, terutama sekali historiografi Islam yang cukup banyak merujuk pada
hadis-hadis. Hadis menjadi semakin krusial ketika makin banyaknya masalah yang
muncul, sementera Nabi dan sahabat telah banyak yang wafat. Semua bentuk
persoalan, dapat saja diselesaikan pada zaman dimana Nabi masih hidup, karna
mereka para sahabat tidaklah membiarkan satu masalah melainkan mereka
menanyakan solusi serta jawabannya. Pun pada masa sahabat yakni periode kedua
jikalau dirunut dari masa Nabi, mereka sedikit banyak dapat secara langsung
melihat praktek nabi yang dijalankan para sahabat.
Ketika memasuki periode ketiga[3],
peradaban Islam pun mengalami keretakan pemikiran, dimana masing-masing pihak
saling menghegemonisasi antar lawan politik. Perpecahan politik keagamaan pada
zaman ini, telah memberi influintik besar terhadap peradaban ilmu lainya.
Sejumlah ayat-ayat al-Quran serta teks-teks hadispun menjadi ajang perebutan
idologi, legitimasi kekusaan, politik serta ahlul Bait dll. Khawarij misalnya,
memandang bahwa Khilafah Islam tidak hanya terbatas pada keluarga serta
orang-orang tertentu. Sementara itu Syiah menetapkan hak progatif pada Ali. Di
balik itu, Muawiyyah berhasil merampas paksa kekuasaan dengan tahkimnya.
Problematika ini bener-bener menaruh dampak negative yang semakin hari semakin
meluas hingga pada masyarakat menengah kebawah. Salah satu dampak besar adalah
terpisahnya sejumlah ulama’-ulama’ besar dibeberapa wilayah, kota, bahkan
negara. Pada saat yang sama masing-masing membentuk peradaban serta kebudayaan
sendiri-sendiri berdasarkan oritas mereka masing masing. Perdaban lainnya yang
amat berpengaruh adalah pemikiran mereka mengenai sunnah, dimana masing-masing
menyiarkan periwayatan hadits yang kadang bercorak aliran yang diikuti,walau
hanya sedikit. Di samping itu palsunisasi hadits terus bermunculan sehingga
otentisitas hadis menjadi kehilangan legitimasi, baik yang sengaja dilakukan
oleh pihak pemerintah sendiri untuk melegitimasi keutamaan, hak, kebenaran,
serta aspek-aspek dunia lainnya dari masing-masing kelompok, bahkan
sampai-sampai para pedagang dalam skala kecil. Melihat kenyataan ini, maka
usaha pelegitimasian berbasis Nabawiy dalam pormat tadwin pun mulai dilakukan,
dan penggagas pertamanya sebagaimana diungkap Hudari Bik adalah Umar bin Abdul
‘Aziz pada awal abad ke-2 H[4].
Selurus dengan itu, kita melihat bahwa ada perbedaan
cara pandang, prakonsep, serta asumsi dari masing masing golongan dalam
memahami sunnah Rasulullah saw, baik mulai dari periode I, II, III dan periode
kita saat ini. Hal ini dikarnakan oleh banyaknya wafat saksi pelapor utama dari
peristiwa yakni Khulafa’ ar-Rosyidin yang menjadi narator fatwa. Sementara itu,
tingkat kebutuhan social keagamaan dari berbagai kota, wilayah dan negara pun
makin meluas, dan akhirnya sahabat serta tabiin kecil dari masing masing tempat
berfatwa dengan hadis yang mereka hafal baik secara langsung melalui Nabi,
maupun sahabat besar lainya.
Kaitannya dengan hadis dalam budaya dalam konteks
ke-Indonesiaan, lazimnya produk pemikirannya berangkat dari latar belakang,
pendidikan, serta social yang berbeda dari tempat mereka menimba ilmu. Di
samping itu, terbagi dalam sekian propinsi, wilayah, kota, kecamatan, desa seta
dusun yang juga demikian. Dalam hal ini adalah Organisasi Nahdlatul Wathan yang
berada di kepulauan Lombok[5]
NTB. Inilah maksud penulis, ingin melihat serta menelaah model pembacaan hadis
dikalangan ONW serta bagaimana pengaruh perubahan social kemasyarakatan sasak
di kepulauan Lombok Nusa Tenggara Barat. Kajian ini kami pokuskan pada
pemikiran pendiri ONW tersebut, karna mau tidak mau pendirilah yang mengawali
sebuah ide dalam suatu gerakan.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
Pandangan Nahdlatul Wathan Menganai Hadits?
2. Seperti
apa Hadis-hadis Nahdlatain dan Bagaimana Metodologi NW dalam Memahami Hadis?
3. Bagaimana
Relevansi Terhadap Perubahan Sosial Kemasyarakatan di Lombok?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
Beberapa tujuan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Ingin
mengetahui Bagaimana Pandangan Nahdlatul Wathan Menganai Hadits.
2. Ingin
mengetahui seperti Apa Hadis-hadis Nahdlatain dan Bagaimana Metodologi NW dalam
Memahami Hadis.
3. Ingin
mengetahui Bagaimana Relevansi Terhadap Perubahan Sosial Kemasyarakatan di
Lombok.
D. METODOLOGI
Memandang bahwa,
metodelogi merupakan “Ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara atau jalan
yang ditempuh dalam mencari tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien”.[6]
Dengan demikian, metodologi yang digunakan dalam tulisan ini adalah
Deskriptifi-analaitik. Dimana deskriptif itu sendiri diartikan kepada suatu
yang bersifat menggambarkan, menguraikan satu hal menurut apa adanya.[7]
Sedangkan analisis berarti menjelaskan data data yang sudah terdeskrifsikan
secara mendetail. Kemudian barulah
menyimpulkan kehendak deskrifsi yang sudah teranalisis.
E. KAJIAN PUSTAKA
Untuk memudahkan
penulis dalam menemukan data, penulis memakai dua sumber yaitu sumber primer
dan skunder. Primer yaitu berupa buku-buku karya beliau dan data informan, di
samping itu karya-karya pemikir Nahdiyyin baik dalam bentuk Buku, Kitab,
Desertasi, Tesis, Skripsi, Makalah serta Buletin-buletin lainnya. Adapun
skunder adalah berupa buku-buku yang terkait dengan tema pembahasan yang
dimaksud.
BAB
II
PEMBAHASAN
Mengawali
pembahasan kali ini, saya akan mengawalinya dengan salah satu tradisi penting
di tubuh Nahdlatain yakni disetiap memulai sesuatu pekerjaan hendaknya diawali
dengan sholawat. Dan sholawat yang selalu digalakkan tersebut adalah Sholawat
Nahdlatain yakni :
اللهُّمَّ اِنَّ نَسْأَلُكَ بِكَ أَنْ
تُصَلِّيَ وَتُسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى سَآءِرِاْلَانْبِيَآءِ
وَاْلُمرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِمْ وَصَحْبِهِمْ أَجْمَعِيْنَ, وَأَنْ تُعَمِّرَ
نَهْضَةِ اْلَوطَنِ وَنَهْضَةَ اْلبَنَاتِ بِفُرُوعِهَا إلى يَومِ الدين. وأن
تَنْصُرَنَا وتَفْتَحَ عَلَيْنَا وتَرْزُقَنَا وتحْفَظَنا وتغْفِرَلنَا ولِجَمِيع
المُسْلمين, يا ألله يا حيُّ ياقيُّوم لاإله إلا إنت
Ya Allah, kami meminta dengan berkah-Mu
agar Engkau beri solawat dan keselamatan pada sayyid kami Muhammad saw beserta
seluruh para Nabi dan utusan begitu juga seluruh keluarga dan sahabat mereka,
dan agar Engkau beri kemakmuran pada Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Banat
beserta seluruh cabangnya sampai akhir kelak. Dan bantulah kami (dalam perjuangan),
bukakanlah kami(pintu kebaikan),berilah kami rizki, serta peliharalah kami
beserta ampunan-Mu begitu juga seluruh kaum Muslimin, wahai Allah, Zat Yang
Maha Hidup tiada Tuhan selain Enkau.[8]
A. PROFIL PENDIRI DAN ORGANISASI NAHDLATUL WATHAN
1. PENDIRI
a. Kelahiran,
Keluarga serta Kehidupannya
Syaikh Zainuddin atau sering disebut
Maulana Syaikh, adalah putra dari pernikahan TGH. Abdul Majid dengan Hj.
Halimatu as-Sa’diyyah. Ia lahir di Bermi Pancor Lombok Timur NTB pada hari
rabu, 17 Rabiul Awwal 1326 H/ 1904 M[9].
Nama aslinya adalah Muhammad as-Saggaf[10],
kemudian diganti oleh ayahnya sendiri dengan nama H. Muhammad Zainuddin[11]
setelah menunaikan ibadah haji[12].
Dan setelah menetap di Lombok barulah beliau dikenal dengan sebutan Maulana
Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin ‘Abdul Majid. Beliau adalah anak bungsu dari
enam bersaudara yakni kakak pertamanya Siti Syarbini, kemudian Siti Cilah, lalu
Hj. Saudah, baru H. Muhammad Sabur dan Hj. Masyitah.[13]
Semenjak kecil beliau dikenal oleh
kawan-kawannya dengan sosok penjujur, cerdas dan pemberani begitu juga dengan
sopan santunya yang berbeda dari kebanyakan anak-anak pada masa itu. Tidaklah
mengherankan karna beliau lahir di lingkup keluarga sholihah, dimana ayahnya
merupakan seorang Tuangguru besar zaman itu yang dikenal dengan sebutan “Guru
Mukminah” sekaligus pemimpin pertempuran saat melawan penjajah, sehingga
perhatian kasih sayang kedua orang tuannya agak sedikit berbeda dengan
perhatian pada saudara-saudara yang lainnya sampai pada tingkat
pendidikan yang diperolehnya. Hal itu dibuktikan dengan ditemaninya saat
mengenyam pendidikan di as-Saulatiyyah Makkah, kemudian dicarikannya guru yang
dianggap memeiliki kapasitas serta berkredibel tinggi. Perhatian serta doanya[14]
yang diberikan pada putranya itu tidak henti, sampai menghembuskan nafas
terakhir, yang kemudian dimakamkan di Mu’alla Makkah.
b. Pendidikan
dan Gurunya
Sebelum memasuki
pendidikan formal Syaikh Zainuddin di usianya yang ke5 tahun untuk pertama
kalinya belajar di lingkup keluarga bimbingan ayahnya sendiri TGH. Abdul Majid
dengan mata pelajaran al-Quran, nahwu saref, fiqih dll. Kemudian baru pada usia
yang ke-9 tahun Ia memasuki pendidikan formal di Sekolah Rakyat Negeri Selong
Lombok Timur dalam kurun waktu 4 tahun di tahun 1919 M. Seusai itu orang tuanya
menyerahkan lagi untuk mengkaji agama secara mendalam melelui beberapa
Tuangguru setempat[15]
dengan beberapa materi yang dikenal saat itu. Selanjutnya di usia yang ke-17
(1923 M) beliau diberangkatkan haji oleh orang tuanya bersama 3 saudara kandung
dan menetap di Makkah sambil dicarikan guru yang dianggap cakap untuk belajar,
yang pertamakalinya ia temui adalah Syeikh Marzuki salah seorang tenaga
pengajar di Masjidil Haram. Namun dalam perjalanannya ia kebingungan mencari
situasi aman, karna adanya perang saudara dari faksi Wahabiy melawan Syarif
Husain. Selang itu Ia berkenalan dengan Syeikh Amin al-Qutbi seorang Ahli
Sastra kenamaan, kemudian Syeikh Sayyid Muhsin al-Palembangiy dengan
mempelajari beberapa materi pelajaran secara spesifik.
Beberapa bulan
setelah itu Ia belajar di Madrasah Legendaris yakni “Madrasah as-Saulatiyyah”
(1364 H/1927 M) yang pada saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah dan
di sana Ia banyak berkenalan dengan sejumlah ulama ulama besar seperti Syeikh
Muhammad Hasan al-Masysyath, Syeikh Sayyid Muhammad al-Musawa. Dan di sinilah
Ia digembleng dengan dengan ilmu pengetahuan melalu tahap tahap pengujian oleh
rector Madrasa serta beberapa tenaga pengajar[16].
Di dunia sekolahnya ia banyak dikenal oleh guru-guru serta teman temannya karan
kecerdasan, kelemah lembutan dan kepasehan dalam berdialog baik dikalangan
sekolah maupun tingkat aliran yang menyebar saat itu. Di tahun 1351 H/ 1933 M
Ia menyelesaikan pendidikannya dengan predikat Mumtaz.
Untuk mengetahui
disiplin ilmu secara rinci serta guru guru yang mengajarnya semenjak kecil
sampai setrusnya dapat kami ulaskan dalam uraian berikut ini:
§ al-Qur’an dan Kitab Melayu:TGH. Abdul Majid (ayahandanya
sendiri), TGH. Syarafuddin, TGH. Muhammad Sa’id, T GH. Abdullah bin Amaq
Dujali, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Syeikh al-Kabir al-Arifubillah Maulana Syeikh
Hasan Muhammad al- al-Masysyath, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Faqih Maulana
al-Syeikh Umar Bajunaid al- Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Faqih Maulana
Syeikh Muhammad Syaid al-Yamani al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Mutaffanin
Sibawaihi Zanamihi Maulana Syeikh Ali al-Maliki, Maulana Syeikh Abu Bakar
al-Palimbani, Maulana Syeikh Hasan, Jambi al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah
al-Muffasir Maulana al-Syeikh Abdul Qadir al-Mandili al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah
al-Shufi Maulana Syeikh Muhtar Betawi al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah
al-Muhaddith Maulana Syeikh Umar Hamdan al Mihrasi al-Maliki, Al ‘Alim al-
‘Allamah al-Muhaddith Maulana Syeikh Abdul Qadir al-Syibli al-Hanafi, Al ‘Alim
al-‘Allamah al-Adib al-Shufi Maulana Syeikh al-Syayid Muhammad Amin al-Kuthbi
al-Hanafi, Al ‘Alim al-‘Allamah Maulana Syeikh Muhsin al-Musahwa al-Syafi’I, Al
‘Alim al-‘Allamah al-Falaqi Maulana Syeikh Khalifah al-Maliki, Al ‘Alim al-‘Allamah Maulana Syeikh Jamal
al-Maliki, Maulana Syeikh al-Shahih Muhammad Shalih Mukhtar al-Makhdum
al-Hanafi, Al-‘Alim al-‘Allamah al-Syafi’i Maulana Syeikh Mukhtar al-Makhdum Al
Hanafi, Maulana Syeikh al-Syayid Ahmad Dahlan al-Syafi’I, Maulana Syeikh Salim
Cianjur al-Syafi’I, Al-‘Alim al-‘Allamah
al-Muarrikh Maulana Syeikh Salim Rahmatullah al-Maliki, Maulana Syeaikh Abdul
Gani al-Maliki, Maulana Syeikh al-Syayid Muhammad Arabi al-Tubani al-Jasairi
al-Maliki, Maulana Syeikh al-Faruq al-Maliki, Maulana Syeikh al-Wa’id al-Syeikh
Abdullah al-Farisi, Maulana Syeikh Mala Musa
§ Guru Ilmu Tajwid, al-Qur’an dan
Qiraat Sab’ah: Al-Syeikh
Jamal Mirdad (Imam di makam Imam Hanafi di Masjidil Haram), Al-Syeikh Umar
Arba’in (Ahli Qur’an dan Qasidah yang sangat terkenal), Al-Syeikh Abdul Latif Qari (Guru Besar di Qiraat Sab’ah di
Madrasah Al-Shaulatiyah),
Al-Syeikh Muhammad Uba’id (Guru
Besar dalam bidang Tajwid dan Qiraat yang sangat terkenal di Makkah).
§ Ilmu Fiqh, Tasawuf, Tajwid, Usulul
Fiqh dan Tafsir: Al-‘Alamah ‘al-Syeikh Umar Bajunaid al-Syafi’I, Al-‘Alimul al-Alamah al-Syeikh Muhammad Said al-Yamani, Al-‘Alamah
al-Syeikh Muhtar Betawi, Al-‘Alamah al-Syeikh Abdul Qadir al-Mandili (Murid
Khusus dari al- ‘Allamah Syeikh Ahmad Hamud Minangkabau Sumatera Barat), Al-‘Alamah al-Faqih Abdul Hamid Abdur Rabb al-Yamani, Al-‘Mutaffanin al-‘Allamah al-Syayid Muhsin al-Musawa
(Pendiri Darul Ulum al-Diniyah Makkah Mukarramah), Al-‘Allamah
al-Adib al-Syeikh Abdullah al-Lajahi al-Farisi (Pengarang Yang Sangat Terkenal)
§ Ilmu
‘Arud
: Syaikh Abdul Ganiy al-Qadli, Syeikh Sayyid Muhammad Amin al-KutbiSyaikh
as-Shalih Muhammad Shalih al-Kalintaniy.
§ Ilmu
Falak
: Syeikh Salim Cianjur al-Falaki, Syaikh al-Khalifah, Syaikh Sayyid Ahmad
Dahlan.
§ Hadis
dan ‘Ulumul Hadis, Faraid, Tafsir, Tarikh dll : Syaikh Ali
al-Maliki Sibawaihi Zamaniy, Syaikh Abdu as-Sattar as-Shidiqy Abdullah
al-Bukhariy as-Syafi’iy, Syaikh Salim Rahmatullah al-Malikiy, Syaikh Hassan
Muhammad al-Masy-syath al-Malikiy, Syaikh Mukhtar Makhdun al-Hanafiy, Syaikh
Sayyid Muhsin al-Musawa, Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi al-Hanafiy,
Syaikh Umar al-Faruq al-Malikiy, Syaikh Abdul Qadir al-Syalabiy al-Hanafiy,
Syaikh Kiai Falak Bogor, Syaikh Malla Musa al-Magribi.
§ Ilmu
al-Khath
: al-Khaththath Syaikh Abdul Aziz Langkat, al-Khaththath Syaikh Muhammad
ar-Rais al-Malikiy, al-Khaththath Syaikh Dawud ar-Rumaniy al-Fathaniy.
c. Karir
Kepemimpinan Dan Karya-karyanya
Perjuangan
dan kepemimpinan merupakan satu hal yang tidak terpisahkan
dan saling mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan. Syaikh Zainuddin, dalam konteks keindonesiaan dikenal sebagai ulama’ besar karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan mendalam. Demikian juga charisma beliau sebagai sosok figure ulama demikian besar. Perjuangan dan kepemimpinan beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.
dan saling mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan. Syaikh Zainuddin, dalam konteks keindonesiaan dikenal sebagai ulama’ besar karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan mendalam. Demikian juga charisma beliau sebagai sosok figure ulama demikian besar. Perjuangan dan kepemimpinan beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.
Beberapa
bentuk pernghargaan baik kalangan pemerintah setempat begitu juga pemerintah
belanda saat itu, walau kadang mengecewakan bagi piha NW, sudah diraihnya.
Karna pembawaan dan sikap hidup beliau selalu menunjukkan kesederhanaan inilah yang membuat beliau selalu dekat
dengan para warganya dan murid-muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan
charisma yang beliau miliki. Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya
ditampung, di dengar, dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan
dan kebijaksanaan dengan tidak merugikan salah satu pihak. Semangat keilmuan
pun terus dipompa pada halayak santri serta warganya sehingga memiliki
kader-kader yang berbobot, berpotensi dan militansi. Bahkan pernah Ia
menyampaikan agar murid dan santri beliau memiliki ilmu pengetahuan sepuluh
bahkan seratus kali lipat lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan yang beliau
miliki. Demikian motovasi yang selalu beliau kumandangkan supaya murid dan
santri beliau lebih tekun dan berpacu dalam menuntut ilmu pengetahuan, baik di
dalam maupun di luar negeri. Pun dalam menerima dan menghadapi para murid dan
santeri serta warga Nahdlatul Wathan, beliau tidak pernah membedakan antara
yang satu dengan yang lain. Semua murid dan santeri serta warga Nahdlatul
Wathan di berikan perhatian dan kasih saying yang sama besarnya, bagaikan cinta
dan kasih saying seorang bapak kepada anak-anaknya. Yang membedakan murid dan
santeri di hadapan beliau adalah kadar keikhlasan dan sumbangsihnya kepada
Nahdlatul Wathan. Dan, untuk membina dan memonitor kualitas kader Nahdlatul
Wathan, beliau mengeluarakan wasiat dalam bahasa arab, yang Artinya “Dengan
menyebut nama Allah dan dengan memuji-Nya semoga keselamatn tetap tercurah
padamu, demikian pula rahmat Allah, keberkatan, ampunan dan ridha-Nya. dll.
Untuk
mengetahui kepemimpinan dalam perjuangan serta pengabdian yang beliau emban ,
dapat penulis runut berdasarkan tahun sebagai berikut:
a) Pada tahun
1934 mendirikan pesantren Al-Mujahidin
b) Pada tahun
1937 mendirikan Madrasah NWDI
c) Pada tahun
1943 mendirikan madrasah NBDI
d) Pada tahun
1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
e) Pada tahun
1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
f)
Pada tahun 1947 / 1948 menjadi Amirul Haji dari Negera
Indonesia Timur
g) Pada tahun
1948/1949 Anggota Delegasi Negara Indonesia Timur ke Saudi ArabiaPada
tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
h) Pada tahun
1952 Ketua Badan Penasehat Masyumi Daerah Lombok
i)
Pada tahun 1953 Mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
j)
Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
k) Pada tahun
1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok
l)
Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang
Lombok
m) Pada tahun
1955 Anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)
n) Pada tahun
1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
o) Pada tahun
1964 menjadi PesertKIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
p) Pada Tahun
1965 mendirikan Ma'had Darul Qu'an Wal Hadits Al Majidiyah Asy Syafi'iyah
Nahdlatul Wathan
q) Pada tahun
1972-1982 Anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
r) Pada tahun
1971-1982 Penasehat Majlis Ulama' Indonesia Pusat
s) Pada tahun
1974 mendirikan Ma'had Lil Banat
t)
Pada Tahun 1975 Ketua Penasehat Bidang Syara' Rumah
Sakit Islam Siti Hajar Mataram (sampai 1997)
u) Pada tahun
1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
v) Pada tahun
1977 Menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
w) Pada tahun
1977 mendirikan fakultas tarbiyah universitas hamzanwadi
x) Pada Tahun
1978 mendirikan STKIP Mamzanwadi
y) Pada tahun
1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Hamzanwadi
z) Pada tahun
1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzan wadi
aa) Pada tahun
1987 mendirikan Universitas Nhdlatul Wathan mataram
bb) Pada tahun
1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
cc) Pada tahun
1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi
dd) Pada tahun
1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
ee) Pada tahun
1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi
Sedangkan
Karya-karya hany abeberapa saja dikarnakan lebih banyak ke lapangan terkait
dengan situasi bumi Lombok saat itu beberapa yang dapat kita baca sampai
sekarang ini terincikan sebagai berikut :
a.
Dalam bahasa Arab
: Risalah al-Tauhid, Sullam al-Hija Syarah Safinah al-Naja, Nahdlah
al-Zainiah, At Tuhfah al-Amfenaniyah, Al Fawakih al-Nahdliyah, Mi'raj
al-Shibyan ila Sama'i Ilm al-Bayan, Al-Nafahat ‘ala al-Taqrirah al-Saniyah,
Nail al-Anfal, Hizib Nahdlatul Wathan, Hizib Nahdlatul Banat, Tariqat Hizib
Nahdlatul Wathan, Shalawat Nahdlatain, Shalawat Nahdlatul Wathan, Shalawat
Miftah Bab Rahmah Allah, Shalawat
al-Mab'uts Rahmah li al-‘Alamin.
b.
Dalam bahasa Indonesia dan Sasak : Batu Ngompal, Anak Nunggal, Taqrirat Batu Ngompal,
Wasiat Renungan Masa I dan II
c.
Dalam Bentuk Syair dan Nasyid :Ta'sis NWDI, Imamuna al-Syafi'I, Ya Fata Sasak, Ahlan
bi Wafid al-Zairin, Tanawwar, Mars Nahdlatul Wathan, Bersatulah Haluan,
Nahdlatain, Pacu Gama' dll.
d. Keutamaanya
Masing-masing tokoh saya rasa
memilik kelebihan dan kepribadian tersendiri yang kemudian membuat sejumlah
orang terdekatnya semisal gurunya, kawan kerabatnya, keluarganya, serta
murid-muridnya bahkan musuhnya sekalipun. Begitu juga halnya dengan ketokohan
Syaikh Zainuddin ini, beliau mendapat keutamaan keutamaan baik yang terungkap
maupun yang tertulis seperti :
§
Syaikh Zakari Abdul Bila, Ulama Besar Kota Suci Makkah
teman seangkatan beliau mengatakan, "Saya teman seangkatan Syaikh
Zainuddin. Saya bergaul dekat dengannya beberapa tahun. Saya sangat kagum
kepadanya. Dia sangat cerdas, akhlaknya mulia. Dia sangat tekun belajar, sampai
sampai jam istirahatpun diisinya dengan menekuni kitab-kitab dan berdiskusi
dengan kawan-kawan. Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, karibku, kawan
sekelasku. Saya belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang
dalam berprestasi di kala dia dan saya bersama-sama dalam satu kelas di
Madrasah Shaulatiyah Makkah. Saya sungguh menyadari akan hal itu. Syaikh
Zainuddin adalah manusia ajaib dikelasku karena kegeniusannya yang sangat
tinggi. Syaikh Zainuddin adalah ulama' mujahid. Dia berjuang untuk kejayaan
agama, nusa dan bangsanya. saya tahu telah beberapa banyak otak manusia yang
diukirnya, telah berapa banyak kader-kader penerus agama, nusa dan bangsa yang
dihasilkannya. Saya tahu dia mukhlis (orang ikhlas) dalam berjuang menegakkan
iman dan taqwa di negerinya, rela berkorban, cita-citanya luhur. Kelebihannya selain
yang disebutkan bahwa dia selalu mendapatkan do'a dari Ulama'-Ulama' besar di
Tanah Suci Makkah Al Mukarramah, utamanya Maulana Syaikh Hasan Muhammad Al
Masysyath.
§
Maulanasysyaikh Hasan Muhammad Al Masysyath mengatakan
"Saya tidak akan berdoa kehadirat Allah SWT. kecuali kalau Zainuddin
itu sudah nampak jelas bersamaku". Beliau juga mengatakan bahwa beliau
“menyayangi setiap orang yang sayang kepada Syaikh Zainuddin dan tidak
menyayangi setiap orang yang tidak sayang kepada beliau”. Selanjutnya
beliau menegaskan bahwa “Syaikh Zainuddin adalah ayatun min ayatillah (satu
tanda kebesaran Allah SWT).
§
Mahaguru beliau Al Allamah Asy Syaikh Salim
Rahmatullah Mudir (direktur) Madrasah Shaulatiyah menegaskan "Madrasah
Shaulatiyah tidak perlu memiliki murid banyak, cukup satu orang saja, asalkan
memiliki prestasi dan kualitas seperti Zainuddin".
§
Al Allamah Al Adib Asy Syaikh As Sayyid Muhammad Amin
Al Kutbi juga maha guru beliau memberikan pujian dalam syair berbahasa arab,
yaitu :
Artinya:
Demi Allah
saya kagum pada Zainuddin # Kagum pada kelebihannya atas orang lain.
Pada
kebesarannya yang tinggi # Dan kecerdasannya yang tiada tertandingi.
Jasanya
bersih ibarat sebuah permata # Menunjukkan kebersihan ayah bundanya.
Karya-karya
tulisnya indah lagi menawan # Penaka bunga-bungaan, yang tumbuh teratur
dilereng pegunungan.
Dilapangan
ilmu ia dirikan Ma'had # Tetap dibanjiri thullab dan thalibat, menuntut ilmu
mengkaji kitab.
Ia kobarkan
semangat generasi muda # Menggapai mustawa dengan karyanya. Mi'rajushshibyan
ila sama''i 'ilmilbayan # Semogalah Allah memanjangkan usianya, dan dengan
perantaraannya, ia memajukan ilmu pengetahuan.
di Ampenan
bumi Selaparang # Terkirimlah salam penghormatan.
Harum
semerbak bagaikan kasturi # Dari Tanah Suci Manuju 'Rinjani.
§
Syaikh Ismail Zain Al Yamani Al Makki, seorang ulama'
besar Kota Suci Makkah Al Mukarramah sangat kagum kepada Syaikh Zainuddin,
kagum kepada ketinggian ilmu dan keberhasilan perjuangan beliau. Dengan
penuh keikhlasan ulama' besar Kota Suci itu mengatakan bahwa beliau menyayangi
siapa saja yang disayangi Syaikh Zainuddin dan tidak menyayangi siapa saja yng
tidak disayangi beliau.
§
Fadlilatul 'Allamah Prof. Dr. Sayyid Muhammad 'Alawi
'Abbas Al Maliki Al Makki, seorang ulama' besar Kota Suci Makkah pernah
mengatakan bahwa tidak ada seorangpun ahli ilmu di kota Suci Makkah Al
Mukarramah baik thullab maupun ulama' yang tidak kenal akan kehebatan dan
ketinggian ilmu Syaikh Zainuddin. Syaikh Zainuddin adalah ulama' besar bukan
hanya milik ummat Islam Indonesia tetapi juga milik ummat Islam sedunia.
§
Prof. Dr. Abdul Wahhab Ibrahim Abu Sulaiman Guru Besar
universitas Ummul Quro Makkah menegaskan bahwa Maulana Syaikh TGKH. Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid adalah ulama' yang ahli dalam semua bidang ilmu
keislaman serta memiliki kelebihan atas Ulama'-Ulama' lainnya dan beliu adalah
sisa ulama' salaf yang saleh (Baqiyyatussa-lafishshalih).
§
H. Alamsyah Ratu Perwiranegara dalam kapasitas sebagai
Menteri Agama RI mengatakan bahwa andaikata bukan karena usaha NWDI, wajah
masyarakat Lombok tidak seperti yang kita lihat sekarang ini, tetapi masih
hidup dalam nilai-nilai jahiliyah.
§
Dr. H. Haryono Suyono Kepala BKKBN Pusat / Menteri
Negara Kependudukan menegaskan bahwa NW bukan saja singkatan dari Nahdlatul
Wathan tetapi juga singkatan dari "Nomor Wahid" karena kepeloporan an
keberhasilannya dalam meningkatkan kesejahteraan mummat dan menyukseskan
Gerakan KB Nasional.
Dan masih banyak lagi dari kalangan
instansi dan ulama setempat terlebih lagi setelah berita kewafatannya, pujian
pujian pun terus mengalir dari setiap orang yang sudah mengenalnya. Setelah
melewati masa masa hidupnya, akhirnya Beliau dipanggil Allah swt, tepatnya
selasa, 20 Jumadil Akhir 1418 H / 21 oktober
1997M dengan meninggalkan du orang
putrid Siti Raiuhun ZAM, dan Siti Raihanun
ZAM hingga kadang beliau dekinal dengan Abu Rauhun waihanun.
2. PROFIL
SINGKAT NAHDLATUL WATHAN
Sebagai
konsekuensi dari sebuah perjuangan, maka pendirian sebuah lembaga yang akan
memayungi ide-ide pergerakan menjadi suatu keniscayaan dalam perjuangan. Dengan
demikian Syaikh Zainuddin pun bermaksud demikian sehingga didirikanlah
Nahdlatul Wathan sebagai induk pergerakan[17]
yang terinci dalam dua bagian yakni NWDI[18]
pada tangal 15 Jumadil Akhir 1356 H/ 22 Agustus1937 M, dan NBDI[19]
pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/ 21 April 1943 M[20].
Inilah madrasah pertama kalinya di bumi Lombok yang terus berkembang sebagai
cikal bakal dari seluruh madrasah yang bernaung di bawah Organisasi
Nahdlatul Wathan-yang selanjutnya nama tersebut diabadikan dengan istilah
“Pondok Pesantren Darun Nahdlatain”.
Usaha-usaha
perjuangan ini terus dilakukan, dengan diresmikannya Organisasi Nahdlatul
Wathan pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/ 1 Maret 1953 M sebagai wadah
pengkoordiniran sejumlah madrasah serta madrasah cabang yang bernaung di bawah
yayasan Nahdlatain yang bergerak dalam bidang pendidikan social dan dakwah.
Menurut data yang sampai tahun 1997 lembega lembaga pendidikan ini berjumlah
747 dari tingkat TK-PT pun lembaga social, dakwah lainnya. Cabang-cabang ini
telah menyebar ke beberapa kepulauan di Indonesia seperti Bali, NTT, Jawa, DKI
Jakarta, Riau, Sulawesi Selatan dan Timur, Kalimantan Timur dan Selatan dan
lain lain.
Keberadaan
NW di bumi Lombok ini, bener bener menjadi pusat peradaban dan kebudayaan baik
melalui proses asimilasi budaya warisan juga pembenahan serta penataan secara
islami. Di samping itu, madrasah ini oleh Syaikh Zainuddin dijadikannya sebagai
pusat pergerakan Kemerdekaan Indonesia melalui gerakan Mujahidinnya serta
beberapa gerakan lainnya. Pada masa itu salah satu adik kandungnya TGH.
Muhammad Faisal Abdul majid sebagai pemimpin penyerbuan Tanksi militer NICA di
Selong wafat bersama du orang santri, yang kemudian dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Rinjani Selong Lombok Timur.
B. PANDANGAN MENGENAI HADITS
1. PENGERTIAN
HADITS
Pengertian
hadis dalam hal ini NW tampaknya lebih berapiliasi pada pengertian yang sudah dimafankan para ulama Fiqih dan
Usul pada umunya ketimbang pengertian yang sudah dibakukan ulama hadis. Dimana
ulama Fiqih hanya memasukkan 3 poin utama dalam pendefinisian hadis sedangkan
ulama hadis memasukkan 5 poin utama sebagai kategori hadis[21].
Jadi hadi dalam pendangan NW berarti Segala seuatu yang berasal dari Nabi baik
dalam bentuk perkataan, perbuatan dan penetapan. Asumsinya bahwa apa saja yang
berasal dari nabi dari 3 poin di atas merupakan paradigma praktis dalam
memahami agama Islam.
2. KEDUDUKAN
HADITS
Nahdlatul
Wathan dalam merumuskan sumber sumber ajaran Islam otentik, memiliki hubungan
erat dengan pemikiran yang dikembangkan ulama ulama as-Syafi’iyyah. Hal ini
bias kita ketahui dari sejumlah guru-guru yang saya sebutkan di atas yang
rata-rata bermazhab Syafi’i. Bahkan NW dalam perjuanganya resmi menjadikan
Mazhab Syafi’I sebagai mazhab organisasi dalam bidang Syariah. Untuk itu, sebagaimana
kaum muslimin lainnya, NW mendudukkan hadis sebagai sumber utama dalam
bersyariah yang berada pada tingkatan ke-2 setelah al-Quran[22].
Paling
tidak ada tiga poin alas an pembacaan NW dalam memposisikan hadis sebagai
sumber ke-2 yakni:
a)
Allah mewajibkan
agar menta’ati Rasul-Nya. Pernyataan ini diperkuat dengan firman Allah dalam
[Ali Imran(3):32], [an-Nisa’(4):59,65,80,83,], [al-Ahzab(33):36],
[al-Hasyr(59):7] yang menegaskan .
b)
Merupakan sebuah
kesepakatan para sahabat semasa hidup maupun setelah meninggal untuk mengikuti
sunnah
c)
Dalam al-Quran
Allah telah menetapkan ragam bentuk kewajiban yang mujmal yang dimana hukum
serta petunjuknya belum sepenuhnya dirincikan semisal perintah solat,
zakat,puasa,haji dll.[23]
3. KITAB
INDUK NAHDLATUL WATHAN DALAM HADITS
Pada
lembar latar belakang, penulis telah menyampaikan sekelumit runutan dinamika
pemikiran dari generasi kegenerasi, yang kemudian sangat member pengaruh pada
generasi berikutnya yang sekaligus mengikuti lairan masing-masing. Hal ini
tidaklah mengherankan, betapa tidak akan cukup rumit bila kita bener-bener
murni total mengembalikan ilmu terdahulu dlaam hal ini masa nubuwwah. Realita
semacam ini terus berjalan mengikuti perkembangan seakan akan berdiri di atas
cabang masing masing. Dan pada akhirnya kita melihat adanya benturan benturan
terminology teoritis dan praktis bahkan sampai pada benturan fisik. Terkait
dengan itu, Nahdlatul Wathan dalam keagamaanya memiliki kitab-kitab khas yang
berakar dari sebuah mazhab. Dalam hal ini adalah Mazhab Syafi’I dalam syariah
dan Ahlu as-Sunnah dalam Faham keagamaan teologi.
Sebagaimana
umumnya Sunni telah menetapkan sejumlah Kitab-kitab induk sebagai rujukan utama
dalam hadis yakni apa yang disebut dengan Kutub as-Sab’ah yang bila dirunut
berdasarkan tingkatan keshohihan mulai dari hasil periwayatan Bukhari, Muslim,
at-Tirmizi, an-Nasai, Abu Dawud, ibn Majjah dan Ahmad. Ketujuh perawi merupakan
induk periwayatan hadis dalam tradisi Sunni kebanyakan walau di dalamnya ada
beberapa pertentangan yang belum selesai sampai sekarang. Disamping tujuh
perawi utama ini, ada sejumlah perawi-perawi lainya yang juga dijadikan sebagai
rujukan dalam khazanah keislaman semisal ibn Khuzaimah, ibn Hibban, Imam
Baihaqi, Daru al-Quthni, ad-Darimi dll.
Perawi
perawi ini, bila di klasifikasi berdasarkan kitab yang dikarang masing-masing,
maka akan terbagi menjadi beberapa bagian dengan nama istilah yang berbeda
sesuai dengan tujuan dan pungsi disusunnya kitab tersebut. Sebagaiman ketentuan
yang sudah ditetapkan para ulama model kitab tersebut seperti Kitab yang
tergolong al-Jami’ dan as-Shohih, kemudian kitab yang tergolong
Kitab Sunan, Musnad, Ahkam serta kitab kitab hadis lainnya.
Kaitannya
dengan itu, NW dalam memeahami hadis sangat erat sekali konsep pemikirannya
dengan pemikiran mazhab Syafi’I, dengan demikian kitab-kitab induk yang
dipergunakan adalah sejumlah kitab yang sudah masyhur di kalangan Mazhab
Syafi’I itu sendiri baik dalam bentuk Jami’, sunan, musnad dll. Untuk lebih jelasnya penulis
rincikan sebagai berikut :
a) Untuk
kitab sekelas Jami’ dan Shohih NW lebih cendrung memakai Shohih Bukhari
dan Muslim.
b) Untuk
kitab sekelas Sunan, NW lebih cendrung memakai Sunan at-Tirmizi,
Sunan Nasa’I, Sunan, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majjah. Dan untuk Sunan
al-Baihaki, Sunan Daru al-Quthni, Sunan ad-Darimi hanya sedikit
sekali dalam arti tidak begitu banyak dipergunakan.
c) Untuk
Kitab sekelas Musnad, sebagaimana latar belakang mazhab NW hanya mempergunakan
Musnad as-Syafi’i
d) Untuk
Kitab sekelas al-Ahkam, NW pada kebanyakannya lebih menggunakan Nailul
Autar dan Bulugul maram, Riyadu
as-Sholihin, dll.
e) Untuk
kitab –kitab hadis lainnya lebih menggunakan kitab kitab hadis dari kalangan
mazhab Syafi’I semisal al-Arbain an-nawawiy serta syarah syarah dari masing
masing kitab, semisal Fathul Mubdi syarah dari salah satu syarah shohih
Bukhari.
Namun
juga pada kesempatan lainnya terutama dalam pengajarannya di lembaga maupun
masyarakat kadang mengambil hadis-hadis yang tertuang dalam mazhab lainya
semisal al-Muwatta’ dalam mazhab Maliki.
C. HADITS-HADITS NAHDLATAIN DAN METODOLOGI
1. HADITS-HADITS
NAHDLATAIN
Perlu
kami ingatkna bahwa disetiap item hadis Nahdlatain yang kami maksud hanya
menampilkan satu buah hadis saja dengan mengambil hadis yang lebih popular baik
dalam ceramah maupun pengajaran. Yang kami maksud popular adalah misalnya pada
item hadis I’lau Ka;likmati ad-Din dst.., di sini terdapat banyak hadis yang
menyangkut pengistilahan ini, dan Nahdlatul Wathan pun dalam pengajarannya
menyampaikan varian hadis tersebut, dengan demikian beberapa hadis yang disebut
kami ambil satu hadis yang kiranya dapat mewakili maksud pokok dari masing
masing item. Di samping itu, demi memudahkan penulis dalam mendeskripsi serta
menganalisis lebih lanjut.
a.
Hadits I’lau
Kalimatiddin Wa’izzul Islam wal Muslimin[24]
Rasulullah
saw bersabda:
بني الاسلام على خمسٍ على ان يوحَّد الله, واقام الصلاة,
وايتاء الذكاة وصيام رمضان والحج
“Tegaknya islam itu harus dibangun melalui 5 pondasi dasar:
tegakkan kalimatullah, dirikanlah sholat, tunaikan zakat, berpuasa serta
menunaikan ibadah hajji”[25]
b.
Islam Wetu Telu[26]
Rasulullah
saw bersabda :
كان رسول الله ص.م. يوما بارزا للناس, فاتاه رجل فقال :
يارسول الله ما الايمان؟ قال:"ان تؤمن بالله", وملاءكته, وكتابه, ولقاءه
ورسله, وتؤمن بالعث الاخير". قال:يارسول الله ما الاسلام؟ قال: "الاسلام
ان تعبدالله ولاتشرك به شيئا, وبقيم الصلاة المكتوبة, وتؤدى الذكاة المفروضة,
وتصوم رمضان". قال: يارسول الله ما الاحسان؟ قال: "ان تعبدالله كانك
تراه فانك ان لاتراه, فانه يراك". قال: يارسول الله متى الساعة؟ قال:
"ما المسؤول عنها بأعلم من السائل, ولكن ساحدثك هن اشراتها: الى اخر.........فقال
رسول الله "هذا جبريل جاء ليعلم الناس دينهم"
“Ketika Rasulullah saw berada di tengah-tengah para sahabat,
tiba-tiba seorang lelaki dating dan bertanya: “ wahai Rasulullah apakah iman”?.
Rasul menjawab: “ imana adalah percaya pada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya,
pertemuan dengan-Nya, para rasul-Nya serta kebangkitan hari akhir”. Laki itupun
bertanya :“wahai rasulullah apakah islam”?. Rasul menjawab:“ Islam adalah
menyembah Allah dan tidak mensekutukannya dengan sesuatu, mendirikan sholat
yang sudah dipardhukan, menunaikan zakat yang diwajibkan dan berpuasa pada
bulan ramadhan”. Lelaki itu bertanya lagi : “wahai rasulullah apakah ihsan?
Rasul menjawab : “engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatnya,bila
engkau tidak dapat melihatnya sesungguhnya Ia melihatmu”. Lelaki itu pun
bertanya: “wahai rasulullah kapan hari kiamat?. Rasul menjawab : “yang bertanya
tentu lebih mengetahui dari yang ditanya, akan tetapi aku akan menjelaskan
beberapa tanda hari kiamat tersebut:…dst sampai pada kalimat “Dia adalah
Jibril, dating kepada kalian untuk mengajarkan agama kepada manusia”.[27]
c.
Gerakan
Mujahidin 45[28]
Rasulullah
saw bersabda:
قال سعيد يا رسول الله اي الناس افضل وفي رواية خير؟ فقال
رسو ل الله : " مؤمن يحاهد في سبيل الله بنفسه وماله. قالوا: ثمَّ من؟ قال:
مؤمن في شعبِ من الشِّعاب يتَّقي (وفي رواية: يعبد) الله ويدع الناس من شرِّه
"Dikatakan (Dalam
riwayat lain: Seorang Arab Baduwi pernah datang kepada Nabi SAW, lalu ia
berkata: "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama itu?"
(Dalam riwayat lain: yang paling baik) Rasulullah bersabda, "Orang mukmin
yang berjihad pada jalan Allah dengan jiwa dan hartanya." Mereka bertanya,
"Lalu siapa lagi?" Beliau bersabda, "Orang mukmin yang hidup di
suatu lereng gunung494, ia bertaawa (Dalam riwayat lain: Ia beribadah) kepada
Allah dan meninggalkan berbuat buruk terhadap manusia"[29]
d.
Sholawat
من صلى علي صلاة صل الله عليه بها عشرا
Barang siapa
yang bersholawat kepadaku satu kali maka Allah akan memabalasnya sepuluh kali[30]
e.
Doa Asma’
قال رسول الله :
"ان الله تسعو وتسعين اسما, من حفظها دخل الجنة والله وتر يحبًّ الوتر"
Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama,
barang siapa menghapalnya niscaya masuk surge dan Allah itu ganji dan menyukai
yang ganjil[31]
f.
Hadis ‘Ilmi
قال
رسول الله ص.م. : "اطلبوا العلم ولو بالصين "
g.
Ziarah Makam
كنت
نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها
ترق القلب، وتدمع العين، وتذكر الاخرة، ولا تقولوا هجرا
“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan akhirat (Ingatlah) jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah kubur.[33]
“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan akhirat (Ingatlah) jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah kubur.[33]
h. Tawassul
وما
تقرَّب اليَّ عبدي بشيئ أحبًّ إليَّ مما افرضته عليه ولايزال عبدي يتقرَّب إليَّ
بالنوافل حتى أحِبّه
“Tidak
ada hamba-Ku yang mendekatkan diri pada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai
dari pada mendekatkan diri dengan melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan
padanya;dan apabila ia senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan amalan
Sunnah, maka Aku pasti mencintainya”[34]
Sebagaimana difahami NW bahwa
pendekatan diri pada Allah merupakan perintah yang sangat dianjurkan. Terlepas
dari konteks apapun, yang jelas pendekatan itu memang harus dilakukan bila kita
ingin secara pasti mengetahui dan memperoleh apa yang kita inginkan. Termasuk
pada Allah tentu sesuatu yang lebih wajib dalam konteks tersebut.
Dalam
hadits ini jelas sekali mengatakan pendekatan itu dilakukan dengan amalan
amalan sunnah, dan sunnah itu sendiri adalah menjadi satu istila disiplin ilmu
setelah wafatnya Rasulullah sekaligus menjadi satu status hukum dan etika. Sunnah
dalam pengertiannya memiliki terminology dan etimologi yang berbeda dari masing
masing aliran. Sebagian mengategorikan keseluruhan aspek dan sebagian lagi
aspek tasyri’ saja dan sebagian lagi membedakan aspek insane dan tasyri’i.
Dengan kemuidian lahirlah persepektif perspektif yang memiliki corak khas dari
masing masing kellompok.
NW,
misalnya menganggap zikir, ziarah kubur itu merupakan salah satu sunnah dari
sekian sunnah yang ada, dan konsekuensinya_sebagai sunnah maka dijaidkan
sebagai salah satu wasilah. Oleh karna itulah ziarah dan semacamnya termasuk
hal hal yang sunnah dan boleh dijadikan sebagai wasilah.
2. METODOLOGI
DALAM MEMAHAMI HADITS
Pengajaran
hadis dalam tradisi Nahdlatul Wathan sangat erat sekali dengan tradisi-tradisi
yang dibudidayakan ulama ulama para terdahulu. Salah satunya adalah pengajaran
hadis berbasis ijazah. Hal ini penulis katakana karna selama mengenyam
pendidikan di sana penulis juga telah menerima beberapa hadis melalui metode
ijazah di antaranya, ijazah bil musafahah, melalui TGH. Husnu ad-Duat, Ijazah
bil musaslasal serta ijzaha bil allihyah dll. Selain itu bukti yang sangat kuat
adalah system ini dilestarikan di lembaga Ma’had Daru al-Quran wa al-Hadis
al-Majidiyyah as-Syafi’iyyah yang merupakan lembaga pusat kader dai-dai NW,
dimana para Tuangguru-tuangguru sebelum memulai pengajaran hadis selalu
bertawassul dengan dengan pembacaan fatihah yang ditujukan kepada Nabi,
sahabat, tabiin, ulama, pengarang kitab itu sendiri, guru-guru serta kaum
muslimin dengan harapan mendapat keberkahan dalam mempelajari kitab hadis
tersebut. Kemudian para santri pada umumnya mendekte beberapa arti dari
mupradat yang asing, dan diperbilehkan bertanya bila ada beberapa keterangan
yang rumit difahami. Namun dalam pertanyaan itu pun tidak begitu diperkenankan
mengungkap sejumlah pertanyaan yang yang dapat merusak suasana pembelajaran,
melainkan dengan etika serta tata sopan santun.
Penulis
bisa menangkap ada bebarapa metodologi yang umumnya diterapkan NW dalam
pengajarannya adalah metodologi “Sami’na wa ‘Ata’na”. Dalam arti bahwa
meyakini kevalidan hadis-hadis yang sudah tertuang dalam kitab-kitab Jami’,
shohih atau apa yang disebut dengan kutub as-Sab’ah terutama kitab kitab yang
popular di kalangan mazhab as-Syafi’i. Dengan demikian mempertajam pertanyaan
yang menyudutkan perawi merupakan tindakan yang mungkar atau disebut dengan
“Su’ul Adab”. Namun walau demikian ada juga beberapa tokoh NW lainnya yang
kritis terhadap prihal ilmu hadis serta metodologi yang menurutnya seharusnya
dipergunakan.
Beberapa metodologi NW dalam memahami hadis tampaknya
lebih dekat dengan metode ijmali yakni menjelaskan atau menerangkan
hadis-hadis sesuai dengan urutan dalam kitab hadis yang ada dalam al-Kutub
al-Sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan makna literal hadis
dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang dipahami. Dan beberapa kata
konci yang harus dipegang adalah sebagai berikut:
a. Memahami Hadis
berdasarkan petunjuk al-Quran
Memahami hadis menurut NW haruslah menyesuaikan hadis
tersebut dengan al-Quran, sehingga relevan dengan apa yang dibahas al-Quran
sendiri dengan apa yang ada di Hadis. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi
penyimpangan dan salah mengartikan. Karna al-Quran itu telah sempurna
sebagaimana dalam ayat ke-115 dari surat al-An’aam:
ôM£Js?ur àMyJÎ=x. y7În/u $]%ôϹ Zwôtãur 4 w tAÏdt6ãB ¾ÏmÏG»yJÎ=s3Ï9 4 uqèdur ßìÏJ¡¡9$# ÞOÎ=yèø9$# ÇÊÊÎÈ
telah
sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil.
tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha
Mendenyar lagi Maha mengetahui.[al-‘An-‘aam(6):115].
Akan tetapi
kalaupun ada sejumlah hadis yang memang agak jauh anjuran al-Quran , akan
tetapi ruh al-Quran dan Hadis tersebut terapat titik temu, maka hal tersebut
boleh dilakukan semisal hadis hadis yang menyinggung tentang suatu keutamaan
baik suart dari al-Quran, atau hal lainnya. Pun juga metodologi dalam upaya
menyampaikan maksud al-Quran itu sendiri. Semisal zikir, tawassul, ziarah kubur
dll.
b. Meyakini
Sepenuhnya hadis Nabi itu Mutlak benar
Sebagaimana
ummat islam umumnya hamper tidak adak yang membantah bahwa apa yang dibawa Nabi
adalah mutlak kebenarannya, walau hal ini masih dalam perbincangan yang
seringkali berbenturan antara pemikira aliran satu dengan yang lainnya. Na,mun
demikian, kita juga sepakat bahwa apa yang disampaikan Nabi merupakan perkataan
Allah yang tidak tertulis[an-najm(53):3-4].
Kaitannya
dengan itu, Nahdlatul Wathan dalam memahami hadis oleh pendirinya kerap kali
menyampaikan akan kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi baik dalam pengajaran di
lebaga maupun pengajaran di lapangan. Betapa tidak bahwa ini juga merupakan
kesepakatan kaum muslimin pada umunya. Disamping itu Syaikh Zainuddin juga
banyak mengambil pemikiran dari sejumlah Syaikh-sayaikh tempat ia belajar
hadis, dimana satu sisi Syaikhi-syaikh tersebut rata-rata memiliki alur
pemikiran salaf, dengan demikian sedikit tidak Syaikh Zainuddin juga memiliki
keterpengaruhan dengan pemikiran yang dibawa gurunya.
Syaikh
Zainuddin dalam meperkuat argumennya ini, ia mengutip firman Allah dalam surat
an-Nisa’(4):59, al-Ahzab(33):21 dll. Menurutnya bahwa firman ini adalah dalil
yang jelas dan tegas bahwa apa yang dibawa Nabi itu benar, dengan demikian kita
sebagai muslim wajib mengikuti apa yang telah Nabi ajarkan[35].
Di samping itu, hadis hadis yang selalu penulis dengar adalah hadis yang
menyatakan akan peninggalan rasul yang harus dipegangi ummat islam yakni :
قد تركت فيكم ما ان
عتصعتم به فلن تضلوا ابدا: كتاب الله و سنّة نبيه
“Aku telah meninggalkan kalian yang bila
kamu berpegang teguh pada keduanya, niscaya kamu tidak akan sesat yakni
al-Quran dan Hadis”
c. Meyakini
bahwa hadis-hadis maktubah dalam kutub as-Sab’ah benar
Penting dalam tradisi NW bahwa apa yang termaktub dalam
kitab kitab hadis induk merupakan sesuatu yang harus diterima dengan penuh
kepercayaan. Hal ini terlihat jelas bah Wa disetiap pengajaran hadis ada titik
penekanan agar para santri selalau tunduk dan patuh terhadap apa yang sudah
disampaikan ulama ulama terpercaya sesaui dengan penetapan dalam mazhab
as-Syafi’i.
Penetapan ini, menurut penulis barang kali mengutip
pendapat Imam Abu as-Sholah (w 643 H): “Bahwa kitab yang paling otentik setelah
al-Quran adalah kitab Shohihain. Kemudian prnyataan ini juga diperkuat oleh
salah satu Pensyarah terkenal dalam Mazhab as-Syafi’i yakni Imam Nawawi (w 676
H) dengan kalimat tambahan “ bahwa para ulama’ telah berijma’ dalam masalah ini
dan ummat islam menerimanya.[36]
Pernyataan Syaikh Zainuddin dalam keharusan menerima
kredibilitas kitab-kitab tersebut juga diperkuat melalui pengajaran-pengajaran
hadis oleh seluruh tuangguru-tuangguru yang tergabung dalam NW di beberapa
kesempatan baik dalam lembaga maupun lapangan. Di samping itu isu-isu ingkarus
Sunnah[37]
serta penghancuran kredibilitas Ulama Hadis masih tetap berlangsung, sehingga
NW melalui pengajarannya berusaha membendung isu-isu tersebut agar masyarakat
NW tidak terperdaya oleh sejumlah isu-isu yang dapat menghancurkan spirit
religius keagamaan-apalagi pada saat itu masih erat kaitannya denagn pengislaman
Wetu Terlu[38] serta
pengusiran para penjajah. Menurutnya isu-isu ini dapat memecah belah ummat dan
pada saat yang sama masyarakat lombok tampak belum siap dengan problem itu.
Dengan demikian penegasan prinsip ini menjadi materi aktual dalam tradisi pengajaran
hadis di lingkup NW.
d. Mendahulukan
iman dari pada akal
Pernyataan ini sesaui dengan faham pemikiran yang diikuti
NW dalam teologi yakni mengikuti pemikiran ‘Asyariyah. Dimana dalam konsep
‘Asyariyah dalam memahami al-Quran wahyu lebih tinggi derajatnya dengan akal
dan ini juga berlaku dalam hadis ketika memahaminya. Kaitannya dengan itu, NW
sangat mengatur jarak dengan penggunaan akal secara keseluruhan, melainkan
mendahulukan iman untuk meyakininya. Hadis dalam kaitannya ini biasanya pada
hadis-hadis mugayyibat yang menyangkut pembahasan malaikat, surga neraka, siksa
kubur , takdir serta berita berita langit lainnya.
e. Memelihara ,
teks serta ruh Hadis dan
mengkontekstualkan sarana
Dalam beberapa kesempatan ad sejumlah hadis-hadis yang
sarat dengan metode atau tata cara yang sudah diberi Nabi sepanjang
kehidupannya. Dan hal ini diakui oleh NW dalam mengaplikasikan seluruh hadis
hdais nabi. Dalam kehidupan NW ada sejumlah hadis hadis nabi yang memang secara
metodologi tetap dipertahannkan semisal hadis-hadis siwak, dimana para tungguru
sangat mengutamakan agar menggunakan siwak berjenis kayu sebagai pembersih gigi
walau pun tetep menggunakan pasta gigi ala modern sekarang. Selain
itu misalnya hadis-hadis bekam, inipun tetap dipandang sebagai suatu keutamaan
dalam menjaga kesehatan. Penggunaan kayu cendana sebagai penawar tujuh
penyakit, pemamfaatan habbatu as-Sauda’dll.
f.
Menyemarakkan
hadis-hadis targib.
Hadis
hadis targib ini, dalam nalar NW sangat berperan dalam memompa semangat
nahdiyyah untuk berjuang dalam islam baik dalam konteks menuntut ilmu maupun
dalam mengusir penjajahan Belanda saat itu. Adapun contoh-contoh dalam kategori
ini akan kami ulaskan pada pemabahasan berikutnya.
g. Mengutamakan
makna hakikat dari pada majaz
Memahami
makna hakikat dalam hadis sangatlah perlu, hal ini dikarnakan ada sejumlah
hadis hadis yang disampaikan oleh Nabi dalam bentuk bahasa majaz[39]
atau metafori. Dalam pembicaraan ini, NW melalui pengajarannya maajaz-majaz ini
dapat diketahui melalui karinah sebagai indicator baik yang terucapkan maupun
yang terlihat dari situasi dan kondisi.Misalnya dalam hadis qudsi pendekatan
Allah akan berjalan tergantung seberapa dekat manusia mendekati-Nya. Kaitannya
dengan hadis ini, NW menegaskan bukalah berarti pendekatan Allah sebagaimana
dekatnya manusia yang berjenis, melainkan percepatan ketaatan manusia kepada
Allah dan Allah akan mendatangkan pahala lebih cepat ketimbang ia melakukan
taat. Dan hal ini diungkapkan dalam kiasan “berjalan dan berlari”
h. Meyakini
hadis mugayyibat
Sejumlah
hadis-hadsi mugayyibat harus diyakini kebenarannya, apalagi berita ini telah
Allah sampaikan melalui al-Quran dan kemudia diperkuat lagi oleh Nabi sendiri.
Denagn demikian dalampandangan NW seorang muslim tidaklah pantas untuk menolak
mentah mentah sejumlah berita berita goib yang kerap disinggung nabi karna bila
itu terjadi akan menjerumuskan manusia pada kategori ingka as-Sunnah. Oleh
karna itu sejumlah berita-berita mughayyibat mulai dari surge neraka, padang
mahsyar, siksa kubur serta yang terkai dengan berita mugayyibat lainnya harus
tetap diimani.
D. RELEVANSI TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL KEMASYARAKATAN
SASAK
Kehadiran
NW di tanah Lombok telah melahirkan sejarah yang sangat monumental, dimana
tanah yang begitu dekat dengan kejahiliahan serta kegelapan ilmu pengetahuan
dalam bidang agama telah disulam menjadi tanah yang beperadabana tinggi dalam
tingkat kesalihan individual, social dan ekonomi. Segala cara telah diupayakan
dalam konteks perubahan social kemasyarakaytan baik melalui jalur rekonstruksi
pendidikan dari sistim khlaqoh menjadi klasikal,kemudian jalur dakwah dan
social lainnya. Bahkan secara tegas Syaikh Zainuddin dalam pengajarannya
mengatakan perubahan itu adalah “fardhu ‘Ain” terutama dalam bidang
pendidikan, social dan Dakwah”. Dan untuk mencapai cita-cita itu diperlukan
kesungguhan serta keihlasan yang dibarengi dengan kesabaran[40].
Untuk
melihat sejauh mana perubahan-perubahan pemikiran yang sudah ditanamkan NW
sepanjang perjalanan sejarah di tanah Lombok, maka kami akan menguraikannya
dalam tiga bentuk utama yakni:
1. Perubahan
Dalam Pendidikan
Bila
kita runut, sejak awal terbentuknya kemasyarakatan dan kemunculan Islam di
Lombok bisa dibilang peradaban dalam segala bidang masing terhitung di bawah
standar. Semisal pendidikan, yang mulanya masih dalam bentuk pengajian yang
diselenggarakan di beberapa Masjid, Mushalla dan rumah-rumah melalui sistim
Khalaqah[41].
Dan pada saat itu penganut Islam Wetu Lima terbilang cukupbanyak dengan islam
singkritisnya. Dengan demikian tradisi semacam itu tidak mudah untuk dirubah
sebagaimana system pendidikan islam yang berkembang sibelahan dunia lainnya. NW
dalam perkembangannya realita ini perlu adanya perubahan baik dalam bentuk
sitem maupun kafasitas seorang guru yang mengajar. Melalaui upaya upaya yang
telah dilakukan sedikit demi sedikit perubahan itupun mulai kelihatan dengan
melintasi tantangan baik dari dalam maupun luar.
Beberapa
bentuk perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
§ Pendidikan
dari sistem khalaqah menjadi sistem kalsikal
§ Penyetaraan
hak pendidikan antara lelaki dan perempuan
§ Pengembangan
fasilitas pendidikan dalam bentuk alat tulis, media pembelajaran serta sarana
sarana lainya yang popular saat itu.
§ Peningkatan
tarap tingkat sekolah mulai dari MI sampai ke Universitas[42]
§ Perluasan
kawasan pendidikan baik dalam bentuk fisik maupun sitem lainnya.
§ Perluasan
madrasah madrasah ke beberapa daerah seperti Lombok Timur, Lombok barat, Tengah
Sumbawa, Dompu dan Bima serta cabang cabang lainnya.
§ Pembinaan
terhadap tenaga pengajar baik yang ada di pusat maupun di cabang cabang
lainnya. Dll
2. Perubahan
Dalam Sosial
Sedangkan
perubahan dalam bidang sosial semisal telah didirikannya lembaga lembaga social
seperti LP3M, LPA NW, KOP NW, LPUL NW, LEK NW, dll
3. Perubahan
Dalam Bidang Keagamaan
Adapun
dalam bidang keagamaan serta penyiaran islam, NW telah mendirikan beberapa
lembaga penyiaran seperti Dewan Muhtasyar, RHN, LD NW, PPII NW, LKD NW dll.
Keberadaan
NW sebagai organisasi pendidikan , sosial dan dakwah telah mendapatkam suatu
kehormatan baik masyarakat Lombok serta ormas ormas lainnya seperti Muhammidiyah,
Yatofa, Ampibi serta sekelompok non muslim lainnya. Dalam pandangan mereka,
dengan kehadiran NW ini tingkat pemikiran, ekonomi serta religius mereka makin
bertambah dan hal ini kerap mereka akui sebagai suatu realita yang patut
dihargai.
NW dalam perjalananya hingga saat ini masih tetap eksis
walau pun pasca Zainiyah terjadi benturan otoritas kepemimpinan hingga terpecah
menjadi dua bagian NW Pancor yang berpusat di Pancor sendiri didirikan semula, dan NW Anjani
berpusat di desa Anjani bagian timur Kepulauan Lombok. Peristiwa itu
berlangsung selama 12 tahun dan di tahun 2010 tepatnya selasa malam pukul 23.00
WIT 12 Jumadil Ula 1431 M/ 4 Mei 2010 M NW telah menyatakan dirinya untuk
bersatu dalam stu haluan dan perjuangan
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari
uraian di atas ada beberapa poin yang kami bisa simpulkan sebagai berikut :
Terminologi Hadis dalam pandangan Nahdlatul Wathan sama
terminologi yang sudah dubangun ulama terdahulu dalam pengertian Segala sesuatu
yang berasal dari Nabi dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan penetapan. Dimana
karateristik hadis itu sendiri hanya memasukkan 3 poin utama saja yang berbeda
dengan ulama hadis sendiri.
Kedudukan Hadis di mata NW, dipandang sebagai sumber
hukum yang ke dua setelah al-Quran. Kalaulah seorang wajib mengikuti al-Quran
sebagai sumber,maka begitu juga hadis wajib diikuti karna meripakan suatu
kewajiban yang sudah termaktub dalam al-Quran itu sedniri. Namun karna NW
mengikuti alur pemikiran Mazhab Syafii dalam syariah dan pemikiran asy-‘Ariyah
dalam akidah, maka kitab kitab hadis yang menjadi rujukan adalah sejumlah kitab
yang memang dipakai dalam Mazhab Syafi’i pun dalam aliran asy-‘Ariyah, misalnya
kitab sekelas Jami’ dan Shohih NW lebih cendrung memakai Shohih Bukhari
dan Muslim, kitab sekelas Sunan, NW lebih cendrung memakai Sunan
at-Tirmizi, Sunan Nasa’I, Sunan, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majjah. Dan
untuk Sunan al-Baihaki, Sunan Daru al-Quthni, Sunan ad-Darimi
hanya sedikit sekali dalam arti tidak begitu banyak dipergunakan, untuk Kitab
sekelas Musnad, lebih banyak mempergunakan Musnad as-Syafi’i, kemudian,
untuk Kitab sekelas al-Ahkam, NW pada kebanyakannya menggunakan Nailul
Autar dan Bulugul maram, Riyadussolohin dll, dan untuk kitab
–kitab hadis lainnya lebih menggunakan kitab kitab hadis dari kalangan mazhab
Syafi’I semisal al-Arbain an-nawawiy serta syarah syarah dari masing
masing kitab, semisal Fathul Mubdi syarah dari salah satu syarah shohih
Bukhari dll.
Adapun metodologi yang dipakai NW dalam memahami hadis
adalah sebagai berikut:
1.
Memahami Hadis berdasarkan petunjuk al-Quran
2.
Meyakini
Sepenuhnya hadis Nabi itu Mutlak benar
3.
Meyakini bahwa
hadis-hadis maktubah dalam kutub as-Sab’ah benar.
4.
Mendahulukan
iman dari pada akal
5.
Memelihara , teks serta ruh Hadis dan mengkontekstualkan sarana
6.
Menyemarakkan
hadis-hadis targib.
7.
Mengutamakan
makna hakikat dari pada majaz
8.
Meyakini hadis
mugayyibat
Kemudian perubahan perubahan yang telah dilakukan NW
sepanjang perjalanannya rebagi menjadi tiga pokok yakni: dalam bidang
pendidikan melakukan beberapa hal seperti; Pendidikan dari sistem khalaqah
menjadi sistem kalsikal, Penyetaraan hak pendidikan antara lelaki dan perempuan,
Pengembangan fasilitas pendidikan dalam bentuk alat tulis, media pembelajaran
serta sarana sarana lainya yang popular saat itu, Peningkatan tarap tingkat
sekolah mulai dari MI sampai ke Universitas, Perluasan kawasan pendidikan baik
dalam bentuk fisik maupun sitem lainnya, Perluasan madrasah madrasah ke
beberapa daerah seperti Lombok Timur, Lombok barat, Tengah Sumbawa, Dompu dan
Bima serta cabang cabang lainnya, Pembinaan terhadap tenaga pengajar baik yang
ada di pusat maupun di cabang cabang lainnya, dll. Sedangkan dalam bidang
Sosial NW telah mendirikan beberapa lembaga sosial seperti : LP3M, LPA NW, KOP
NW, LPUL NW, LEK NW, dll. Dan dalam bidang Dakwah NW telah mendirikan
lembag-lembaga dakwah seperti : Dewan Muhtasyar, RHN, LD NW, PPII NW, LKD NW
dll.
B. KOMENTAR DAN PERNYATAAN
Terkait
dengan pemikiran NW dalam memahami hadits, memang menarik sekali terutama dalam
konteks budaya dank e-Indonesiaan. Kita ketahui bahwa jarak antara kita dengan
hadits sangatlah jauh sekali, dan hal ini sangat memungkinkan adanya perbedaan
cara pandang dan pemahaman yang kemudian sangat berpengaruh terhadap penerapan
hukum-hukum syari dan non syari. Namun demikian perbedaan tersebut kami anggap
suatu yang berkeniscayaan karna adanya latar belakang dan kultur yang berbeda.
Beberapa
poin yang menjadi suatu kepatuhan bagi warga Nahdlatul Wathan adalah mengikuti
jejak para imam terdahulu dalam hal ini adalah Mazhab Syafii. Dimana Mazhab
Syafii ini menjadi Mazhab esmi Organisasi sehingga segala ketentua dan
kesepakatan Mazhab cendrung didahulukan dari apa yang secara umum digariskan
al-Quran dan al-Hadits. Inilah barang kali yang kami perlu garis bawahi, bahwa
suatu kegagalan bagi ummat Islam bila al-Quran dan al-Hadits di nomer duakan
dalam arti kepatuhan terhadapnya berada di bawah kepatuhan tokoh atau pendiri
Mazhab. Namun tidak berarti saya mengatakan bahwa para imam Mazhab adakah
salah, hanya sanya kecendrungan yang sering kita tidak sadari ini ternyata
membawa efek negative dalam prodak hukum. Oleh karna itu tradisi seperti ini
hendaklah secepatnya kita minimalisisr dengan merujuk kembali pada al-Quran dan
al-Hadits.
Ada
beberapa hal yang perlu kamki bicarakan adalah terkait dengan prinsip
metodologi dalam memahami hadit yakni :
Pertama,
pada poin ke tiga yang mengatakan
meyakini semua hadits yang tercantum dalam kutub as-Sab’ah adalah benar.
Barang kali pernyataan ini masih menyisakan pertanyaan bahwa adakah semua
hadits yang tercantum dalam kutub as-Sab’ah itu shohih?. Kenyataannya bahwa
terdapat beberapa hadits dari masing-masing kitab ini terutama kitab sejenis
Sunan, Musnad_dimana pada kitab tersebut ada sejumlah hadits yang dipandang
lemah oleh ulama walaupun dalam hal ini masih kontroversi. Namun benar adanya
sebagaimana yang dilakukan oleh seorang peneliti ternama Syaikh al-Babani,
dimana ia menyusun silsilah hadits doif yang banyak terdapat dalam kitab
tersebut. Ini berarti pernyataan NW dalam meyakini kebenaran dalam arti semua
shohih barang kali perlu dipertimvangkan.
Kedua,
menyemarakkan
hadits targhib. Hadits terghib dalam kalangan NW tidaklah asing, karna ia
merupakan asset dalam kontek memiompa semangat santri baik dalam hal berjuang
maupun menuntut ilmu. Namun demikian cara seperti ini, telah mengelabui kita
akan maraknya hadits doif yang hamper berada pada posisi tertinggi dalam sendi
kehidupan. Dan secara tidak langsung kita telah menenggelamkan peran hadits
shohih yang seharusnya didahulukan ketimbang hadits doif tersebut. Untuk itu
kiranya apa yang saya katakana ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk
kemudian diminimalisisir sehingga kita dapat menempatkan peranan hadits secara
proposional.
Ketiga,
terkait dengan Hadis Ilmi. Dari
segi sanad hadis ini disampaikan oleh al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah
Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik r.a. Salah satu sanad ini yakni Abu
Atikah adalah pelapor hadis yang tidak dapay dipercaya kekerdibilitaasnya. Menurut
al-Bani ulama muhaddis telah sepakat akan kelemahannya[43].
Demikian juga Bukhari telah menganggap periwayatnnya adalah mungkar. Sedangkan
al-Jauziya’ mengatakan bahwa hadis ini tidak memiliki sanad. Sedangkan dari
sisi matannya ada penambahan kalimat sebagaimana al-Bani katakana bahwa ada
penambahan kalimat pada kata” walau bishshin” dan menurut Ibn Adi
tambahan itu tidak diketahui kecuali datangnya dari al-Hasan bin Atiyah.
Hemat
penulis, barang kali kita sepakat akan kelemahan hadis ini baik secara teks
maupun jalur periwayatannya. Akan tetapi perlu kami tegaskan bahwa pengambilan
hadis ini menurut para tokoh NW tidak bermaksud menyebar hadis-hadis palsu,
akan tetapi menyebar ruh dari hadis tersebut mengenai kebutuhan sesrta kewajibannya
dalam memiliki ilmu. Selain menjelaskan beberapa hadis muktabarah fi kutub
as-Sittah ini juga menurutnya sangat member pengaruh pada orang muslim dalam
upaya pencarian ilmu. Kesimpulannya tampaknya NW ingin membangkitkan semangat
ilmu pada jiwa jiwa santri dan masyarakat pada umumnya.
Kelima,
terkait Hadis Tawassul. Teks hadis pada tema Tawassul di atas
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (6/236 no. 32002),
kemudian Al-Baihaqi
dalam Dalailun Nubuwwah (8/91 no. 2974) dan Al Khaliliy dalam Al Irsyad
(1/313-314). Mengenai
periwayatan al-Baihaki, ibn kasir telah memberikan komentar bahwa sanad hadis
ini adalah shohih”. Sedangkan periwayatn dari ibn Abi Syaibah, menurut ibn
Hajar dalam Fathul Bari juz II, hlm.495 berkata, “Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan
dengan sanad shahih dari riwayat Abu Shalih dari Malik Ad Dar.”. Selain itu
sebagaimana yang tercantum dalam at-Tarikh al-Kabir, Hadis.No:1295 oleh Imam
Bukhari.[VII:204] meriwayatkannya dari Malik bin ‘Yadh yakni pada catatan akhir
dari Perkataan Umar: “Ya Rab aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang
tidak mapu melakukannya”.
Terlepas dari boleh tidaknya
bertawassul, dalam hal ini saya lebih melihat dari sisi budayanya. Untuk itu
barang kali tidak terlalu sampai pada hukum keharaman, dengan demikian penulis
menyimpulkan praktik yang dilakukan NW dalam hal tawassul ziarah kubur masih
dalam koridor budaya yang dianggap relevan dengan syariat, bahkan akan mendapat
nilai tambah bila hal tersebut dilakukan dengan benar. Ini juga
kesepakatan ulama mengenai bolehnya bertawassul pada Nabi baik ketika hidup
maupun setelah wafat. Dalam konteks ini Imam Nawawi dalam al-Majmu’[8/274][44]
menyentil mengenai kebolehannya. Kemudian juga diperkuat oleh as-Subki dalam
Faidhul Qadir [2/134-135] dengan perkataan : “ Disunnahkan bertawassul dengan
Nabi saw dan meminta Syafaat dengannya kepada Allah”.[45]
C. DAFTAR PUSTAKA
1.
Adnan, Afifuddin Pelajaran
ke-NW-an Untuk madrasah dan Sekolah NW(Pancor:Biro Dakwah YPHPPD
NW,1983)
2.
al-Bani, Muhammad Nasiruddin
Mukhtashar Shohih Muslim(Bairut:Maktabah Islami,)
3.
_________________________ al-Albani Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah
wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah.Terj,(Jakarta:Gema
Insani,cet.I,1994)
4.
Al-Baihaki, Dalailu an-Nubuwwah. Hadis no.2974.[Maktabah
Syamila]
5.
al-Qaradawi, Yusuf Kaifa
Nata’ammal Ma’a as-Sunnatin-Nabawiyyah(Kairo:Darusy-Syuruqul,cet
II.1423 H/ 2002 M)
6.
________________al-MadkhalLiddirasatis-Sunnatin-Nubuwwah.Terj(Kairo: Maktabah
Wahbah ,cet.II,1991)
7.
An-Nawawi al-Majmu’ Juz
8[Maktabah Syamila]
8.
Arief, Arnai Pengantar Ilmu
dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, cet
I. 2002)
9.
as-Siba’I as-Sunnah wa
Makanatuha fit Tasyri’il Islami,(Beirut:Maktabah Islami,cet.II)
10. As-Subki,
Faidhul Qadir Juz 2, hlm.134-135
[Maktabah Syamila]
11. Azami, M.Musthafa Minhaj Dzaw
an-Nadhar:Syarah Alfiyah as-Suyuti.terj (Beirut:Darul fikri, 1974)
12.
Bik, Hudhari Tarikh
at-Tasyri’ul Islam (Semarang:Darul Ihya’,1980)
13. Imam Bukhari, Shohih Bukhari(Surabaya:Pustaka
Adil,2010)
14. Imam
Muslim, Shohih Muslim(Bairut:Maktabah Islami,cet.VI,1987)
15. Maulana,
Achmad dkk, Kamus Ilmiyah Populer Lengkap. (Yogyakarta : Absolut,
cet II. 2004)
16. Noor, Muhammad dkk Visi Kebangsaan
Religius:Refleksi Pemikiran dan Perjuaangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul
Majid,1904-1997(Jakarta:PT.Logos Wacana Ilmu,2004)
17. Nu’man,
Abdul Hayyi dkk, Organisasi Nahdlatul Wathan:Organisasi Pendidikan,
Sosial dan Dakwah(Selong:PDNW Lombok Timur,1988)
18. ________________, Maulana Syeikh TGKH. Muhammad
Zainuddin ‘Abdul Majid:Riwayat Hidup dan perjuangan(Mataram:PBNW,1999)
19. Royyah,
Mahmud Abu Adhwa ‘Alas-Sunnah al-Muhammadiyyah
(Mesir:Darul-Ma’arif,1957)
20. Syukir,
Asmuni Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islamiyah (Surabaya : Bina
Ilmu. 1979)
21. Ya’kub, Ali Musthafa Imam Bukhari dan metodologi
Kritik Dalam Ilmu Hadits(Jakarta:Pustaka Firdaus,1991)
22. Yaningsih,
Sri Sejarah Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Barat (Mataram:
DPK:PPSBPIDKD, 1980)
23. Zainuddin, Syaikh al-Hidzbu Nahdlatul Wathan
(Jakarta: t.tp,cet.73)
24. ______________ al-‘Ad’iyyah
(Pancor:al-Abrar,1965)
25. ________________, Nazham Batu Ngompal
(Jakarta:al-Abrar,1994)
[1] Pembahasan luasnya mengenai
masalah ini sudah dijelaskan para sejarawan muslim salah satunya adalah Hudhari
Bik, Tarikh at-Tasyri’ul Islam (Semarang:Darul Ihya’,1980),246
dst..
[2] Periwayatan serta pemikiran
tentang hal ini sudah banyak dimuat dalam buku-buku keislaman. Baca Mahmud Abu
Royyah, Adhwa ‘Alas-Sunnah al-Muhammadiyyah
(Mesir:Darul-Ma’arif,1957),hlm.39-40. Jug abaca Yusuf al-Qaradawi, Kaifa
Nata’ammal Ma’a as-Sunnatin-Nabawiyyah(Kairo:Darusy-Syuruqul,cet II.1423
H/ 2002 M),hlm.65, al-Madkhal Liddirasatis-Sunnatin-Nubuwwah.Terj(Kairo:Maktabah
Wahbah,cet.II,1991),hlm.113
[3] Periode yang penulis maksud
adalah dimulai dari pemerintahan Muawiyyah bin Abu Shofiyan 41 H setelah
mrampas paksa kepemimpinan ‘Ali ibn Abi Thalib.
[4] Ia menulis surat kepada salah
satu karyawannya di Madinah yakni Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm :” Lihatlah
Hadis-hadis Rasulullah saw, atau Sunnah beliau yang ada, kemudian tulislah
karena sesunggihnya saya takut terhapusnya ilmu dan perginya Ulama.(HR.
Imam Malik dalam al-Muwatta’ melalui periwayatan Muhammad bin Hasan). Baca
Hudari Bik Tarikh,,,,,hlm.299
[5] Kadang sering disebut dengan
istilah “Pulau Seribu Masjid’ sebagaimana Aceh dikenal dengan “ Serambi makkah”.
[6]. Arnai Arief, Pengantar
Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta
: Ciputat Press, cet
I. 2002), hal. 87-88
[Mengutip Pendapat Asmuni Syukir, “Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islamiyah
(Surabaya :
Bina Ilmu. 1979), hal. 65]
[7]. Achmad
Maulana, dkk, Kamus Ilmiyah Populer Lengkap. (Yogyakarta
: Absolut, cet II. 2004), hal. 87
[8] Syaikh
Zainuddin, al-Hidzbu Nahdlatul Wathan (Jakarta: t.tp,cet.73),hlm.57-58 Bisa dibaca
juga dalam Syaikh Zainuddin al-‘Ad’iyyah (Pancor:), hlm.3
[9] Afifuddin Adnan, Pelajaran
ke-NW-an Untuk madrasah dan Sekolah NW(Pancor:Biro Dakwah YPHPPD
NW,1983),hlm.23
[10] Saggaf artinya tukang yang
memperbaiki atap . Asalnya adalah bahasa Arab dari kata “Saqqap” kemudian
diindonesiakan menjadi “Saggap” serta disasakkan menjadi “Segep”. Pemberian nama ini dilator belakangi beberapa
peristiwa yakni tiga hari sebelum beliau dilahirkan. TGH. Abdul Madjid
didatangi orang waliyullah masing-masing dari Hadramaut dan Magrabi. Kedua
waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni “Saqqaf”. Kedua
waliyullah itu berpesan kepada TGH. Abdul Madjid supaya anaknya yang akan lahir
itu diberi nama “Saqqaf”
[11] Pembrian nama ini diambil dari
nama Ulama besar tenaga pengajar di Masjidil Haram yakni Syaikh Muhammad
Zainuddin Serawak
[12] Abdul Hayyi Nu’man, dkk, Organisasi
Nahdlatul Wathan:Organisasi Pendidikan, Sosial dan Dakwah(Selong:PDNW
Lombok Timur,1988),hlm.148
[13] NWDI merupakan singkatan dari Nahdlatul Wathan
Diniah Islamiah yang duhususkan untuk santri putra. Baca Muhammad Noor,dkk Visi
Kebangsaan Religius:Refleksi Pemikiran dan Perjuaangan TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Majid,1904-1997(Jakarta:PT.Logos Wacana Ilmu,2004), hlm.10 dst..
[14] Doa yang selalau diucapkan orang
tuanya kepada syaikh Zainuddin adalah “Semoga engkau mendapat ilmu yang
barokah”, sambil
berjabat tangan serta terus memperhatikan kepergian beliau sampai tidak
terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu ketika, beliau lupa pamit pada
ibundanya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru sang ibu
melihatnya. Sang ibu memanggil beliau untuk kembali Beliau pun kembali. Lalu
sang ibu mendoakan kemudian beliau berangkat
[15] Yakni TGH. Syarafuddin, TGH.
Muhammad Sa’id, TGH. Abdullah bin Ama’ Dulaji
[16] Abdul Hayyi Nu’man, Maulana Syeikh TGKH.
Muhammad Zainuddin ‘Abdul Majid:Riwayat Hidup dan perjuangan(Mataram:PBNW,1999),hlm.8
[17] Permasalahan ini juga pernah
penulis sampaiakan dalam makalah al-Quran Dalam Pandangan Nahdlatul
Wathan, pada mata kuliah yang sama juga bimbingan Dr. Wahyono, AG, MA.g
[18] Singkatan dari Nahdlatul Wathan
Diniyah Islamiyah, yang dihususkan untuk para pelajar laki.
[19] Singkatan dari Nahdlatul Banat
Diniyah Islamiyah yang dihususkan untuk para pelajar wanita.
[20] Asal muassal lembaga ini,
berawal dari sebuah khalaqah kecil yang memuat beberapa pelajar setempat yang
kemudian bertambah dan bertambah, dengan demikian beliau mendirikan pesantren
al-Mujahidin pada tahun
1934 M
[21] Poin utama hadis persfektif
Fuqaha yakni :Qaulan, Fi’lan dan Taqriran. Sedangkan Para Muhaddisin; Qaulan,
Fi’lan, Taqriran, Shifatan dan Khulqiyah. Pembahasan rincinya masalah ini
telah di ulaskan as-Siba’I dalam as-Sunnah wa Makanatuha fit Tasyri’il
Islami,(Beirut:Maktabah Islami,cet.II),hlm.47
[22] Barang kali dalam hal ini tidak
ada perbedaan pendapat dalam menempatkan posisi hadis sebagai Maqosid
as-Syari’ah sebagai mana muslim lainnya.
[23] Pernyataan ini penulis dapatkan
saat mengenyam pendidikan di Ma’had Darul Quran wal Hadis al-Majidiyyah
as-Syafi’iyyah, yang merupakan salah satu lembaga miliki NW yang kerap
disampaikan Tuangguru-tuangguru besar NW juga Dewan Muhtasyar dalam berfatwa.
[24]
Istilah ini adalah istilah yang sering diungkapkan pendiri begitu juga para
tenaga pengajar Nahdlatul Wathan terutama saat pembaiatan santri dan santriwati
baru pun para jamaah yang baru masuk dalam keorganisasian NW. Baiat dalam konteks ini adalah
penyebutan kata-kata “izzul islam…” saat baiat berlangsung, bukan pengucapan
hadis yang tercantum di atas tadi.
[25] Pelapor saksi pertama dalam
hadis ini adalah Ibn Umar, kemudian diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Iman hadis
no.62. Baca Imam Muslim, Shohih Muslim(Bairut:Maktabah
Islami,cet.VI,1987),hlm.22
[26] Ini adalah salah satu hadits
yang selalu disebut dalam upaya penegakan islam yang sebenarnya. Hal ini
terkait dengan kasus praktik islam kiri atau mereka menyebutnya islam wetu lima
yang sarat dengan symbol “tiga-tiga dan tiga”. Praktik 333 ini merupakan ajaran
fanatisnya, dimana mereka berkeyakinan bahwa ajaran islam sesungguhnya bertitik
simpul pada tiga tiga dan tiga, dengan demikian tiga ajaran dalam akidah, tiga
ajaran dalam syariah dan tiga ajaran dalam akhlak dan tiga pada iten cabang seterusnya.
Salah satu contoh dalam praktik mereka adalah berpuasa tiga hari, sholat tiga
waktu begitu juga dengan keyakinan serta nilai nilai norma lainnya
[27] Saksi pelapor pertama hadits ini
adalah Abu Hurarah kemudian diriwayatkam oleh Muslim. Hadis no:4 Bab Iman. Baca
shohih Muslim, hlm.8, juga Muhammad Nsiruddin al-Bani,
Mukhtashar Shohih Muslim(Bairut:Maktabah Islami,),hlm.6-7, Shohi
Bukhari()
[28] Gerakan Mujahidin adalah suatu
gerakan yang dibentuk Syaikh Zainuddin dalam upaya pengusiran tentara belanda
yang telah banyak merugikan masyrakat Lombok pada umumnya dan terlebih lagi
dengan keberadaan madrasah NW.
[29] Hadis ini melalui jalur Dari Abu
Sa'id Al Khudri RA, yang kemudian diriwayatkan oleh Bukhari Pada Bab
Jihad,No:1238. Baca, Al-Bani, Mukhtashar Shohih Bukhari (Bairut:Maktabah
Islami,ttp),III:469
[30] Saksi pelapor pertaman dalam
hadis ini adalah ibn Amr ibn ‘Ash Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim…Juz I
hlm.288. Dalam riwayat lain dari Abi Hurairah. Juga Baca An-Nawawi, al-Azkar
an-Nawawi(Surabaya:al-Hidayah,cet.IV,1955),hlm.105
[31] Pelapor pertama hadis ini adalah
Abu Hurairah, kemudian diriwayatkan oleh Muslim. Terdapat banyak periwayatan
mengenai hadis ini. Shohih Muslim,,,,hlm.493
[32] Hadis ini pelapor pertamanya
melalui al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin
Malik r.a. Abu Naim dalam Akhbar Ashbahan II/106,[Maktabh Syamila]
[33] (HR. Hakim 1/376 dan selainnya
dengan sanad hasan, lihat Ahkamul Janaiz hal.180).[Maktabah
Syamila]
[35]
Pernyataan ini juga disampaikan melalui pengajaran Hadis di MDQH oleh oleh
sejumlah guru-guru hadis ketika penulis duduk di tingkat II tahun 2005
[36] Perbincangan
ini telah diulas lebar oleh M.M. Azami, Minhaj Dzaw an-Nadhar:Syarah
Alfiyah as-Suyuti.terj (Beirut:Darul fikri, 1974),302. Juga telah
dibahas oleh Musthafa Ya’kub, Imam Bukhari dan metodologi Kritik Dalam
Ilmu Hadits(Jakarta:Pustaka Firdaus,1991),hlm.27-28
[37]
Gejala ingkar as-Sunnah ini sebenarnya sudah dimulai sejak islam klasik,
sebagaimana yang dituturkan Imam Hasan al-Basri, ada seseorang yang berkata
sebaiknya engkau mengajarkan al-Quran saja saat pengajaran hadis di majlis saat
itu”. Dan isu-isu ini dimamfaatkan oleh sejumlah pemikir barat untuk
menghancurkan nilai Islam dan telah berhasil mengkader sebagian cendikiawan
muslim dalam orientalisnya.
[38]
Istilah “Islam Wetu Telu” adalah istilah yang diberi nama oleh penganutnya
sendiri dengan corak tiga-tiga dalam ibadah syariah dan akhlak. Adapun
asal-usulnya telah penulis bahas pada kesempatan yang lalau melalui Mata Kuliah
yang sama dengan tema “Al-Quran Dalam Pandangan NW”
[39]
Pengertian majaz di sini mencangkup majaz lugawi, aqli, istiarah, kinayah dan
berbagai ungkapan lainnya yang tidak menunjukkan makna sebenarnya secara
langsung, namun hanya dapat difahami dengan beberapa indikasi yang menyertainya
baik yang bersifat tekstual maupun kontekstual
[40] Baca SyaikhZainuddin, Nazham
Batu Ngompal (Jakarta:al-Abrar,1994),hlm.22
[41] Sri Yaningsih, Sejarah
Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Barat (Mataram: DPK:PPSBPIDKD, 1980), hlm.28
[42] Beberapa tingkatan tersebut yang
ada di pusat seperti MI, SDI, Mts NW, SMP Lab NW, Mts Muallimin, MTS Muallimat
NW, MA NW, SMA NW, MA Muallimin MA Muallimat, MA Keguruan NW, MA Keagamaan NW,
Ma’had Darul Quran wal Hadits, IAIH, STKIP, LPWN, AKPER NW, Universitas
Nahdlatul Wathan dan yang tersebar di beberapa cabang.
[43] Muhammad Nashruddin al-Albani Silsilatul-Ahaadiits
adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah.Terj,(Jakarta:Gema
Insani,cet.I,1994).I:33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar