Jumat, 21 Oktober 2011

HADITS HADITS NAHDLATHAIN : Studi Pemikiran Nahdlatul Wathan Tentang Hadits


BAB I
PENDAHULUAN

      A.   LATAR BELAKANG
Pemikiran-pemikiran Hadits sebenarnya mulai terdengar di pertengahan turunnya al-Quran. Hanya sanya masih dibatasi dengan pembentukan hukum al-Quran agar dapat dibedakan ajaran al-Quran itu sendiri[1]. Selanjutnya Hadits sebagai pusat kajian, sudah diyakini sebagai sumber hukum dalam berkehidupan social keagamaan  setelah al-Quran [2]. Bersamaan dengan  itu, hadis menjadi point yang sensitif dalam kesadaran spiritual maupun intelektual muslim. Tidak saja karena ia menjadi sumber pokok ajaran Islam, tetapi juga sebagai tambang informasi bagi pembentukan budaya Islam, terutama sekali historiografi Islam yang cukup banyak merujuk pada hadis-hadis. Hadis menjadi semakin krusial ketika makin banyaknya masalah yang muncul, sementera Nabi dan sahabat telah banyak yang wafat. Semua bentuk persoalan, dapat saja diselesaikan pada zaman dimana Nabi masih hidup, karna mereka para sahabat tidaklah membiarkan satu masalah melainkan mereka menanyakan solusi serta jawabannya. Pun pada masa sahabat yakni periode kedua jikalau dirunut dari masa Nabi, mereka sedikit banyak dapat secara langsung melihat praktek nabi yang dijalankan para sahabat.
Ketika memasuki periode ketiga[3], peradaban Islam pun mengalami keretakan pemikiran, dimana masing-masing pihak saling menghegemonisasi antar lawan politik. Perpecahan politik keagamaan pada zaman ini, telah memberi influintik besar terhadap peradaban ilmu lainya. Sejumlah ayat-ayat al-Quran serta teks-teks hadispun menjadi ajang perebutan idologi, legitimasi kekusaan, politik serta ahlul Bait dll. Khawarij misalnya, memandang bahwa Khilafah Islam tidak hanya terbatas pada keluarga serta orang-orang tertentu. Sementara itu Syiah menetapkan hak progatif pada Ali. Di balik itu, Muawiyyah berhasil merampas paksa kekuasaan dengan tahkimnya. Problematika ini bener-bener menaruh dampak negative yang semakin hari semakin meluas hingga pada masyarakat menengah kebawah. Salah satu dampak besar adalah terpisahnya sejumlah ulama’-ulama’ besar dibeberapa wilayah, kota, bahkan negara. Pada saat yang sama masing-masing membentuk peradaban serta kebudayaan sendiri-sendiri berdasarkan oritas mereka masing masing. Perdaban lainnya yang amat berpengaruh adalah pemikiran mereka mengenai sunnah, dimana masing-masing menyiarkan periwayatan hadits yang kadang bercorak aliran yang diikuti,walau hanya sedikit. Di samping itu palsunisasi hadits terus bermunculan sehingga otentisitas hadis menjadi kehilangan legitimasi, baik yang sengaja dilakukan oleh pihak pemerintah sendiri untuk melegitimasi keutamaan, hak, kebenaran, serta aspek-aspek dunia lainnya dari masing-masing kelompok, bahkan sampai-sampai para pedagang dalam skala kecil. Melihat kenyataan ini, maka usaha pelegitimasian berbasis Nabawiy dalam pormat tadwin pun mulai dilakukan, dan penggagas pertamanya sebagaimana diungkap Hudari Bik adalah Umar bin Abdul ‘Aziz pada awal abad ke-2 H[4].
Selurus dengan itu, kita melihat bahwa ada perbedaan cara pandang, prakonsep, serta asumsi dari masing masing golongan dalam memahami sunnah Rasulullah saw, baik mulai dari periode I, II, III dan periode kita saat ini. Hal ini dikarnakan oleh banyaknya wafat saksi pelapor utama dari peristiwa yakni Khulafa’ ar-Rosyidin yang menjadi narator fatwa. Sementara itu, tingkat kebutuhan social keagamaan dari berbagai kota, wilayah dan negara pun makin meluas, dan akhirnya sahabat serta tabiin kecil dari masing masing tempat berfatwa dengan hadis yang mereka hafal baik secara langsung melalui Nabi, maupun sahabat besar lainya. 
Kaitannya dengan hadis dalam budaya dalam konteks ke-Indonesiaan, lazimnya produk pemikirannya berangkat dari latar belakang, pendidikan, serta social yang berbeda dari tempat mereka menimba ilmu. Di samping itu, terbagi dalam sekian propinsi, wilayah, kota, kecamatan, desa seta dusun yang juga demikian. Dalam hal ini adalah Organisasi Nahdlatul Wathan yang berada di kepulauan Lombok[5] NTB. Inilah maksud penulis, ingin melihat serta menelaah model pembacaan hadis dikalangan ONW serta bagaimana pengaruh perubahan social kemasyarakatan sasak di kepulauan Lombok Nusa Tenggara Barat. Kajian ini kami pokuskan pada pemikiran pendiri ONW tersebut, karna mau tidak mau pendirilah yang mengawali sebuah ide dalam suatu gerakan.

B.       RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1.    Bagaimana Pandangan Nahdlatul Wathan Menganai Hadits?
2.    Seperti apa Hadis-hadis Nahdlatain dan Bagaimana Metodologi NW dalam Memahami Hadis?
3.    Bagaimana Relevansi Terhadap Perubahan Sosial Kemasyarakatan di Lombok?

C.       TUJUAN PEMBAHASAN
Beberapa tujuan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.    Ingin mengetahui Bagaimana Pandangan Nahdlatul Wathan Menganai Hadits.
2.    Ingin mengetahui seperti Apa Hadis-hadis Nahdlatain dan Bagaimana Metodologi NW dalam Memahami Hadis.
3.    Ingin mengetahui Bagaimana Relevansi Terhadap Perubahan Sosial Kemasyarakatan di Lombok.

D.      METODOLOGI
Memandang bahwa, metodelogi merupakan “Ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara atau jalan yang ditempuh dalam mencari tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien”.[6] Dengan demikian, metodologi yang digunakan dalam tulisan ini adalah Deskriptifi-analaitik. Dimana deskriptif itu sendiri diartikan kepada suatu yang bersifat menggambarkan, menguraikan satu hal menurut apa adanya.[7] Sedangkan analisis berarti menjelaskan data data yang sudah terdeskrifsikan secara mendetail.  Kemudian barulah menyimpulkan kehendak deskrifsi yang sudah teranalisis.

E.       KAJIAN PUSTAKA
Untuk memudahkan penulis dalam menemukan data, penulis memakai dua sumber yaitu sumber primer dan skunder. Primer yaitu berupa buku-buku karya beliau dan data informan, di samping itu karya-karya pemikir Nahdiyyin baik dalam bentuk Buku, Kitab, Desertasi, Tesis, Skripsi, Makalah serta Buletin-buletin lainnya. Adapun skunder adalah berupa buku-buku yang terkait dengan tema pembahasan yang dimaksud.

BAB II
PEMBAHASAN
Mengawali pembahasan kali ini, saya akan mengawalinya dengan salah satu tradisi penting di tubuh Nahdlatain yakni disetiap memulai sesuatu pekerjaan hendaknya diawali dengan sholawat. Dan sholawat yang selalu digalakkan tersebut adalah Sholawat Nahdlatain yakni :
اللهُّمَّ اِنَّ نَسْأَلُكَ بِكَ أَنْ تُصَلِّيَ وَتُسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى سَآءِرِاْلَانْبِيَآءِ وَاْلُمرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِمْ وَصَحْبِهِمْ أَجْمَعِيْنَ, وَأَنْ تُعَمِّرَ نَهْضَةِ اْلَوطَنِ وَنَهْضَةَ اْلبَنَاتِ بِفُرُوعِهَا إلى يَومِ الدين. وأن تَنْصُرَنَا وتَفْتَحَ عَلَيْنَا وتَرْزُقَنَا وتحْفَظَنا وتغْفِرَلنَا ولِجَمِيع المُسْلمين, يا ألله يا حيُّ ياقيُّوم لاإله إلا إنت
Ya Allah, kami meminta dengan berkah-Mu agar Engkau beri solawat dan keselamatan pada sayyid kami Muhammad saw beserta seluruh para Nabi dan utusan begitu juga seluruh keluarga dan sahabat mereka, dan agar Engkau beri kemakmuran pada Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Banat beserta seluruh cabangnya sampai akhir kelak. Dan bantulah kami (dalam perjuangan), bukakanlah kami(pintu kebaikan),berilah kami rizki, serta peliharalah kami beserta ampunan-Mu begitu juga seluruh kaum Muslimin, wahai Allah, Zat Yang Maha Hidup tiada Tuhan selain Enkau.[8]

A.     PROFIL PENDIRI DAN ORGANISASI NAHDLATUL WATHAN
1.      PENDIRI
a.       Kelahiran, Keluarga serta Kehidupannya
Syaikh Zainuddin atau sering disebut Maulana Syaikh, adalah putra dari pernikahan TGH. Abdul Majid dengan Hj. Halimatu as-Sa’diyyah. Ia lahir di Bermi Pancor Lombok Timur NTB pada hari rabu, 17 Rabiul Awwal 1326 H/ 1904 M[9]. Nama aslinya adalah Muhammad as-Saggaf[10], kemudian diganti oleh ayahnya sendiri dengan nama H. Muhammad Zainuddin[11] setelah menunaikan ibadah haji[12]. Dan setelah menetap di Lombok barulah beliau dikenal dengan sebutan Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin ‘Abdul Majid. Beliau adalah anak bungsu dari enam bersaudara yakni kakak pertamanya Siti Syarbini, kemudian Siti Cilah, lalu Hj. Saudah, baru H. Muhammad Sabur dan Hj. Masyitah.[13]
Semenjak kecil beliau dikenal oleh kawan-kawannya dengan sosok penjujur, cerdas dan pemberani begitu juga dengan sopan santunya yang berbeda dari kebanyakan anak-anak pada masa itu. Tidaklah mengherankan karna beliau lahir di lingkup keluarga sholihah, dimana ayahnya merupakan seorang Tuangguru besar zaman itu yang dikenal dengan sebutan “Guru Mukminah” sekaligus pemimpin pertempuran saat melawan penjajah, sehingga perhatian kasih sayang kedua orang tuannya agak sedikit berbeda dengan perhatian pada saudara-saudara yang lainnya sampai pada tingkat pendidikan yang diperolehnya. Hal itu dibuktikan dengan ditemaninya saat mengenyam pendidikan di as-Saulatiyyah Makkah, kemudian dicarikannya guru yang dianggap memeiliki kapasitas serta berkredibel tinggi. Perhatian serta doanya[14] yang diberikan pada putranya itu tidak henti, sampai menghembuskan nafas terakhir, yang kemudian dimakamkan di Mu’alla Makkah.
b.      Pendidikan dan Gurunya
Sebelum memasuki pendidikan formal Syaikh Zainuddin di usianya yang ke5 tahun untuk pertama kalinya belajar di lingkup keluarga bimbingan ayahnya sendiri TGH. Abdul Majid dengan mata pelajaran al-Quran, nahwu saref, fiqih dll. Kemudian baru pada usia yang ke-9 tahun Ia memasuki pendidikan formal di Sekolah Rakyat Negeri Selong Lombok Timur dalam kurun waktu 4 tahun di tahun 1919 M. Seusai itu orang tuanya menyerahkan lagi untuk mengkaji agama secara mendalam melelui beberapa Tuangguru setempat[15] dengan beberapa materi yang dikenal saat itu. Selanjutnya di usia yang ke-17 (1923 M) beliau diberangkatkan haji oleh orang tuanya bersama 3 saudara kandung dan menetap di Makkah sambil dicarikan guru yang dianggap cakap untuk belajar, yang pertamakalinya ia temui adalah Syeikh Marzuki salah seorang tenaga pengajar di Masjidil Haram. Namun dalam perjalanannya ia kebingungan mencari situasi aman, karna adanya perang saudara dari faksi Wahabiy melawan Syarif Husain. Selang itu Ia berkenalan dengan Syeikh Amin al-Qutbi seorang Ahli Sastra kenamaan, kemudian Syeikh Sayyid Muhsin al-Palembangiy dengan mempelajari beberapa materi pelajaran secara spesifik.
Beberapa bulan setelah itu Ia belajar di Madrasah Legendaris yakni “Madrasah as-Saulatiyyah” (1364 H/1927 M) yang pada saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah dan di sana Ia banyak berkenalan dengan sejumlah ulama ulama besar seperti Syeikh Muhammad Hasan al-Masysyath, Syeikh Sayyid Muhammad al-Musawa. Dan di sinilah Ia digembleng dengan dengan ilmu pengetahuan melalu tahap tahap pengujian oleh rector Madrasa serta beberapa tenaga pengajar[16]. Di dunia sekolahnya ia banyak dikenal oleh guru-guru serta teman temannya karan kecerdasan, kelemah lembutan dan kepasehan dalam berdialog baik dikalangan sekolah maupun tingkat aliran yang menyebar saat itu. Di tahun 1351 H/ 1933 M Ia menyelesaikan pendidikannya dengan predikat Mumtaz.
Untuk mengetahui disiplin ilmu secara rinci serta guru guru yang mengajarnya semenjak kecil sampai setrusnya dapat kami ulaskan dalam uraian berikut ini:
§  al-Qur’an dan Kitab Melayu:TGH. Abdul Majid (ayahandanya sendiri), TGH. Syarafuddin, TGH. Muhammad Sa’id, T GH. Abdullah bin Amaq Dujali, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Syeikh al-Kabir al-Arifubillah Maulana Syeikh Hasan Muhammad al- al-Masysyath, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Faqih Maulana al-Syeikh Umar Bajunaid al- Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Faqih Maulana Syeikh Muhammad Syaid al-Yamani al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Mutaffanin Sibawaihi Zanamihi Maulana Syeikh Ali al-Maliki, Maulana Syeikh Abu Bakar al-Palimbani, Maulana Syeikh Hasan, Jambi al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Muffasir Maulana al-Syeikh Abdul Qadir al-Mandili al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Shufi Maulana Syeikh Muhtar Betawi al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Muhaddith Maulana Syeikh Umar Hamdan al Mihrasi al-Maliki, Al ‘Alim al- ‘Allamah al-Muhaddith Maulana Syeikh Abdul Qadir al-Syibli al-Hanafi, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Adib al-Shufi Maulana Syeikh al-Syayid Muhammad Amin al-Kuthbi al-Hanafi, Al ‘Alim al-‘Allamah Maulana Syeikh Muhsin al-Musahwa al-Syafi’I, Al ‘Alim al-‘Allamah al-Falaqi Maulana Syeikh Khalifah al-Maliki,  Al ‘Alim al-‘Allamah Maulana Syeikh Jamal al-Maliki, Maulana Syeikh al-Shahih Muhammad Shalih Mukhtar al-Makhdum al-Hanafi, Al-‘Alim al-‘Allamah al-Syafi’i Maulana Syeikh Mukhtar al-Makhdum Al Hanafi, Maulana Syeikh al-Syayid Ahmad Dahlan al-Syafi’I, Maulana Syeikh Salim Cianjur al-Syafi’I,  Al-‘Alim al-‘Allamah al-Muarrikh Maulana Syeikh Salim Rahmatullah al-Maliki, Maulana Syeaikh Abdul Gani al-Maliki, Maulana Syeikh al-Syayid Muhammad Arabi al-Tubani al-Jasairi al-Maliki, Maulana Syeikh al-Faruq al-Maliki, Maulana Syeikh al-Wa’id al-Syeikh Abdullah al-Farisi, Maulana Syeikh Mala Musa
§  Guru Ilmu Tajwid, al-Qur’an dan Qiraat Sab’ah: Al-Syeikh Jamal Mirdad (Imam di makam Imam Hanafi di Masjidil Haram), Al-Syeikh Umar Arba’in (Ahli Qur’an dan Qasidah yang sangat terkenal), Al-Syeikh Abdul Latif Qari (Guru Besar di Qiraat Sab’ah di Madrasah Al-Shaulatiyah), Al-Syeikh Muhammad Uba’id (Guru Besar dalam bidang Tajwid dan Qiraat yang sangat terkenal di Makkah).
§  Ilmu Fiqh, Tasawuf, Tajwid, Usulul Fiqh dan Tafsir: Al-‘Alamah ‘al-Syeikh Umar Bajunaid al-Syafi’I, Al-‘Alimul al-Alamah al-Syeikh Muhammad Said al-Yamani, Al-‘Alamah al-Syeikh Muhtar Betawi, Al-‘Alamah al-Syeikh Abdul Qadir al-Mandili (Murid Khusus dari al- ‘Allamah Syeikh Ahmad Hamud Minangkabau Sumatera Barat), Al-‘Alamah al-Faqih Abdul Hamid Abdur Rabb al-Yamani, Al-‘Mutaffanin al-‘Allamah al-Syayid Muhsin al-Musawa (Pendiri Darul Ulum al-Diniyah Makkah Mukarramah), Al-‘Allamah al-Adib al-Syeikh Abdullah al-Lajahi al-Farisi (Pengarang Yang Sangat Terkenal)
§  Ilmu ‘Arud : Syaikh Abdul Ganiy al-Qadli, Syeikh Sayyid Muhammad Amin al-KutbiSyaikh as-Shalih Muhammad Shalih al-Kalintaniy.
§  Ilmu Falak : Syeikh Salim Cianjur al-Falaki, Syaikh al-Khalifah, Syaikh Sayyid Ahmad Dahlan.
§  Hadis dan ‘Ulumul Hadis, Faraid, Tafsir, Tarikh dll : Syaikh Ali al-Maliki Sibawaihi Zamaniy, Syaikh Abdu as-Sattar as-Shidiqy Abdullah al-Bukhariy as-Syafi’iy, Syaikh Salim Rahmatullah al-Malikiy, Syaikh Hassan Muhammad al-Masy-syath al-Malikiy, Syaikh Mukhtar Makhdun al-Hanafiy, Syaikh Sayyid Muhsin al-Musawa, Syaikh Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi al-Hanafiy, Syaikh Umar al-Faruq al-Malikiy, Syaikh Abdul Qadir al-Syalabiy al-Hanafiy, Syaikh Kiai Falak Bogor, Syaikh Malla Musa al-Magribi.
§  Ilmu al-Khath : al-Khaththath Syaikh Abdul Aziz Langkat, al-Khaththath Syaikh Muhammad ar-Rais al-Malikiy, al-Khaththath Syaikh Dawud ar-Rumaniy al-Fathaniy.

c.       Karir Kepemimpinan Dan Karya-karyanya
Perjuangan dan kepemimpinan merupakan satu hal yang tidak terpisahkan
dan saling mengkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola pendekatan yang dipergunakan dalam kepemimpinan itu baik. Di samping itu, kepemimpinan yang arif dan bijaksana akan menghasilkan keberhasilan perjuangan. Syaikh Zainuddin, dalam konteks keindonesiaan dikenal sebagai ulama’ besar karena ilmu yang dimiliki sangat luas dan mendalam. Demikian juga charisma beliau sebagai sosok figure ulama demikian besar. Perjuangan dan kepemimpinan beliau senantiasa diarahkan untuk kepentingan umat. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang telah berjasa kepadanya terutama kepada guru-guru beliau diwujudkan dalam bentuk yang dapat memberikan manfaat kepada umat.
Beberapa bentuk pernghargaan baik kalangan pemerintah setempat begitu juga pemerintah belanda saat itu, walau kadang mengecewakan bagi piha NW, sudah diraihnya. Karna pembawaan dan sikap hidup beliau selalu menunjukkan kesederhanaan  inilah yang membuat beliau selalu dekat dengan para warganya dan murid-muridnya dengan tidak mengurangi kewibawaan dan charisma yang beliau miliki. Keluhan yang disampaikan para warga dan muridnya ditampung, di dengar, dan dicarikan jalan penyelesaiannya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan dengan tidak merugikan salah satu pihak. Semangat keilmuan pun terus dipompa pada halayak santri serta warganya sehingga memiliki kader-kader yang berbobot, berpotensi dan militansi. Bahkan pernah Ia menyampaikan agar murid dan santri beliau memiliki ilmu pengetahuan sepuluh bahkan seratus kali lipat lebih tinggi daripada ilmu pengetahuan yang beliau miliki. Demikian motovasi yang selalu beliau kumandangkan supaya murid dan santri beliau lebih tekun dan berpacu dalam menuntut ilmu pengetahuan, baik di dalam maupun di luar negeri. Pun dalam menerima dan menghadapi para murid dan santeri serta warga Nahdlatul Wathan, beliau tidak pernah membedakan antara yang satu dengan yang lain. Semua murid dan santeri serta warga Nahdlatul Wathan di berikan perhatian dan kasih saying yang sama besarnya, bagaikan cinta dan kasih saying seorang bapak kepada anak-anaknya. Yang membedakan murid dan santeri di hadapan beliau adalah kadar keikhlasan dan sumbangsihnya kepada Nahdlatul Wathan. Dan, untuk membina dan memonitor kualitas kader Nahdlatul Wathan, beliau mengeluarakan wasiat dalam bahasa arab, yang Artinya “Dengan menyebut nama Allah dan dengan memuji-Nya semoga keselamatn tetap tercurah padamu, demikian pula rahmat Allah, keberkatan, ampunan dan ridha-Nya. dll.
                        Untuk mengetahui kepemimpinan dalam perjuangan serta pengabdian yang beliau emban , dapat penulis runut berdasarkan tahun sebagai berikut:
a)      Pada tahun 1934 mendirikan pesantren Al-Mujahidin
b)      Pada tahun 1937 mendirikan Madrasah NWDI
c)      Pada tahun 1943 mendirikan madrasah NBDI
d)      Pada tahun 1945 pelopor kemerdekaan RI untuk daerah Lombok
e)      Pada tahun 1946 pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok Timur
f)        Pada tahun 1947 / 1948 menjadi Amirul Haji dari Negera Indonesia  Timur
g)      Pada tahun 1948/1949 Anggota Delegasi Negara Indonesia  Timur ke Saudi ArabiaPada tahun 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
h)      Pada tahun 1952 Ketua Badan Penasehat Masyumi Daerah Lombok
i)        Pada tahun 1953 Mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan
j)        Pada tahun1953 Ketua Umum PBNW Pertama
k)      Pada tahun 1953 merestui terbentuknya parti NU dan PSII di Lombok
l)        Pada tahun 1954 merestui terbentuknya PERTI Cang  Lombok
m)    Pada tahun 1955 Anggota Konstituante RI hasil Pemilu I (1955)
n)      Pada tahun 1964 mendiriakn Akademi Paedagogik NW
o)      Pada tahun 1964 menjadi PesertKIAA (Konferensi Islam Asia Afrika) di Bandung
p)      Pada Tahun 1965 mendirikan Ma'had Darul Qu'an Wal Hadits Al Majidiyah Asy Syafi'iyah Nahdlatul Wathan
q)      Pada tahun 1972-1982 Anggota MPR RI hasil pemilu II dan III
r)       Pada tahun 1971-1982 Penasehat Majlis Ulama' Indonesia Pusat
s)       Pada tahun 1974 mendirikan Ma'had Lil Banat
t)        Pada Tahun 1975 Ketua Penasehat Bidang Syara' Rumah Sakit Islam Siti Hajar Mataram (sampai 1997)
u)      Pada tahun 1977 mendirikan Universitas Hamzanwadi
v)      Pada tahun 1977 Menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi
w)    Pada tahun 1977 mendirikan fakultas tarbiyah universitas hamzanwadi
x)      Pada Tahun 1978 mendirikan STKIP Mamzanwadi
y)      Pada tahun 1978 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari'ah Hamzanwadi
z)       Pada tahun 1982 mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzan wadi
aa)   Pada tahun 1987 mendirikan Universitas Nhdlatul Wathan mataram
bb)  Pada tahun 1987 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Hamzanwadi
cc)   Pada tahun 1990 mendirikan Sekolah Tinggi Ilamu Dakwah Hamzanwadi
dd)  Pada tahun 1994 mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan putra-putri
ee)   Pada tahun 1996 mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi

            Sedangkan Karya-karya hany abeberapa saja dikarnakan lebih banyak ke lapangan terkait dengan situasi bumi Lombok saat itu beberapa yang dapat kita baca sampai sekarang ini terincikan sebagai berikut :
a.      Dalam bahasa Arab : Risalah al-Tauhid, Sullam al-Hija Syarah Safinah al-Naja, Nahdlah al-Zainiah, At Tuhfah al-Amfenaniyah, Al Fawakih al-Nahdliyah, Mi'raj al-Shibyan ila Sama'i Ilm al-Bayan, Al-Nafahat ‘ala al-Taqrirah al-Saniyah, Nail al-Anfal, Hizib Nahdlatul Wathan, Hizib Nahdlatul Banat, Tariqat Hizib Nahdlatul Wathan, Shalawat Nahdlatain, Shalawat Nahdlatul Wathan, Shalawat Miftah Bab Rahmah Allah,  Shalawat al-Mab'uts Rahmah li al-‘Alamin.
b.      Dalam bahasa Indonesia dan Sasak : Batu Ngompal, Anak Nunggal, Taqrirat Batu Ngompal, Wasiat Renungan Masa I dan II
c.       Dalam Bentuk Syair dan Nasyid :Ta'sis NWDI, Imamuna al-Syafi'I, Ya Fata Sasak, Ahlan bi Wafid al-Zairin, Tanawwar, Mars Nahdlatul Wathan, Bersatulah Haluan, Nahdlatain, Pacu Gama' dll.

d.      Keutamaanya
Masing-masing tokoh saya rasa memilik kelebihan dan kepribadian tersendiri yang kemudian membuat sejumlah orang terdekatnya semisal gurunya, kawan kerabatnya, keluarganya, serta murid-muridnya bahkan musuhnya sekalipun. Begitu juga halnya dengan ketokohan Syaikh Zainuddin ini, beliau mendapat keutamaan keutamaan baik yang terungkap maupun yang tertulis seperti :
§  Syaikh Zakari Abdul Bila, Ulama Besar Kota Suci Makkah teman seangkatan beliau mengatakan, "Saya teman seangkatan Syaikh Zainuddin. Saya bergaul dekat dengannya beberapa tahun. Saya sangat kagum kepadanya. Dia sangat cerdas, akhlaknya mulia. Dia sangat tekun belajar, sampai sampai jam istirahatpun diisinya dengan menekuni kitab-kitab dan berdiskusi dengan kawan-kawan. Syaikh Zainuddin adalah saudaraku, karibku, kawan sekelasku. Saya belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah menang dalam berprestasi di kala dia dan saya bersama-sama dalam satu kelas di Madrasah Shaulatiyah Makkah. Saya sungguh menyadari akan hal itu. Syaikh Zainuddin adalah manusia ajaib dikelasku karena kegeniusannya yang sangat tinggi. Syaikh Zainuddin adalah ulama' mujahid. Dia berjuang untuk kejayaan agama, nusa dan bangsanya. saya tahu telah beberapa banyak otak manusia yang diukirnya, telah berapa banyak kader-kader penerus agama, nusa dan bangsa yang dihasilkannya. Saya tahu dia mukhlis (orang ikhlas) dalam berjuang menegakkan iman dan taqwa di negerinya, rela berkorban, cita-citanya luhur. Kelebihannya selain yang disebutkan bahwa dia selalu mendapatkan do'a dari Ulama'-Ulama' besar di Tanah Suci Makkah Al Mukarramah, utamanya Maulana Syaikh Hasan Muhammad Al Masysyath.
§  Maulanasysyaikh Hasan Muhammad Al Masysyath mengatakan "Saya tidak akan berdoa kehadirat Allah SWT. kecuali kalau Zainuddin itu sudah nampak jelas bersamaku". Beliau juga mengatakan bahwa beliau “menyayangi setiap orang yang sayang kepada Syaikh Zainuddin dan tidak menyayangi setiap orang yang tidak sayang kepada beliau”. Selanjutnya beliau menegaskan bahwa “Syaikh Zainuddin adalah ayatun min ayatillah (satu tanda kebesaran Allah SWT).
§  Mahaguru beliau Al Allamah Asy Syaikh Salim Rahmatullah Mudir (direktur) Madrasah Shaulatiyah menegaskan "Madrasah Shaulatiyah tidak perlu memiliki murid banyak, cukup satu orang saja, asalkan memiliki prestasi dan kualitas seperti Zainuddin".
§  Al Allamah Al Adib Asy Syaikh As Sayyid Muhammad Amin Al Kutbi juga maha guru beliau memberikan pujian dalam syair berbahasa arab, yaitu :
Artinya:
Demi Allah saya kagum pada Zainuddin # Kagum pada kelebihannya atas orang lain.
Pada kebesarannya yang tinggi # Dan kecerdasannya yang tiada tertandingi.
Jasanya bersih ibarat sebuah permata # Menunjukkan kebersihan ayah bundanya.
Karya-karya tulisnya indah lagi menawan # Penaka bunga-bungaan, yang tumbuh teratur dilereng pegunungan.
Dilapangan ilmu ia dirikan Ma'had # Tetap dibanjiri thullab dan thalibat, menuntut ilmu mengkaji kitab.
Ia kobarkan semangat generasi muda # Menggapai mustawa dengan karyanya. Mi'rajushshibyan ila sama''i 'ilmilbayan # Semogalah Allah memanjangkan usianya, dan dengan perantaraannya, ia memajukan ilmu pengetahuan.
di Ampenan bumi Selaparang # Terkirimlah salam penghormatan.
Harum semerbak bagaikan kasturi # Dari Tanah Suci Manuju 'Rinjani.
§  Syaikh Ismail Zain Al Yamani Al Makki, seorang ulama' besar Kota Suci Makkah Al Mukarramah sangat kagum kepada Syaikh Zainuddin, kagum kepada ketinggian ilmu dan keberhasilan perjuangan beliau.  Dengan penuh keikhlasan ulama' besar Kota Suci itu mengatakan bahwa beliau menyayangi siapa saja yang disayangi Syaikh Zainuddin dan tidak menyayangi siapa saja yng tidak disayangi beliau.
§  Fadlilatul 'Allamah Prof. Dr. Sayyid Muhammad 'Alawi 'Abbas  Al Maliki Al Makki, seorang ulama' besar Kota Suci Makkah pernah mengatakan bahwa tidak ada seorangpun ahli ilmu di kota Suci Makkah Al Mukarramah baik thullab maupun ulama' yang tidak kenal akan kehebatan dan ketinggian ilmu Syaikh Zainuddin. Syaikh Zainuddin adalah ulama' besar bukan hanya milik ummat Islam Indonesia tetapi juga milik ummat Islam sedunia.
§  Prof. Dr. Abdul Wahhab Ibrahim Abu Sulaiman Guru Besar universitas Ummul Quro Makkah menegaskan bahwa Maulana Syaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid adalah ulama' yang ahli dalam semua bidang ilmu keislaman serta memiliki kelebihan atas Ulama'-Ulama' lainnya dan beliu adalah sisa ulama' salaf yang saleh (Baqiyyatussa-lafishshalih).
§  H. Alamsyah Ratu Perwiranegara dalam kapasitas sebagai Menteri Agama RI mengatakan bahwa andaikata bukan karena usaha NWDI, wajah masyarakat Lombok tidak seperti yang kita lihat sekarang ini, tetapi masih hidup dalam nilai-nilai jahiliyah.
§  Dr. H. Haryono Suyono Kepala BKKBN Pusat / Menteri Negara Kependudukan menegaskan bahwa NW bukan saja singkatan dari Nahdlatul Wathan tetapi juga singkatan dari "Nomor Wahid" karena kepeloporan an keberhasilannya dalam meningkatkan kesejahteraan mummat dan menyukseskan Gerakan KB Nasional.
Dan masih banyak lagi dari kalangan instansi dan ulama setempat terlebih lagi setelah berita kewafatannya, pujian pujian pun terus mengalir dari setiap orang yang sudah mengenalnya. Setelah melewati masa masa hidupnya, akhirnya Beliau dipanggil Allah swt, tepatnya selasa, 20 Jumadil Akhir 1418 H / 21 oktober 1997M dengan meninggalkan du orang putrid Siti Raiuhun ZAM,  dan Siti Raihanun ZAM hingga kadang beliau dekinal dengan Abu Rauhun waihanun.
2.      PROFIL SINGKAT NAHDLATUL WATHAN
Sebagai konsekuensi dari sebuah perjuangan, maka pendirian sebuah lembaga yang akan memayungi ide-ide pergerakan menjadi suatu keniscayaan dalam perjuangan. Dengan demikian Syaikh Zainuddin pun bermaksud demikian sehingga didirikanlah Nahdlatul Wathan sebagai induk pergerakan[17] yang terinci dalam dua bagian yakni NWDI[18] pada tangal 15 Jumadil Akhir 1356 H/ 22 Agustus1937 M, dan NBDI[19] pada tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/ 21 April 1943 M[20]. Inilah madrasah pertama kalinya di bumi Lombok yang terus berkembang sebagai cikal bakal dari seluruh madrasah yang bernaung di bawah Organisasi Nahdlatul Wathan-yang selanjutnya nama tersebut diabadikan dengan istilah “Pondok Pesantren Darun Nahdlatain”.
Usaha-usaha perjuangan ini terus dilakukan, dengan diresmikannya Organisasi Nahdlatul Wathan pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/ 1 Maret 1953 M sebagai wadah pengkoordiniran sejumlah madrasah serta madrasah cabang yang bernaung di bawah yayasan Nahdlatain yang bergerak dalam bidang pendidikan social dan dakwah. Menurut data yang sampai tahun 1997 lembega lembaga pendidikan ini berjumlah 747 dari tingkat TK-PT pun lembaga social, dakwah lainnya. Cabang-cabang ini telah menyebar ke beberapa kepulauan di Indonesia seperti Bali, NTT, Jawa, DKI Jakarta, Riau, Sulawesi Selatan dan Timur, Kalimantan Timur dan Selatan dan lain lain.
Keberadaan NW di bumi Lombok ini, bener bener menjadi pusat peradaban dan kebudayaan baik melalui proses asimilasi budaya warisan juga pembenahan serta penataan secara islami. Di samping itu, madrasah ini oleh Syaikh Zainuddin dijadikannya sebagai pusat pergerakan Kemerdekaan Indonesia melalui gerakan Mujahidinnya serta beberapa gerakan lainnya. Pada masa itu salah satu adik kandungnya TGH. Muhammad Faisal Abdul majid sebagai pemimpin penyerbuan Tanksi militer NICA di Selong wafat bersama du orang santri, yang kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Rinjani Selong Lombok Timur.

B.     PANDANGAN MENGENAI HADITS
1.      PENGERTIAN HADITS
Pengertian hadis dalam hal ini NW tampaknya lebih berapiliasi pada pengertian  yang sudah dimafankan para ulama Fiqih dan Usul pada umunya ketimbang pengertian yang sudah dibakukan ulama hadis. Dimana ulama Fiqih hanya memasukkan 3 poin utama dalam pendefinisian hadis sedangkan ulama hadis memasukkan 5 poin utama sebagai kategori hadis[21]. Jadi hadi dalam pendangan NW berarti Segala seuatu yang berasal dari Nabi baik dalam bentuk perkataan, perbuatan dan penetapan. Asumsinya bahwa apa saja yang berasal dari nabi dari 3 poin di atas merupakan paradigma praktis dalam memahami agama Islam.
2.      KEDUDUKAN HADITS
Nahdlatul Wathan dalam merumuskan sumber sumber ajaran Islam otentik, memiliki hubungan erat dengan pemikiran yang dikembangkan ulama ulama as-Syafi’iyyah. Hal ini bias kita ketahui dari sejumlah guru-guru yang saya sebutkan di atas yang rata-rata bermazhab Syafi’i. Bahkan NW dalam perjuanganya resmi menjadikan Mazhab Syafi’I sebagai mazhab organisasi dalam bidang Syariah. Untuk itu, sebagaimana kaum muslimin lainnya, NW mendudukkan hadis sebagai sumber utama dalam bersyariah yang berada pada tingkatan ke-2 setelah al-Quran[22].
Paling tidak ada tiga poin alas an pembacaan NW dalam memposisikan hadis sebagai sumber ke-2 yakni:
a)         Allah mewajibkan agar menta’ati Rasul-Nya. Pernyataan ini diperkuat dengan firman Allah dalam [Ali Imran(3):32], [an-Nisa’(4):59,65,80,83,], [al-Ahzab(33):36], [al-Hasyr(59):7] yang menegaskan .
b)        Merupakan sebuah kesepakatan para sahabat semasa hidup maupun setelah meninggal untuk mengikuti sunnah
c)         Dalam al-Quran Allah telah menetapkan ragam bentuk kewajiban yang mujmal yang dimana hukum serta petunjuknya belum sepenuhnya dirincikan semisal perintah solat, zakat,puasa,haji dll.[23]

3.      KITAB INDUK NAHDLATUL WATHAN DALAM HADITS
Pada lembar latar belakang, penulis telah menyampaikan sekelumit runutan dinamika pemikiran dari generasi kegenerasi, yang kemudian sangat member pengaruh pada generasi berikutnya yang sekaligus mengikuti lairan masing-masing. Hal ini tidaklah mengherankan, betapa tidak akan cukup rumit bila kita bener-bener murni total mengembalikan ilmu terdahulu dlaam hal ini masa nubuwwah. Realita semacam ini terus berjalan mengikuti perkembangan seakan akan berdiri di atas cabang masing masing. Dan pada akhirnya kita melihat adanya benturan benturan terminology teoritis dan praktis bahkan sampai pada benturan fisik. Terkait dengan itu, Nahdlatul Wathan dalam keagamaanya memiliki kitab-kitab khas yang berakar dari sebuah mazhab. Dalam hal ini adalah Mazhab Syafi’I dalam syariah dan Ahlu as-Sunnah dalam Faham keagamaan teologi.
Sebagaimana umumnya Sunni telah menetapkan sejumlah Kitab-kitab induk sebagai rujukan utama dalam hadis yakni apa yang disebut dengan Kutub as-Sab’ah yang bila dirunut berdasarkan tingkatan keshohihan mulai dari hasil periwayatan Bukhari, Muslim, at-Tirmizi, an-Nasai, Abu Dawud, ibn Majjah dan Ahmad. Ketujuh perawi merupakan induk periwayatan hadis dalam tradisi Sunni kebanyakan walau di dalamnya ada beberapa pertentangan yang belum selesai sampai sekarang. Disamping tujuh perawi utama ini, ada sejumlah perawi-perawi lainya yang juga dijadikan sebagai rujukan dalam khazanah keislaman semisal ibn Khuzaimah, ibn Hibban, Imam Baihaqi, Daru al-Quthni, ad-Darimi dll.
Perawi perawi ini, bila di klasifikasi berdasarkan kitab yang dikarang masing-masing, maka akan terbagi menjadi beberapa bagian dengan nama istilah yang berbeda sesuai dengan tujuan dan pungsi disusunnya kitab tersebut. Sebagaiman ketentuan yang sudah ditetapkan para ulama model kitab tersebut seperti Kitab yang tergolong al-Jami’ dan as-Shohih, kemudian kitab yang tergolong Kitab Sunan, Musnad, Ahkam serta kitab kitab hadis lainnya.
Kaitannya dengan itu, NW dalam memeahami hadis sangat erat sekali konsep pemikirannya dengan pemikiran mazhab Syafi’I, dengan demikian kitab-kitab induk yang dipergunakan adalah sejumlah kitab yang sudah masyhur di kalangan Mazhab Syafi’I itu sendiri baik dalam bentuk Jami’, sunan,  musnad dll. Untuk lebih jelasnya penulis rincikan sebagai berikut :
a)      Untuk kitab sekelas Jami’ dan Shohih NW lebih cendrung memakai Shohih Bukhari dan Muslim.
b)      Untuk kitab sekelas Sunan, NW lebih cendrung memakai Sunan at-Tirmizi, Sunan Nasa’I, Sunan, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majjah. Dan untuk Sunan al-Baihaki, Sunan Daru al-Quthni, Sunan ad-Darimi hanya sedikit sekali dalam arti tidak begitu banyak dipergunakan.
c)      Untuk Kitab sekelas Musnad, sebagaimana latar belakang mazhab NW hanya mempergunakan Musnad as-Syafi’i
d)      Untuk Kitab sekelas al-Ahkam, NW pada kebanyakannya lebih menggunakan Nailul Autar dan Bulugul maram, Riyadu as-Sholihin, dll.
e)      Untuk kitab –kitab hadis lainnya lebih menggunakan kitab kitab hadis dari kalangan mazhab Syafi’I semisal al-Arbain an-nawawiy serta syarah syarah dari masing masing kitab, semisal Fathul Mubdi syarah dari salah satu syarah shohih Bukhari.
Namun juga pada kesempatan lainnya terutama dalam pengajarannya di lembaga maupun masyarakat kadang mengambil hadis-hadis yang tertuang dalam mazhab lainya semisal al-Muwatta’ dalam mazhab Maliki.




C.     HADITS-HADITS NAHDLATAIN DAN METODOLOGI
1.      HADITS-HADITS NAHDLATAIN
Perlu kami ingatkna bahwa disetiap item hadis Nahdlatain yang kami maksud hanya menampilkan satu buah hadis saja dengan mengambil hadis yang lebih popular baik dalam ceramah maupun pengajaran. Yang kami maksud popular adalah misalnya pada item hadis I’lau Ka;likmati ad-Din dst.., di sini terdapat banyak hadis yang menyangkut pengistilahan ini, dan Nahdlatul Wathan pun dalam pengajarannya menyampaikan varian hadis tersebut, dengan demikian beberapa hadis yang disebut kami ambil satu hadis yang kiranya dapat mewakili maksud pokok dari masing masing item. Di samping itu, demi memudahkan penulis dalam mendeskripsi serta menganalisis lebih lanjut.
a.       Hadits I’lau Kalimatiddin Wa’izzul Islam wal Muslimin[24]
Rasulullah saw bersabda:
بني الاسلام على خمسٍ على ان يوحَّد الله, واقام الصلاة, وايتاء الذكاة وصيام رمضان والحج
Tegaknya islam itu harus dibangun melalui 5 pondasi dasar: tegakkan kalimatullah, dirikanlah sholat, tunaikan zakat, berpuasa serta menunaikan ibadah hajji”[25]

b.      Islam Wetu Telu[26]
Rasulullah saw bersabda :
كان رسول الله ص.م. يوما بارزا للناس, فاتاه رجل فقال : يارسول الله ما الايمان؟ قال:"ان تؤمن بالله", وملاءكته, وكتابه, ولقاءه ورسله, وتؤمن بالعث الاخير". قال:يارسول الله ما الاسلام؟ قال: "الاسلام ان تعبدالله ولاتشرك به شيئا, وبقيم الصلاة المكتوبة, وتؤدى الذكاة المفروضة, وتصوم رمضان". قال: يارسول الله ما الاحسان؟ قال: "ان تعبدالله كانك تراه فانك ان لاتراه, فانه يراك". قال: يارسول الله متى الساعة؟ قال: "ما المسؤول عنها بأعلم من السائل, ولكن ساحدثك هن اشراتها: الى اخر.........فقال رسول الله "هذا جبريل جاء ليعلم الناس دينهم"
“Ketika Rasulullah saw berada di tengah-tengah para sahabat, tiba-tiba seorang lelaki dating dan bertanya: “ wahai Rasulullah apakah iman”?. Rasul menjawab: “ imana adalah percaya pada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para rasul-Nya serta kebangkitan hari akhir”. Laki itupun bertanya :“wahai rasulullah apakah islam”?. Rasul menjawab:“ Islam adalah menyembah Allah dan tidak mensekutukannya dengan sesuatu, mendirikan sholat yang sudah dipardhukan, menunaikan zakat yang diwajibkan dan berpuasa pada bulan ramadhan”. Lelaki itu bertanya lagi : “wahai rasulullah apakah ihsan? Rasul menjawab : “engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatnya,bila engkau tidak dapat melihatnya sesungguhnya Ia melihatmu”. Lelaki itu pun bertanya: “wahai rasulullah kapan hari kiamat?. Rasul menjawab : “yang bertanya tentu lebih mengetahui dari yang ditanya, akan tetapi aku akan menjelaskan beberapa tanda hari kiamat tersebut:…dst sampai pada kalimat “Dia adalah Jibril, dating kepada kalian untuk mengajarkan agama kepada manusia”.[27]

c.       Gerakan Mujahidin 45[28]
Rasulullah saw bersabda:
قال سعيد يا رسول الله اي الناس افضل وفي رواية خير؟ فقال رسو ل الله : " مؤمن يحاهد في سبيل الله بنفسه وماله. قالوا: ثمَّ من؟ قال: مؤمن في شعبِ من الشِّعاب يتَّقي (وفي رواية: يعبد) الله ويدع الناس من شرِّه
"Dikatakan (Dalam riwayat lain: Seorang Arab Baduwi pernah datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling utama itu?" (Dalam riwayat lain: yang paling baik) Rasulullah bersabda, "Orang mukmin yang berjihad pada jalan Allah dengan jiwa dan hartanya." Mereka bertanya, "Lalu siapa lagi?" Beliau bersabda, "Orang mukmin yang hidup di suatu lereng gunung494, ia bertaawa (Dalam riwayat lain: Ia beribadah) kepada Allah dan meninggalkan berbuat buruk terhadap manusia"[29]

d.      Sholawat
من صلى علي صلاة صل الله عليه بها عشرا
Barang siapa yang bersholawat kepadaku satu kali maka Allah akan memabalasnya sepuluh kali[30]

e.       Doa Asma’
قال رسول الله : "ان الله تسعو وتسعين اسما, من حفظها دخل الجنة والله وتر يحبًّ الوتر"

Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, barang siapa menghapalnya niscaya masuk surge dan Allah itu ganji dan menyukai yang ganjil[31]
f.        Hadis ‘Ilmi
قال رسول الله ص.م. : "اطلبوا العلم ولو بالصين "
Carilah ilmu itu walu sampai ke negeri Cina[32]

g.       Ziarah Makam
كنت نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها فإنها ترق القلب، وتدمع العين، وتذكر الاخرة، ولا تقولوا هجرا
“Dahulu aku melarang kalian untuk berziarah kubur. Ziarahilah kubur, sesungguhnya hal itu dapat melembutkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan pada kehidupan akhirat (Ingatlah) jangan mengucapkan perkataan yang batil ketika berziarah kubur.[33]

h.       Tawassul

وما تقرَّب اليَّ عبدي بشيئ أحبًّ إليَّ مما افرضته عليه ولايزال عبدي يتقرَّب إليَّ بالنوافل حتى أحِبّه
Tidak ada hamba-Ku yang mendekatkan diri pada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku sukai dari pada mendekatkan diri dengan melaksanakan apa yang telah Aku wajibkan padanya;dan apabila ia senantiasa bertaqarrub kepada-Ku dengan amalan amalan Sunnah, maka Aku pasti mencintainya[34]

            Sebagaimana difahami NW bahwa pendekatan diri pada Allah merupakan perintah yang sangat dianjurkan. Terlepas dari konteks apapun, yang jelas pendekatan itu memang harus dilakukan bila kita ingin secara pasti mengetahui dan memperoleh apa yang kita inginkan. Termasuk pada Allah tentu sesuatu yang lebih wajib dalam konteks tersebut.
            Dalam hadits ini jelas sekali mengatakan pendekatan itu dilakukan dengan amalan amalan sunnah, dan sunnah itu sendiri adalah menjadi satu istila disiplin ilmu setelah wafatnya Rasulullah sekaligus menjadi satu status hukum dan etika. Sunnah dalam pengertiannya memiliki terminology dan etimologi yang berbeda dari masing masing aliran. Sebagian mengategorikan keseluruhan aspek dan sebagian lagi aspek tasyri’ saja dan sebagian lagi membedakan aspek insane dan tasyri’i. Dengan kemuidian lahirlah persepektif perspektif yang memiliki corak khas dari masing masing kellompok.
            NW, misalnya menganggap zikir, ziarah kubur itu merupakan salah satu sunnah dari sekian sunnah yang ada, dan konsekuensinya_sebagai sunnah maka dijaidkan sebagai salah satu wasilah. Oleh karna itulah ziarah dan semacamnya termasuk hal hal yang sunnah dan boleh dijadikan sebagai wasilah.

2.      METODOLOGI DALAM MEMAHAMI HADITS
Pengajaran hadis dalam tradisi Nahdlatul Wathan sangat erat sekali dengan tradisi-tradisi yang dibudidayakan ulama ulama para terdahulu. Salah satunya adalah pengajaran hadis berbasis ijazah. Hal ini penulis katakana karna selama mengenyam pendidikan di sana penulis juga telah menerima beberapa hadis melalui metode ijazah di antaranya, ijazah bil musafahah, melalui TGH. Husnu ad-Duat, Ijazah bil musaslasal serta ijzaha bil allihyah dll. Selain itu bukti yang sangat kuat adalah system ini dilestarikan di lembaga Ma’had Daru al-Quran wa al-Hadis al-Majidiyyah as-Syafi’iyyah yang merupakan lembaga pusat kader dai-dai NW, dimana para Tuangguru-tuangguru sebelum memulai pengajaran hadis selalu bertawassul dengan dengan pembacaan fatihah yang ditujukan kepada Nabi, sahabat, tabiin, ulama, pengarang kitab itu sendiri, guru-guru serta kaum muslimin dengan harapan mendapat keberkahan dalam mempelajari kitab hadis tersebut. Kemudian para santri pada umumnya mendekte beberapa arti dari mupradat yang asing, dan diperbilehkan bertanya bila ada beberapa keterangan yang rumit difahami. Namun dalam pertanyaan itu pun tidak begitu diperkenankan mengungkap sejumlah pertanyaan yang yang dapat merusak suasana pembelajaran, melainkan dengan etika serta tata sopan santun.
Penulis bisa menangkap ada bebarapa metodologi yang umumnya diterapkan NW dalam pengajarannya adalah metodologi “Sami’na wa ‘Ata’na”. Dalam arti bahwa meyakini kevalidan hadis-hadis yang sudah tertuang dalam kitab-kitab Jami’, shohih atau apa yang disebut dengan kutub as-Sab’ah terutama kitab kitab yang popular di kalangan mazhab as-Syafi’i. Dengan demikian mempertajam pertanyaan yang menyudutkan perawi merupakan tindakan yang mungkar atau disebut dengan “Su’ul Adab”. Namun walau demikian ada juga beberapa tokoh NW lainnya yang kritis terhadap prihal ilmu hadis serta metodologi yang menurutnya seharusnya dipergunakan.
Beberapa metodologi NW dalam memahami hadis tampaknya lebih dekat dengan metode ijmali yakni menjelaskan atau menerangkan hadis­-hadis sesuai dengan urutan dalam kitab hadis yang ada dalam al-Kutub al-Sittah secara ringkas, tapi dapat merepresentasikan makna literal hadis dengan bahasa yang mudah dimengerti dan gampang dipahami. Dan beberapa kata konci yang harus dipegang adalah sebagai berikut:  

a.       Memahami Hadis berdasarkan petunjuk al-Quran
Memahami hadis menurut NW haruslah menyesuaikan hadis tersebut dengan al-Quran, sehingga relevan dengan apa yang dibahas al-Quran sendiri dengan apa yang ada di Hadis. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyimpangan dan salah mengartikan. Karna al-Quran itu telah sempurna sebagaimana dalam ayat ke-115 dari surat al-An’aam:
ôM£Js?ur àMyJÎ=x. y7În/u $]%ôϹ Zwôtãur 4 žw tAÏdt6ãB ¾ÏmÏG»yJÎ=s3Ï9 4 uqèdur ßìŠÏJ¡¡9$# ÞOŠÎ=yèø9$# ÇÊÊÎÈ  
telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha mengetahui.[al-‘An-‘aam(6):115].

 Akan tetapi kalaupun ada sejumlah hadis yang memang agak jauh anjuran al-Quran , akan tetapi ruh al-Quran dan Hadis tersebut terapat titik temu, maka hal tersebut boleh dilakukan semisal hadis hadis yang menyinggung tentang suatu keutamaan baik suart dari al-Quran, atau hal lainnya. Pun juga metodologi dalam upaya menyampaikan maksud al-Quran itu sendiri. Semisal zikir, tawassul, ziarah kubur dll.
b.      Meyakini Sepenuhnya hadis Nabi itu Mutlak benar
Sebagaimana ummat islam umumnya hamper tidak adak yang membantah bahwa apa yang dibawa Nabi adalah mutlak kebenarannya, walau hal ini masih dalam perbincangan yang seringkali berbenturan antara pemikira aliran satu dengan yang lainnya. Na,mun demikian, kita juga sepakat bahwa apa yang disampaikan Nabi merupakan perkataan Allah yang tidak tertulis[an-najm(53):3-4].
Kaitannya dengan itu, Nahdlatul Wathan dalam memahami hadis oleh pendirinya kerap kali menyampaikan akan kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi baik dalam pengajaran di lebaga maupun pengajaran di lapangan. Betapa tidak bahwa ini juga merupakan kesepakatan kaum muslimin pada umunya. Disamping itu Syaikh Zainuddin juga banyak mengambil pemikiran dari sejumlah Syaikh-sayaikh tempat ia belajar hadis, dimana satu sisi Syaikhi-syaikh tersebut rata-rata memiliki alur pemikiran salaf, dengan demikian sedikit tidak Syaikh Zainuddin juga memiliki keterpengaruhan dengan pemikiran yang dibawa gurunya. 
Syaikh Zainuddin dalam meperkuat argumennya ini, ia mengutip firman Allah dalam surat an-Nisa’(4):59, al-Ahzab(33):21 dll. Menurutnya bahwa firman ini adalah dalil yang jelas dan tegas bahwa apa yang dibawa Nabi itu benar, dengan demikian kita sebagai muslim wajib mengikuti apa yang telah Nabi ajarkan[35]. Di samping itu, hadis hadis yang selalu penulis dengar adalah hadis yang menyatakan akan peninggalan rasul yang harus dipegangi ummat islam yakni :
                                                 قد تركت فيكم ما ان عتصعتم به فلن تضلوا ابدا: كتاب الله و سنّة نبيه
“Aku telah meninggalkan kalian yang bila kamu berpegang teguh pada keduanya, niscaya kamu tidak akan sesat yakni al-Quran dan Hadis”

c.       Meyakini bahwa hadis-hadis maktubah dalam kutub as-Sab’ah benar
Penting dalam tradisi NW bahwa apa yang termaktub dalam kitab kitab hadis induk merupakan sesuatu yang harus diterima dengan penuh kepercayaan. Hal ini terlihat jelas bah Wa disetiap pengajaran hadis ada titik penekanan agar para santri selalau tunduk dan patuh terhadap apa yang sudah disampaikan ulama ulama terpercaya sesaui dengan penetapan dalam mazhab as-Syafi’i.
Penetapan ini, menurut penulis barang kali mengutip pendapat Imam Abu as-Sholah (w 643 H): “Bahwa kitab yang paling otentik setelah al-Quran adalah kitab Shohihain. Kemudian prnyataan ini juga diperkuat oleh salah satu Pensyarah terkenal dalam Mazhab as-Syafi’i yakni Imam Nawawi (w 676 H) dengan kalimat tambahan “ bahwa para ulama’ telah berijma’ dalam masalah ini dan ummat islam menerimanya.[36]
Pernyataan Syaikh Zainuddin dalam keharusan menerima kredibilitas kitab-kitab tersebut juga diperkuat melalui pengajaran-pengajaran hadis oleh seluruh tuangguru-tuangguru yang tergabung dalam NW di beberapa kesempatan baik dalam lembaga maupun lapangan. Di samping itu isu-isu ingkarus Sunnah[37] serta penghancuran kredibilitas Ulama Hadis masih tetap berlangsung, sehingga NW melalui pengajarannya berusaha membendung isu-isu tersebut agar masyarakat NW tidak terperdaya oleh sejumlah isu-isu yang dapat menghancurkan spirit religius keagamaan-apalagi pada saat itu masih erat kaitannya denagn pengislaman Wetu Terlu[38] serta pengusiran para penjajah. Menurutnya isu-isu ini dapat memecah belah ummat dan pada saat yang sama masyarakat lombok tampak belum siap dengan problem itu. Dengan demikian penegasan prinsip ini menjadi materi aktual dalam tradisi pengajaran hadis di lingkup NW.

d.      Mendahulukan iman dari pada akal
Pernyataan ini sesaui dengan faham pemikiran yang diikuti NW dalam teologi yakni mengikuti pemikiran ‘Asyariyah. Dimana dalam konsep ‘Asyariyah dalam memahami al-Quran wahyu lebih tinggi derajatnya dengan akal dan ini juga berlaku dalam hadis ketika memahaminya. Kaitannya dengan itu, NW sangat mengatur jarak dengan penggunaan akal secara keseluruhan, melainkan mendahulukan iman untuk meyakininya. Hadis dalam kaitannya ini biasanya pada hadis-hadis mugayyibat yang menyangkut pembahasan malaikat, surga neraka, siksa kubur , takdir serta berita berita langit lainnya.
e.       Memelihara , teks serta ruh Hadis dan mengkontekstualkan sarana
Dalam beberapa kesempatan ad sejumlah hadis-hadis yang sarat dengan metode atau tata cara yang sudah diberi Nabi sepanjang kehidupannya. Dan hal ini diakui oleh NW dalam mengaplikasikan seluruh hadis hdais nabi. Dalam kehidupan NW ada sejumlah hadis hadis nabi yang memang secara metodologi tetap dipertahannkan semisal hadis-hadis siwak, dimana para tungguru sangat mengutamakan agar menggunakan siwak berjenis kayu sebagai pembersih gigi walau pun tetep menggunakan pasta gigi ala modern sekarang. Selain itu misalnya hadis-hadis bekam, inipun tetap dipandang sebagai suatu keutamaan dalam menjaga kesehatan. Penggunaan kayu cendana sebagai penawar tujuh penyakit, pemamfaatan habbatu as-Sauda’dll.
f.        Menyemarakkan hadis-hadis targib.
Hadis hadis targib ini, dalam nalar NW sangat berperan dalam memompa semangat nahdiyyah untuk berjuang dalam islam baik dalam konteks menuntut ilmu maupun dalam mengusir penjajahan Belanda saat itu. Adapun contoh-contoh dalam kategori ini akan kami ulaskan pada pemabahasan berikutnya.
g.       Mengutamakan makna hakikat dari pada majaz
Memahami makna hakikat dalam hadis sangatlah perlu, hal ini dikarnakan ada sejumlah hadis hadis yang disampaikan oleh Nabi dalam bentuk bahasa majaz[39] atau metafori. Dalam pembicaraan ini, NW melalui pengajarannya maajaz-majaz ini dapat diketahui melalui karinah sebagai indicator baik yang terucapkan maupun yang terlihat dari situasi dan kondisi.Misalnya dalam hadis qudsi pendekatan Allah akan berjalan tergantung seberapa dekat manusia mendekati-Nya. Kaitannya dengan hadis ini, NW menegaskan bukalah berarti pendekatan Allah sebagaimana dekatnya manusia yang berjenis, melainkan percepatan ketaatan manusia kepada Allah dan Allah akan mendatangkan pahala lebih cepat ketimbang ia melakukan taat. Dan hal ini diungkapkan dalam kiasan “berjalan dan berlari”
h.       Meyakini hadis mugayyibat
Sejumlah hadis-hadsi mugayyibat harus diyakini kebenarannya, apalagi berita ini telah Allah sampaikan melalui al-Quran dan kemudia diperkuat lagi oleh Nabi sendiri. Denagn demikian dalampandangan NW seorang muslim tidaklah pantas untuk menolak mentah mentah sejumlah berita berita goib yang kerap disinggung nabi karna bila itu terjadi akan menjerumuskan manusia pada kategori ingka as-Sunnah. Oleh karna itu sejumlah berita-berita mughayyibat mulai dari surge neraka, padang mahsyar, siksa kubur serta yang terkai dengan berita mugayyibat lainnya harus tetap diimani.

D.  RELEVANSI TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL KEMASYARAKATAN SASAK
Kehadiran NW di tanah Lombok telah melahirkan sejarah yang sangat monumental, dimana tanah yang begitu dekat dengan kejahiliahan serta kegelapan ilmu pengetahuan dalam bidang agama telah disulam menjadi tanah yang beperadabana tinggi dalam tingkat kesalihan individual, social dan ekonomi. Segala cara telah diupayakan dalam konteks perubahan social kemasyarakaytan baik melalui jalur rekonstruksi pendidikan dari sistim khlaqoh menjadi klasikal,kemudian jalur dakwah dan social lainnya. Bahkan secara tegas Syaikh Zainuddin dalam pengajarannya mengatakan perubahan itu adalah “fardhu ‘Ain” terutama dalam bidang pendidikan, social dan Dakwah”. Dan untuk mencapai cita-cita itu diperlukan kesungguhan serta keihlasan yang dibarengi dengan kesabaran[40].
Untuk melihat sejauh mana perubahan-perubahan pemikiran yang sudah ditanamkan NW sepanjang perjalanan sejarah di tanah Lombok, maka kami akan menguraikannya dalam tiga bentuk utama yakni:
1.      Perubahan Dalam Pendidikan
Bila kita runut, sejak awal terbentuknya kemasyarakatan dan kemunculan Islam di Lombok bisa dibilang peradaban dalam segala bidang masing terhitung di bawah standar. Semisal pendidikan, yang mulanya masih dalam bentuk pengajian yang diselenggarakan di beberapa Masjid, Mushalla dan rumah-rumah melalui sistim Khalaqah[41]. Dan pada saat itu penganut Islam Wetu Lima terbilang cukupbanyak dengan islam singkritisnya. Dengan demikian tradisi semacam itu tidak mudah untuk dirubah sebagaimana system pendidikan islam yang berkembang sibelahan dunia lainnya. NW dalam perkembangannya realita ini perlu adanya perubahan baik dalam bentuk sitem maupun kafasitas seorang guru yang mengajar. Melalaui upaya upaya yang telah dilakukan sedikit demi sedikit perubahan itupun mulai kelihatan dengan melintasi tantangan baik dari dalam maupun luar.
Beberapa bentuk perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
§  Pendidikan dari sistem khalaqah menjadi sistem kalsikal
§  Penyetaraan hak pendidikan antara lelaki dan perempuan
§  Pengembangan fasilitas pendidikan dalam bentuk alat tulis, media pembelajaran serta sarana sarana lainya yang popular saat itu.
§  Peningkatan tarap tingkat sekolah mulai dari MI sampai ke Universitas[42]
§  Perluasan kawasan pendidikan baik dalam bentuk fisik maupun sitem lainnya.
§  Perluasan madrasah madrasah ke beberapa daerah seperti Lombok Timur, Lombok barat, Tengah Sumbawa, Dompu dan Bima serta cabang cabang lainnya.
§  Pembinaan terhadap tenaga pengajar baik yang ada di pusat maupun di cabang cabang lainnya. Dll

2.      Perubahan Dalam Sosial
Sedangkan perubahan dalam bidang sosial semisal telah didirikannya lembaga lembaga social seperti LP3M, LPA NW, KOP NW, LPUL NW, LEK NW, dll
3.      Perubahan Dalam Bidang Keagamaan
Adapun dalam bidang keagamaan serta penyiaran islam, NW telah mendirikan beberapa lembaga penyiaran seperti Dewan Muhtasyar, RHN, LD NW, PPII NW, LKD NW dll.
Keberadaan NW sebagai organisasi pendidikan , sosial dan dakwah telah mendapatkam suatu kehormatan baik masyarakat Lombok serta ormas ormas lainnya seperti Muhammidiyah, Yatofa, Ampibi serta sekelompok non muslim lainnya. Dalam pandangan mereka, dengan kehadiran NW ini tingkat pemikiran, ekonomi serta religius mereka makin bertambah dan hal ini kerap mereka akui sebagai suatu realita yang patut dihargai.
NW dalam perjalananya hingga saat ini masih tetap eksis walau pun pasca Zainiyah terjadi benturan otoritas kepemimpinan hingga terpecah menjadi dua bagian NW Pancor yang berpusat di Pancor  sendiri didirikan semula, dan NW Anjani berpusat di desa Anjani bagian timur Kepulauan Lombok. Peristiwa itu berlangsung selama 12 tahun dan di tahun 2010 tepatnya selasa malam pukul 23.00 WIT 12 Jumadil Ula 1431 M/ 4 Mei 2010 M NW telah menyatakan dirinya untuk bersatu dalam stu haluan dan perjuangan



















BAB III
PENUTUP
A.     KESIMPULAN
Dari uraian di atas ada beberapa poin yang kami bisa simpulkan sebagai berikut :
Terminologi Hadis dalam pandangan Nahdlatul Wathan sama terminologi yang sudah dubangun ulama terdahulu dalam pengertian Segala sesuatu yang berasal dari Nabi dalam bentuk perkataan, perbuatan, dan penetapan. Dimana karateristik hadis itu sendiri hanya memasukkan 3 poin utama saja yang berbeda dengan ulama hadis sendiri.
Kedudukan Hadis di mata NW, dipandang sebagai sumber hukum yang ke dua setelah al-Quran. Kalaulah seorang wajib mengikuti al-Quran sebagai sumber,maka begitu juga hadis wajib diikuti karna meripakan suatu kewajiban yang sudah termaktub dalam al-Quran itu sedniri. Namun karna NW mengikuti alur pemikiran Mazhab Syafii dalam syariah dan pemikiran asy-‘Ariyah dalam akidah, maka kitab kitab hadis yang menjadi rujukan adalah sejumlah kitab yang memang dipakai dalam Mazhab Syafi’i pun dalam aliran asy-‘Ariyah, misalnya kitab sekelas Jami’ dan Shohih NW lebih cendrung memakai Shohih Bukhari dan Muslim, kitab sekelas Sunan, NW lebih cendrung memakai Sunan at-Tirmizi, Sunan Nasa’I, Sunan, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majjah. Dan untuk Sunan al-Baihaki, Sunan Daru al-Quthni, Sunan ad-Darimi hanya sedikit sekali dalam arti tidak begitu banyak dipergunakan, untuk Kitab sekelas Musnad, lebih banyak mempergunakan Musnad as-Syafi’i, kemudian, untuk Kitab sekelas al-Ahkam, NW pada kebanyakannya menggunakan Nailul Autar dan Bulugul maram, Riyadussolohin dll, dan untuk kitab –kitab hadis lainnya lebih menggunakan kitab kitab hadis dari kalangan mazhab Syafi’I semisal al-Arbain an-nawawiy serta syarah syarah dari masing masing kitab, semisal Fathul Mubdi syarah dari salah satu syarah shohih Bukhari dll.
Adapun metodologi yang dipakai NW dalam memahami hadis adalah sebagai berikut:
1.      Memahami Hadis berdasarkan petunjuk al-Quran
2.      Meyakini Sepenuhnya hadis Nabi itu Mutlak benar
3.      Meyakini bahwa hadis-hadis maktubah dalam kutub as-Sab’ah benar.
4.      Mendahulukan iman dari pada akal
5.      Memelihara , teks serta ruh Hadis dan mengkontekstualkan sarana
6.      Menyemarakkan hadis-hadis targib.
7.      Mengutamakan makna hakikat dari pada majaz
8.      Meyakini hadis mugayyibat
Kemudian perubahan perubahan yang telah dilakukan NW sepanjang perjalanannya rebagi menjadi tiga pokok yakni: dalam bidang pendidikan melakukan beberapa hal seperti; Pendidikan dari sistem khalaqah menjadi sistem kalsikal, Penyetaraan hak pendidikan antara lelaki dan perempuan, Pengembangan fasilitas pendidikan dalam bentuk alat tulis, media pembelajaran serta sarana sarana lainya yang popular saat itu, Peningkatan tarap tingkat sekolah mulai dari MI sampai ke Universitas, Perluasan kawasan pendidikan baik dalam bentuk fisik maupun sitem lainnya, Perluasan madrasah madrasah ke beberapa daerah seperti Lombok Timur, Lombok barat, Tengah Sumbawa, Dompu dan Bima serta cabang cabang lainnya, Pembinaan terhadap tenaga pengajar baik yang ada di pusat maupun di cabang cabang lainnya, dll. Sedangkan dalam bidang Sosial NW telah mendirikan beberapa lembaga sosial seperti : LP3M, LPA NW, KOP NW, LPUL NW, LEK NW, dll. Dan dalam bidang Dakwah NW telah mendirikan lembag-lembaga dakwah seperti : Dewan Muhtasyar, RHN, LD NW, PPII NW, LKD NW dll.

B.     KOMENTAR DAN PERNYATAAN
Terkait dengan pemikiran NW dalam memahami hadits, memang menarik sekali terutama dalam konteks budaya dank e-Indonesiaan. Kita ketahui bahwa jarak antara kita dengan hadits sangatlah jauh sekali, dan hal ini sangat memungkinkan adanya perbedaan cara pandang dan pemahaman yang kemudian sangat berpengaruh terhadap penerapan hukum-hukum syari dan non syari. Namun demikian perbedaan tersebut kami anggap suatu yang berkeniscayaan karna adanya latar belakang dan kultur yang berbeda.
Beberapa poin yang menjadi suatu kepatuhan bagi warga Nahdlatul Wathan adalah mengikuti jejak para imam terdahulu dalam hal ini adalah Mazhab Syafii. Dimana Mazhab Syafii ini menjadi Mazhab esmi Organisasi sehingga segala ketentua dan kesepakatan Mazhab cendrung didahulukan dari apa yang secara umum digariskan al-Quran dan al-Hadits. Inilah barang kali yang kami perlu garis bawahi, bahwa suatu kegagalan bagi ummat Islam bila al-Quran dan al-Hadits di nomer duakan dalam arti kepatuhan terhadapnya berada di bawah kepatuhan tokoh atau pendiri Mazhab. Namun tidak berarti saya mengatakan bahwa para imam Mazhab adakah salah, hanya sanya kecendrungan yang sering kita tidak sadari ini ternyata membawa efek negative dalam prodak hukum. Oleh karna itu tradisi seperti ini hendaklah secepatnya kita minimalisisr dengan merujuk kembali pada al-Quran dan al-Hadits.
Ada beberapa hal yang perlu kamki bicarakan adalah terkait dengan prinsip metodologi dalam memahami hadit yakni :
Pertama, pada poin ke tiga yang mengatakan  meyakini semua hadits yang tercantum dalam kutub as-Sab’ah adalah benar. Barang kali pernyataan ini masih menyisakan pertanyaan bahwa adakah semua hadits yang tercantum dalam kutub as-Sab’ah itu shohih?. Kenyataannya bahwa terdapat beberapa hadits dari masing-masing kitab ini terutama kitab sejenis Sunan, Musnad_dimana pada kitab tersebut ada sejumlah hadits yang dipandang lemah oleh ulama walaupun dalam hal ini masih kontroversi. Namun benar adanya sebagaimana yang dilakukan oleh seorang peneliti ternama Syaikh al-Babani, dimana ia menyusun silsilah hadits doif yang banyak terdapat dalam kitab tersebut. Ini berarti pernyataan NW dalam meyakini kebenaran dalam arti semua shohih barang kali perlu dipertimvangkan.
Kedua, menyemarakkan hadits targhib. Hadits terghib dalam kalangan NW tidaklah asing, karna ia merupakan asset dalam kontek memiompa semangat santri baik dalam hal berjuang maupun menuntut ilmu. Namun demikian cara seperti ini, telah mengelabui kita akan maraknya hadits doif yang hamper berada pada posisi tertinggi dalam sendi kehidupan. Dan secara tidak langsung kita telah menenggelamkan peran hadits shohih yang seharusnya didahulukan ketimbang hadits doif tersebut. Untuk itu kiranya apa yang saya katakana ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk kemudian diminimalisisir sehingga kita dapat menempatkan peranan hadits secara proposional.
Ketiga, terkait dengan Hadis Ilmi. Dari segi sanad hadis ini disampaikan oleh al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik r.a. Salah satu sanad ini yakni Abu Atikah adalah pelapor hadis yang tidak dapay dipercaya kekerdibilitaasnya. Menurut al-Bani ulama muhaddis telah sepakat akan kelemahannya[43]. Demikian juga Bukhari telah menganggap periwayatnnya adalah mungkar. Sedangkan al-Jauziya’ mengatakan bahwa hadis ini tidak memiliki sanad. Sedangkan dari sisi matannya ada penambahan kalimat sebagaimana al-Bani katakana bahwa ada penambahan kalimat pada kata” walau bishshin” dan menurut Ibn Adi tambahan itu tidak diketahui kecuali datangnya dari al-Hasan bin Atiyah.
Hemat penulis, barang kali kita sepakat akan kelemahan hadis ini baik secara teks maupun jalur periwayatannya. Akan tetapi perlu kami tegaskan bahwa pengambilan hadis ini menurut para tokoh NW tidak bermaksud menyebar hadis-hadis palsu, akan tetapi menyebar ruh dari hadis tersebut mengenai kebutuhan sesrta kewajibannya dalam memiliki ilmu. Selain menjelaskan beberapa hadis muktabarah fi kutub as-Sittah ini juga menurutnya sangat member pengaruh pada orang muslim dalam upaya pencarian ilmu. Kesimpulannya tampaknya NW ingin membangkitkan semangat ilmu pada jiwa jiwa santri dan masyarakat pada umumnya.
Kelima, terkait Hadis Tawassul. Teks hadis pada tema Tawassul di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushannaf (6/236 no. 32002), kemudian Al-Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah (8/91 no. 2974) dan Al Khaliliy dalam Al Irsyad (1/313-314).  Mengenai periwayatan al-Baihaki, ibn kasir telah memberikan komentar bahwa sanad hadis ini adalah shohih”. Sedangkan periwayatn dari ibn Abi Syaibah, menurut ibn Hajar dalam Fathul Bari juz II, hlm.495 berkata, “Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad shahih dari riwayat Abu Shalih dari Malik Ad Dar.”. Selain itu sebagaimana yang tercantum dalam at-Tarikh al-Kabir, Hadis.No:1295 oleh Imam Bukhari.[VII:204] meriwayatkannya dari Malik bin ‘Yadh yakni pada catatan akhir dari Perkataan Umar: “Ya Rab aku tidak akan berpaling kecuali dari apa yang tidak mapu melakukannya”.
Terlepas dari boleh tidaknya bertawassul, dalam hal ini saya lebih melihat dari sisi budayanya. Untuk itu barang kali tidak terlalu sampai pada hukum keharaman, dengan demikian penulis menyimpulkan praktik yang dilakukan NW dalam hal tawassul ziarah kubur masih dalam koridor budaya yang dianggap relevan dengan syariat, bahkan akan mendapat nilai tambah bila hal tersebut dilakukan dengan benar. Ini juga kesepakatan ulama mengenai bolehnya bertawassul pada Nabi baik ketika hidup maupun setelah wafat. Dalam konteks ini Imam Nawawi dalam al-Majmu’[8/274][44] menyentil mengenai kebolehannya. Kemudian juga diperkuat oleh as-Subki dalam Faidhul Qadir [2/134-135] dengan perkataan : “ Disunnahkan bertawassul dengan Nabi saw dan meminta Syafaat dengannya kepada Allah”.[45]





C.       DAFTAR PUSTAKA
1.      Adnan, Afifuddin Pelajaran ke-NW-an Untuk madrasah dan Sekolah NW(Pancor:Biro Dakwah YPHPPD NW,1983)
2.      al-Bani, Muhammad Nasiruddin Mukhtashar Shohih Muslim(Bairut:Maktabah Islami,)
3.      _________________________ al-Albani Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah.Terj,(Jakarta:Gema Insani,cet.I,1994)
4.      Al-Baihaki, Dalailu an-Nubuwwah. Hadis no.2974.[Maktabah Syamila]
5.      al-Qaradawi, Yusuf Kaifa Nata’ammal Ma’a as-Sunnatin-Nabawiyyah(Kairo:Darusy-Syuruqul,cet II.1423 H/ 2002 M)
6.      ________________al-MadkhalLiddirasatis-Sunnatin-Nubuwwah.Terj(Kairo: Maktabah Wahbah ,cet.II,1991)
7.      An-Nawawi al-Majmu’ Juz 8[Maktabah Syamila]
8.      Arief, Arnai Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, cet I. 2002)
9.      as-Siba’I as-Sunnah wa Makanatuha fit Tasyri’il Islami,(Beirut:Maktabah Islami,cet.II)
10.  As-Subki, Faidhul Qadir Juz 2, hlm.134-135 [Maktabah Syamila]
11.  Azami, M.Musthafa Minhaj Dzaw an-Nadhar:Syarah Alfiyah as-Suyuti.terj (Beirut:Darul fikri, 1974)
12.  Bik, Hudhari Tarikh at-Tasyri’ul Islam (Semarang:Darul Ihya’,1980)
13.  Imam Bukhari, Shohih Bukhari(Surabaya:Pustaka Adil,2010)
14.  Imam Muslim, Shohih Muslim(Bairut:Maktabah Islami,cet.VI,1987)
15.  Maulana, Achmad dkk, Kamus Ilmiyah Populer Lengkap. (Yogyakarta : Absolut, cet II. 2004)
16.  Noor, Muhammad dkk Visi Kebangsaan Religius:Refleksi Pemikiran dan Perjuaangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid,1904-1997(Jakarta:PT.Logos Wacana Ilmu,2004) 
17.  Nu’man, Abdul Hayyi dkk, Organisasi Nahdlatul Wathan:Organisasi Pendidikan, Sosial dan Dakwah(Selong:PDNW Lombok Timur,1988)
18.  ________________, Maulana Syeikh TGKH. Muhammad Zainuddin ‘Abdul Majid:Riwayat Hidup dan perjuangan(Mataram:PBNW,1999)
19.  Royyah, Mahmud Abu Adhwa ‘Alas-Sunnah al-Muhammadiyyah (Mesir:Darul-Ma’arif,1957)
20.  Syukir, Asmuni Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islamiyah (Surabaya : Bina Ilmu. 1979)
21.  Ya’kub, Ali Musthafa Imam Bukhari dan metodologi Kritik Dalam Ilmu Hadits(Jakarta:Pustaka Firdaus,1991)
22.  Yaningsih, Sri Sejarah Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Barat (Mataram: DPK:PPSBPIDKD, 1980)
23.  Zainuddin, Syaikh al-Hidzbu Nahdlatul Wathan (Jakarta: t.tp,cet.73)
24.   ______________ al-‘Ad’iyyah (Pancor:al-Abrar,1965)
25.  ________________, Nazham Batu Ngompal (Jakarta:al-Abrar,1994)




[1] Pembahasan luasnya mengenai masalah ini sudah dijelaskan para sejarawan muslim salah satunya adalah Hudhari Bik, Tarikh at-Tasyri’ul Islam (Semarang:Darul Ihya’,1980),246 dst..
[2] Periwayatan serta pemikiran tentang hal ini sudah banyak dimuat dalam buku-buku keislaman. Baca Mahmud Abu Royyah, Adhwa ‘Alas-Sunnah al-Muhammadiyyah (Mesir:Darul-Ma’arif,1957),hlm.39-40. Jug abaca Yusuf al-Qaradawi, Kaifa Nata’ammal Ma’a as-Sunnatin-Nabawiyyah(Kairo:Darusy-Syuruqul,cet II.1423 H/ 2002 M),hlm.65, al-Madkhal Liddirasatis-Sunnatin-Nubuwwah.Terj(Kairo:Maktabah Wahbah,cet.II,1991),hlm.113
[3] Periode yang penulis maksud adalah dimulai dari pemerintahan Muawiyyah bin Abu Shofiyan 41 H setelah mrampas paksa kepemimpinan ‘Ali ibn Abi Thalib.
[4] Ia menulis surat kepada salah satu karyawannya di Madinah yakni Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm :” Lihatlah Hadis-hadis Rasulullah saw, atau Sunnah beliau yang ada, kemudian tulislah karena sesunggihnya saya takut terhapusnya ilmu dan perginya Ulama.(HR. Imam Malik dalam al-Muwatta’ melalui periwayatan Muhammad bin Hasan). Baca Hudari Bik Tarikh,,,,,hlm.299
[5] Kadang sering disebut dengan istilah “Pulau Seribu Masjid’ sebagaimana Aceh dikenal dengan “ Serambi makkah”.
[6]. Arnai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodelogi Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, cet I. 2002), hal. 87-88 [Mengutip Pendapat Asmuni Syukir, “Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islamiyah (Surabaya : Bina Ilmu. 1979), hal. 65]
[7]. Achmad Maulana, dkk, Kamus Ilmiyah Populer Lengkap. (Yogyakarta : Absolut, cet II. 2004), hal. 87
[8] Syaikh Zainuddin, al-Hidzbu Nahdlatul Wathan (Jakarta: t.tp,cet.73),hlm.57-58 Bisa dibaca juga dalam Syaikh Zainuddin al-‘Ad’iyyah (Pancor:), hlm.3
[9] Afifuddin Adnan, Pelajaran ke-NW-an Untuk madrasah dan Sekolah NW(Pancor:Biro Dakwah YPHPPD NW,1983),hlm.23
[10] Saggaf artinya tukang yang memperbaiki atap . Asalnya adalah bahasa Arab dari kata “Saqqap” kemudian diindonesiakan menjadi “Saggap” serta disasakkan menjadi “Segep”.  Pemberian nama ini dilator belakangi beberapa peristiwa yakni  tiga hari sebelum beliau dilahirkan. TGH. Abdul Madjid didatangi orang waliyullah masing-masing dari Hadramaut dan Magrabi. Kedua waliyullah itu secara kebetulan mempunyai nama yang sama, yakni “Saqqaf”. Kedua waliyullah itu berpesan kepada TGH. Abdul Madjid supaya anaknya yang akan lahir itu diberi nama “Saqqaf”
[11] Pembrian nama ini diambil dari nama Ulama besar tenaga pengajar di Masjidil Haram yakni Syaikh Muhammad Zainuddin Serawak
[12] Abdul Hayyi Nu’man, dkk, Organisasi Nahdlatul Wathan:Organisasi Pendidikan, Sosial dan Dakwah(Selong:PDNW Lombok Timur,1988),hlm.148
[13] NWDI merupakan singkatan dari Nahdlatul Wathan Diniah Islamiah yang duhususkan untuk santri putra. Baca Muhammad Noor,dkk Visi Kebangsaan Religius:Refleksi Pemikiran dan Perjuaangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid,1904-1997(Jakarta:PT.Logos Wacana Ilmu,2004), hlm.10 dst..
[14] Doa yang selalau diucapkan orang tuanya kepada syaikh Zainuddin adalah “Semoga engkau mendapat ilmu yang barokah”, sambil berjabat tangan serta terus memperhatikan kepergian beliau sampai tidak terlihat lagi oleh pandangan mata. Pernah suatu ketika, beliau lupa pamit pada ibundanya. Beliau sudah jauh berjalan sampai ke pintu gerbang baru sang ibu melihatnya. Sang ibu memanggil beliau untuk kembali Beliau pun kembali. Lalu sang ibu mendoakan kemudian beliau berangkat
[15] Yakni TGH. Syarafuddin, TGH. Muhammad Sa’id, TGH. Abdullah bin Ama’ Dulaji
[16] Abdul Hayyi Nu’man, Maulana Syeikh TGKH. Muhammad Zainuddin ‘Abdul Majid:Riwayat Hidup dan perjuangan(Mataram:PBNW,1999),hlm.8
[17] Permasalahan ini juga pernah penulis sampaiakan dalam makalah al-Quran Dalam Pandangan Nahdlatul Wathan, pada mata kuliah yang sama juga bimbingan Dr. Wahyono, AG, MA.g
[18] Singkatan dari Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah, yang dihususkan untuk para pelajar laki.
[19] Singkatan dari Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah yang dihususkan untuk para pelajar wanita.
[20] Asal muassal lembaga ini, berawal dari sebuah khalaqah kecil yang memuat beberapa pelajar setempat yang kemudian bertambah dan bertambah, dengan demikian beliau mendirikan pesantren al-Mujahidin pada tahun 1934 M
[21] Poin utama hadis persfektif Fuqaha yakni :Qaulan, Fi’lan dan Taqriran. Sedangkan Para Muhaddisin; Qaulan, Fi’lan, Taqriran, Shifatan dan Khulqiyah. Pembahasan rincinya masalah ini telah di ulaskan as-Siba’I dalam as-Sunnah wa Makanatuha fit Tasyri’il Islami,(Beirut:Maktabah Islami,cet.II),hlm.47
[22] Barang kali dalam hal ini tidak ada perbedaan pendapat dalam menempatkan posisi hadis sebagai Maqosid as-Syari’ah sebagai mana muslim lainnya.
[23] Pernyataan ini penulis dapatkan saat mengenyam pendidikan di Ma’had Darul Quran wal Hadis al-Majidiyyah as-Syafi’iyyah, yang merupakan salah satu lembaga miliki NW yang kerap disampaikan Tuangguru-tuangguru besar NW juga Dewan Muhtasyar dalam berfatwa.
[24] Istilah ini adalah istilah yang sering diungkapkan pendiri begitu juga para tenaga pengajar Nahdlatul Wathan terutama saat pembaiatan santri dan santriwati baru pun para jamaah yang baru masuk dalam keorganisasian NW. Baiat dalam konteks ini adalah penyebutan kata-kata “izzul islam…” saat baiat berlangsung, bukan pengucapan hadis yang tercantum di atas tadi.
[25] Pelapor saksi pertama dalam hadis ini adalah Ibn Umar, kemudian diriwayatkan oleh Muslim, Kitab Iman hadis no.62. Baca Imam Muslim, Shohih Muslim(Bairut:Maktabah Islami,cet.VI,1987),hlm.22
[26] Ini adalah salah satu hadits yang selalu disebut dalam upaya penegakan islam yang sebenarnya. Hal ini terkait dengan kasus praktik islam kiri atau mereka menyebutnya islam wetu lima yang sarat dengan symbol “tiga-tiga dan tiga”. Praktik 333 ini merupakan ajaran fanatisnya, dimana mereka berkeyakinan bahwa ajaran islam sesungguhnya bertitik simpul pada tiga tiga dan tiga, dengan demikian tiga ajaran dalam akidah, tiga ajaran dalam syariah dan tiga ajaran dalam akhlak dan tiga pada iten cabang seterusnya. Salah satu contoh dalam praktik mereka adalah berpuasa tiga hari, sholat tiga waktu begitu juga dengan keyakinan serta nilai nilai norma lainnya
[27] Saksi pelapor pertama hadits ini adalah Abu Hurarah kemudian diriwayatkam oleh Muslim. Hadis no:4 Bab Iman. Baca shohih Muslim, hlm.8, juga Muhammad Nsiruddin al-Bani, Mukhtashar Shohih Muslim(Bairut:Maktabah Islami,),hlm.6-7, Shohi Bukhari()
[28] Gerakan Mujahidin adalah suatu gerakan yang dibentuk Syaikh Zainuddin dalam upaya pengusiran tentara belanda yang telah banyak merugikan masyrakat Lombok pada umumnya dan terlebih lagi dengan keberadaan madrasah NW.
[29] Hadis ini melalui jalur Dari Abu Sa'id Al Khudri RA, yang kemudian diriwayatkan oleh Bukhari Pada Bab Jihad,No:1238. Baca, Al-Bani, Mukhtashar Shohih Bukhari (Bairut:Maktabah Islami,ttp),III:469
[30] Saksi pelapor pertaman dalam hadis ini adalah ibn Amr ibn ‘Ash Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim…Juz I hlm.288. Dalam riwayat lain dari Abi Hurairah. Juga Baca An-Nawawi, al-Azkar an-Nawawi(Surabaya:al-Hidayah,cet.IV,1955),hlm.105
[31] Pelapor pertama hadis ini adalah Abu Hurairah, kemudian diriwayatkan oleh Muslim. Terdapat banyak periwayatan mengenai hadis ini. Shohih Muslim,,,,hlm.493
[32] Hadis ini pelapor pertamanya melalui al-Hasan bin Athiyah, dari Abu Atikah Tharif bin Salman, dari Anas bin Malik r.a. Abu Naim dalam Akhbar Ashbahan II/106,[Maktabh Syamila]
[33] (HR. Hakim 1/376 dan selainnya dengan sanad hasan, lihat Ahkamul Janaiz hal.180).[Maktabah Syamila]
[34] Hadits al-Bukhari [Maktabah Syamila]
[35] Pernyataan ini juga disampaikan melalui pengajaran Hadis di MDQH oleh oleh sejumlah guru-guru hadis ketika penulis duduk di tingkat II tahun 2005
[36] Perbincangan ini telah diulas lebar oleh M.M. Azami, Minhaj Dzaw an-Nadhar:Syarah Alfiyah as-Suyuti.terj (Beirut:Darul fikri, 1974),302. Juga telah dibahas oleh Musthafa Ya’kub, Imam Bukhari dan metodologi Kritik Dalam Ilmu Hadits(Jakarta:Pustaka Firdaus,1991),hlm.27-28
[37] Gejala ingkar as-Sunnah ini sebenarnya sudah dimulai sejak islam klasik, sebagaimana yang dituturkan Imam Hasan al-Basri, ada seseorang yang berkata sebaiknya engkau mengajarkan al-Quran saja saat pengajaran hadis di majlis saat itu”. Dan isu-isu ini dimamfaatkan oleh sejumlah pemikir barat untuk menghancurkan nilai Islam dan telah berhasil mengkader sebagian cendikiawan muslim dalam orientalisnya.
[38] Istilah “Islam Wetu Telu” adalah istilah yang diberi nama oleh penganutnya sendiri dengan corak tiga-tiga dalam ibadah syariah dan akhlak. Adapun asal-usulnya telah penulis bahas pada kesempatan yang lalau melalui Mata Kuliah yang sama dengan tema “Al-Quran Dalam Pandangan NW
[39] Pengertian majaz di sini mencangkup majaz lugawi, aqli, istiarah, kinayah dan berbagai ungkapan lainnya yang tidak menunjukkan makna sebenarnya secara langsung, namun hanya dapat difahami dengan beberapa indikasi yang menyertainya baik yang bersifat tekstual maupun kontekstual
[40] Baca SyaikhZainuddin, Nazham Batu Ngompal (Jakarta:al-Abrar,1994),hlm.22
[41] Sri Yaningsih, Sejarah Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Barat (Mataram: DPK:PPSBPIDKD, 1980), hlm.28
[42] Beberapa tingkatan tersebut yang ada di pusat seperti MI, SDI, Mts NW, SMP Lab NW, Mts Muallimin, MTS Muallimat NW, MA NW, SMA NW, MA Muallimin MA Muallimat, MA Keguruan NW, MA Keagamaan NW, Ma’had Darul Quran wal Hadits, IAIH, STKIP, LPWN, AKPER NW, Universitas Nahdlatul Wathan dan yang tersebar di beberapa cabang.
[43] Muhammad Nashruddin al-Albani Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah.Terj,(Jakarta:Gema Insani,cet.I,1994).I:33
[44] An-Nawawi al-Majmu’ Juz 8, hlm.274[Maktabah Syamila]
[45] As-Subki, Faidhul Qadir Juz 2, hlm.134-135 [Maktabah Syamila]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar