Rabu, 26 Oktober 2011

TAFSIR AL-MUNIR FI AL-‘AQIDAH WA ASY-SYARI’AH WA AL-MANHAJ


I. PENDAHULUAN

Al-Qur’an dengan isinya yang simpel dan kandungan makna yang sangat luas memerlukan penafsiran untuk memahami kandungannya, oleh karenanya pasca Rasul wafat muncul beberapa penafsiran dari para sahabat dan generasi sesudahnya.
Model penafsiran seorang mufassir lazimnya dilatarbelakangi keilmuan yang dikuasainya, walaupun ada sebagian mufassir yang menulis tafsir dari latar belakang yang berbeda dari basic keilmuan yang dimilikinya. Wahbah al-Zuhayli merupakan seorang tokoh ulama fiqh abad ke-20 yang terkenal dari Syria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh Tafsir dan Fuqaha yang telah berjasa dalam dunia keilmuan Islam abad ke-20 seperti Tahir Ashur yang mengarang tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Said Hawwa dalam Asas fi al-Tafsir, Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Quran. Sementara dari segi fuqaha, namanya sebaris dengan Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Shaltut, Ali Muhammad   al-Khafif, Abdul Ghani, Abdul Khaliq dan Muhammad Salam Madkur.[1]
Sebagian besar tafsir kontemporer di warnai dengan berbagai latar belakang keilmuan mufassir, Wahbah az-Zuhaili seorang ahli Fiqh yang berusaha menguraikan ayat-ayat al-Qur’an, dengan sumber, metode, corak, dan karakteristik yang khas.

II. BIOGRAFI PENGARANG

a. Pendidikan

Wahbah az-Zuhayli dilahirkan di desa Dir Athiyah, daerah Qalmun, Damsyiq, Syria pada 6 Maret 1932 M/1351 H.  Bapaknya bernama Musthafa az-Zuhyli yang merupakan seorang yang terkenal dengan keshalihan dan ketakwaannya serta hafidz al-Qur’an, beliau bekerja sebagai petani dan senantiasa mendorong putranya untuk menuntut ilmu.
Beliau mendapat pendidikan dasar di desanya, Pada tahun 1946, pada tingkat menengah beliau masuk pada jurusan Syariah di Damsyiq selama 6 tahun hingga pada tahun 1952 mendapat ijazah menengahnya, yang dijadikan modal awal dia masuk pada Fakultas Syariah dan Bahasa Arab di al-Azhar dan Fakultas Syari’ah di Universitas ‘Ain  Syam dalam waktu  yang  bersamaan.[2] Ketika itu Wahbah memperoleh tiga Ijazah antara lain :
1.         Ijazah B.A dari fakultas Syariah Universitas al-Azhar pada tahun 1956
2.         Ijazah Takhasus Pendidikan dari Fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar pada tahun 1957
3.         Ijazah B.A dari Fakultas Syari’ah Universitas ‘Ain Syam pada tahun 1957.
Dalam masa lima tahun beliau mendapatkan tiga ijazah yang kemudian diteruskan ke tingkat pasca sarjana di Universitas Kairo yang ditempuh selama dua tahun dan memperoleh gelar M.A dengan tesis berjudul “al-Zira’i fi as-Siyasah as-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islami”, dan merasa belum puas dengan pendidikannya beliau melanjutkan ke program doktoral yang diselesaikannya pada tahun 1963 dengan judul disertasi “Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Isalmi” di bawah bimbingan Dr. Muhammad Salam Madkur.
Pada tahun 1963 M, ia diangkat sebagai dosen di fakultas Syari’ah Universitas Damaskus dan secara berturut-turut menjadi Wakil Dekan, kemudian Dekan dan Ketua Jurusan Fiqh Islami wa Madzahabih di fakultas yang sama. Ia mengabdi selama lebih dari tujuh tahun dan dikenal alim dalam bidang Fiqh, Tafsir dan Dirasah Islamiyyah.[3]
Adapun guru-gurunya adalah Muhammad Hashim al-Khatib al-Syafie, (w. 1958M) seorang khatib di Masjid Umawi. Beliau belajar darinya fiqh al-Syafie; mempelajari ilmu Fiqh dari Abdul Razaq al-Hamasi (w. 1969M); ilmu Hadits dari Mahmud Yassin (w.1948M);  ilmu faraid dan wakaf dari Judat al-Mardini (w. 1957M), Hassan al-Shati (w. 1962M), ilmu Tafsir dari Hassan Habnakah al-Midani (w. 1978M); ilmu bahasa Arab dari Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986M); ilmu usul  fiqh dan Mustalah Hadits dari Muhammad Lutfi al-Fayumi (w. 1990M); ilmu akidah dan kalam dari Mahmud al-Rankusi.
Sementara selama di Mesir, beliau berguru pada Muhammad Abu Zuhrah, (w. 1395H), Mahmud Shaltut (w. 1963M) Abdul Rahman Taj, Isa Manun (1376H), Ali Muhammad Khafif (w. 1978M), Jad al-Rabb Ramadhan (w.1994M), Abdul Ghani Abdul Khaliq (w.1983M) dan Muhammad Hafiz Ghanim. Di samping itu, beliau amat terkesan dengan buku-buku tulisan Abdul Rahman Azam seperti al-Risalah al-Khalidah dan buku karangan Abu Hassan al-Nadwi berjudul Ma dza Khasira al-‘alam bi Inkhitat al-Muslimin.[4]

b. Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili
Wahbah al-Zuhayli menulis buku, kertas kerja dan artikel dalam berbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 133 buah buku dan jika dicampur dengan risalah-risalah kecil melebihi lebih 500 makalah. Satu usaha yang jarang dapat dilakukan oleh ulama kini seolah-olah ia merupakan as-Suyuti kedua (as-Sayuti al-Thani) pada zaman ini, mengambil sampel seorang Imam Shafi’iyyah yaitu Imam al-Sayuti. diantara buku-bukunya adalah sebagai berikut :
1.    Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami – Dirasat Muqaranah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1963.
2.    Al-Wasit fi Usul al-Fiqh, Universiti Damsyiq, 1966.
3.    Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Hadithah, Damsyiq, 1967.
4.    Nazariat al-Darurat al-Syar’iyyah, Maktabah al-Farabi, Damsiq, 1969.
5.    Nazariat al-Daman, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1970.
6.    Al-Usul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah al-Abassiyah, Damsyiq, 1972.
7.    Al-Alaqat al-Dawliah fi al-Islam, Muassasah al-Riisalah, Beirut, 1981.
8.    Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (8 jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1984.
9.    Usul al-Fiqh al-Islami (dua Jilid), Dar al-Fikr al-Fikr, Damsyiq, 1986.
10.    Juhud Taqnin al-Fiqh al-Islami, (Muassasah al-Risalah, Beirut, 1987.
11.    Fiqh al-Mawaris fi al-Shari’at al-Islamiah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1987.
12.    Al-Wasaya wa al-Waqf fi al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1987.
13.   Al-Islam Din al-Jihad La al-Udwan, Persatuan Dakwah Islam Antarabangsa, Tripoli, Libya, 1990.
14.     al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’at wa al-Manhaj, (16 jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1991.
15.     al-Qisah al-Qur’aniyyah Hidayah wa Bayan,Dar Khair, Damsyiq, 1992.
16.     Al-Qur’an al-Karim al-bunyatuh al-Tasyri’iyyah aw Khasa’isuh al-Hadariah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1993.
17.     al-Rukhsah al-Syari’at – Ahkamuha wa Dawabituha, Dar al-Khair, Damsyiq, 1994.
18.     Khasa’is al-Kubra li Huquq al-Insan fi al-Islam, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1995.
19.     Al-Ulum al-Syari’at Bayn al-Wahdah wa al-Istiqlal, Dar al-Maktab, Damsyiq, 1996.
20.     Al-Asas wa al-Masadir al-Ijtihad al-Musytarikat bayn al-Sunnah wa al-Syiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.
21.     Al-Islam wa Tahadiyyat al-‘Asr, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.
22.     Muwajahat al-Ghazu al-Thaqafi al-Sahyuni wa al-Ajnabi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.
23.     al-Taqlid fi al-Madhahib al-Islamiah inda al-Sunnah wa al-Syiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996
24.     Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadith, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
25.     Al-Uruf wa al-Adat, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
26.     Bay al-Asham, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
27.     Al-Sunnah al-Nabawiyyah, Dar al-Maktabi Damsyiq, 1997.
28.     Idarat al-Waqaf al-Khairi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.
29.     al-Mujadid Jamaluddin al-Afghani, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.
30.     Taghyir al-Ijtihad, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
31.     Tatbiq al-Syari’at al-Islamiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
32.     Al-Zira’i fi al-Siyasah al-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islami, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1999.
33.     Tajdid al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Damsyiq, 2000.
34.     Al-Thaqafah wa al-Fikr, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
35.     Manhaj al-Da’wah fi al-Sirah al-Nabawiyah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
36.     Al-Qayyim al-Insaniah fi al-Qur’an al-Karim, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
37.     Haq al-Hurriah fi al-‘Alam, Dar al-Fikr, Damsyiq, 2000.
38.     Al-Insan fi al-Qur’an, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.
39.     Al-Islam wa Usul al-Hadarah al-Insaniah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.
40.     Usul al-Fiqh al-Hanafi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.[5]

III. MENGENAL TAFSIR MUNIR

a. Penulisan dan Penerbitan

Penulisan tafsir Munir dilatarbelakangi oleh pengabdian Wahbah az-Zuhaili pada ilmu pengetahuan, khususnya ilmu keislaman, dengan tujuan menghubungkan  orang muslim dengan al-Qur’an berdasarkan hubungan logis dan erat.
Tafsir ini ditulis beliau selama rentang waktu 16 tahun setelah selesai menulis dua buku lainnya, yaitu Ushul Fiqh al-Islamy (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu (8 Jilid). Sebelum memulai penafsiran terhadap surat pertama (al-Fatihah), Wahbah az-Zuhaili terlebih dahulu menjelaskan wawasan yang berhubungan dengan ilmu al-Qur’an. Dan disajikan dengan bahasa yang simple dan mudah dicerna.
Tafsir al_Munir diterbitkan pertama kali oleh Dar al_Fikri Beirut-Libanon dan Dar al-Fikri Damsyiq Suriya dalam 16 jilid pada tahun 1991 M/1411 H.

b. Motivasi dan Tujuan
Dalam Muqaddimah, beliau mengatakan bahwa tujuan dari penulisan tafsir ini adalah menyarankan kepada umat Islam agar berpegang teguh kepada al-Qu’ran secara ilmiah.[6]
Dalam hal ini, Ali Ayazi menambahkan bahwa tujuan penulisan Tafsir al-Munir ini adalah memadukan keorisinilan tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer, karena menurut Wahbah az-Zuhaili banyak orang yang menyudutkan bahwa tafsir klasik tidak mampu memberikan solusi terhadap problematika kontemporer, sedangkan para mufassir kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat al-Quran dengan dalih pembaharuan.[7] Seperti penafsiran al-Qur’an yang dilakukan oleh beberapa mufassir yang basic keilmuannya sains, oleh karena itu, menurutnya, tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa kontemporer dan metode yang konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan interpretasi.[8]

IV. KAJIAN TENTANG TAFSIR MUNIR
a. Sumber-Sumber  (mashadir) Tafsir Munir
Muhammad Ali Ayazi dalam bukunya, Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manahijuhum, mengatakan bahwa pembahasan kitab tafsir ini menggunakan gabungan antara tafsîr bi al-Ma’tsûr dengan tafsîr bi ar-ra’yi, serta menggunakan gaya bahasa dan ungkapan yang jelas, yakni gaya bahasa kontemporer yang mudah dipahami bagi generasi sekarang ini. Oleh sebab itu, beliau membagi ayat-ayat berdasarkan topik untuk memelihara bahasan dan penjelasan di dalamnya.[9]
Sedangkan referensi-referensi yang digunakan Wahbah az-Zuhaili dalam tafsir al-Munir adalah sebagai berikut :

1.             Bidang Tafsir
-          Ahkam al-Qur’an karya Ibn al-‘Arabi
-          Ahkam al-Qur’an karya al-Jashshas
-          Al-Kasyaf karya Imam Zamakhsyari
-          Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho
-          Al-Jami’ fi Ahkam al-Qur’an karya Al-Qurtubi
-          Tafsir Ath-thabary karya Muhammad bin Jarir Abu Ja’far ath-Thabari
-          At-Tafsir al-Kabir karya Imam Fakhruddin ar- Razi
-          Majma’ al-Fatawa karya Ibn Taymiyah
-          Fath al-Qadir karya Imam Asy-Sy aukani
-          Mahasin at-Ta’wil karya al-Qasimi
-          Mashahif karya Sajistani
-          Raudlat an-Nadhir karya
-          Ta’wil Musykil al-Qur’an karya Ibn Qutaibah
-          Tafsir al-Alusi karya Syihab ad-Din Mahmud bin Abdillah
-          Tafsir Al-Bahr al-Muhith karya Imam Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf
-          Tafsir al-Maraghi karya Mushthafa al-Maraghi
-          Tafsir Ayat al-Ahkam karya Syaikh Muhammad  ‘Ali as-Sayis
-          Tafsir Ibn Kastir Ismail bin Umar bin Katsir
-          Talkhis al-Fawaid karya Ibn al-Qash
-          Tafsir al-Kkhazin karya Abu Hasan Ali bin Muhammad
-          Tafsir Baidhawi karya Al-Baidhawi

2.             Bidang Ulum al-qur’an
-          Asbab an-Nuzul karya al-Wahidi an-Naisaburi
-          Al-Itqan karya Imam suyuti
-          Dalail al-I’jaz fi ‘ilm al-Ma’ani karya Imam Abd Qadir al-Jurjani
-          Mabahist fi ‘Ulum al-qur’an karya Shubhi Shalih
-          Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul karya Imam Suyuthi
-          Asbab an-Nuzul karya al-Wahidi
-          I’jaz al-Qur’an karya Imam al-Baqilani
-          I’jaz al-qur’an karya Imam Rafi’i
-          Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqon karya Hasan al-Qammi an-Naisburi
-          Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an karya Imam Zarkasyi
-          Tanasuq ad-durar fi Tanasub as-Suwar karya Imam Suyuthi

3.             Bidang Hadist
-          Al-Mustadrak karya Imam Hakim
-          Ad-dalail an-Nubuwwah karya Imam Baihaqi
-          Al-kabir karya ath-Thabrani
-          Shahih al-Bukhari karya Muahammad bin Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari
-          Sunan Tirmidzi karyaMuhammad bin ‘Isa Abu ‘Isa at-Tirmidzi
-          Musnad Ahmad bin Hambal
-          Nail al-Authar
-          Subul as-Salam
-          ‘Umdat al_Qari Sarh Al-Bukhari karya al-‘Aini
-          Musnad Al-Fidaus karya Ad-Dailami
-          Sunan Ibn Majah karya Abu Abdillah bin Muhammad bin Yazid al-Qazwaini
-          Shahih Muslim karya Muslim bin Hajjaj Abu al-Husain
-          Sunan Abi Dawud karya Sulaiman bin Asy’ast bin Syadad
-          Sunan Nasai karya Ahmad bin Syu’aib Abu Abd  ar-Rahman an-Nasai.

4.             Bidang Ushul Fiqh dan Fiqh
-          Bidayat al-Mujtahid karya Ibn Rusyd al-Hafidz
-          Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh karya Wahbah az-Zuhaili
-          Usul al-Fiqh al-Islami karya Wahbah az-Zuhaili
-          Ar-Risalah karya Imam Syafi’i
-          Al-Mushtafa karya Imam al-Ghazali
-          Mughn al-Muhtaj karya.

5.             Bidang Teologi
-          Al-Kafi karya Muhammad bin Ya’qub
-          Asy-Syafi Syarh Ushul al-Kafi karya ‘Abdullah Mudhhaffar
-          Ihya ‘Ulum ad-Din karya Imam al-Ghazali.

6.             Bidang Tarikh
-          Sirah Ibn Hisyam Abu Muhammad bin Malik bin Hisyam
-          Muqaddimah karya Ibn Khaldun
-          Qashash al-Anbiya karya Abd al-Wahhab an-Najjar
-          Tarikh al-Fiqh al-Islami karya Sayis.

7.             Bidang Luhgat
-          Mufradat ar-Raghib karya al-Ashfihani
-          Al-Furuq karya al-Qirafi
-          Lisan al-‘Arab karya Ibn al-Mandhur .

8.             Bidang Umum
-          Majallah ar-Risalah
-          Majallah al-Muqtatif.[10]

b. Metode (manhaj)
Dengan mengamati beberapa metode yang terdapat dalam beberapa kitab ‘Ulum al-Qur’an Secara metodis sebelum memasuki bahasan ayat, Wahbah az-Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya secara garis besar. Setiap tema yang diangkat dan dibahas mencakup aspek bahasa, dengan  menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan menerangkan segi-segi balaghah dan gramatika bahasanya.[11]
Dengan demikian, maka metode penafsiran yang dipakai adalah  metode tahlili dan semi tematik, karena beliau menafsirkan al-Qur’an dari surat al-Fatihah sampai dengan surat an-Nas dan memberi tema pada setiap kajian ayat yang sesuai dengan kandungannya, seperti dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat satu sampai  lima, beliau memberi tema sifat-sifat orang mukmin dan balasan bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan seterusnya sampai surat an-Nas selalu memberi tema bahasan di setiap kelompok ayat yang saling berhubungan.

c. Corak (laun)
Ada tujuh corak penafsiran seperti pendapat yang dikemukakan oleh Abd al-Hayy al-Farmawi dalam bukunya muqaddimah fi al-tafsir al-maudhu’i di antaranya adalah: al-tafsir bi al-ma’tsur, al-tafsir bi al-ra’yi, altafsir al-shufi, al-tafsir fiqh, al-tafsir falsafi, tafsir al-‘ilm, dan tafsir adabi ‘ijtima’i,[12] maka  corak tafsir al-Munir, dengan melihat kriteria-kriteria yang ada penulis dapat simpulkan bahwa tafsir tersebut bercorak ‘addabi ‘ijtima’i dan fiqhi, karena memang  Wahbah az-Zuhaili mempunyai basik keilmuan Fiqh namun dalam tafsirnya beliau menyajikan dengan gaya bahasa dan redaksi yang sangat teliti, penafsirannya juga disesuaikan dengan situasi yang berkembang dan dibutuhkan dalam di tengah-tengah masyarakat.[13] Sedikit sekali dia menggunakan tafsir bi al-‘ilmi, karena memang sudah disebutkan dalam tujuan penulisan tafsirnya bahwa dia akan meng-counter beberapa penyimpangan tafsir kontemporer.

d. Karakteristik
Karakteristik Wahbah dalam penulisan tafsirnya adalah sebagai berikut:
  • Pengelompokan tema.
  • Menyajikan al-I’rab, al-balaghah, al-mufradat al-lughawiyah, asbab an-nuzul, at-tafsir wa al-bayan, dan fiqh al-hayat aw al-ahkam pada tiap-tiap tema atau ayat-ayat yang dikelompokan.
  • Mencantumkan materi-materi yang dimuat dalam ushul al-Fiqh
  • Mengakomodir perdebatan yang terjadi antar ulama madzhab pada tafsir ayat-ayat ahkam
  • Mencantumkan catatan kaki (footnote) dalam pengutipan karya orang lain.
e. Madzhab
Wahbah dibesarkan di kalangan ulama-ulama madzhab Hanafi, yang membentuk pemikirannya dalam madzhab fiqh, walaupun bermadzhab Hanafi,[14] namun dia tidak fanatik dan menghargai pendapat-pendapat madzhab lain, hal ini dapat dilihat dari bentuk penafsirannya ketika mengupas ayat-ayat yang berhubungan dengan Fiqh.
Terlihat dalam membangun argumennya selain menggunakan analisis yang lazim dipakai dalam fiqh juga terkadang menggunakan alasan medis,[15] dan juga dengan memberikan informasi yang seimbang dari masing-masing madzhab, kenetralannya juga terlihat dalam penggunaan referensi, seperti mengutip dari Ahkam al-Qur’an karya al-Jashshas  untuk pendapat mazhab Hanafi, dan Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi untuk pendapat mazhab Maliki.
Sedangkan dalam masalah teologis, beliau cenderung mengikuti faham ahl al-Sunnah, tetapi tidak terjebak pada sikap fanatis dan menghujat madzhab lain. Ini terlihat dalam pembahasannya tentang masalah “Melihat Tuhan” di dunia dan akhirat, yang terdapat pada surat al-An’am ayat 103.[16]

f. Sistematika
Secara sistematika sebelum memasuki bahasan ayat, Wahbah az-Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait dengannya secara garis besar. Setiap tema yang diangkat dan dibahas mencakup tiga aspek, yaitu: Pertama, aspek bahasa, yaitu menjelaskan beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan menerangkan segi-segi balaghah dan gramatika bahasanya.
Kedua, tafsir dan bayan,[17] yaitu deskripsi yang komprehensif terhadap ayat-ayat, sehingga mendapatkan kejelasan tentang makna-makna yang terkandung di dalamnya dan keshahihan hadis-hadis yang terkait dengannya. Dalam kolom ini, beliau mempersingkat penjelasannya jika dalam ayat tersebut tidak terdapat masalah, seperti terlihat dalam penafsirannya terhadap surat al-Baqarah ayat 97-98.[18] Namun, jika ada permasalahan diulasnya secara rinci, seperti permasalahan nasakh dalam ayat 106 dari surat al-Baqarah.[19]
Ketiga, fiqh al-hayat wa al-ahkam, yaitu perincian tentang beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari beberapa ayat yang berhubungan dengan realitas kehidupan manusia.[20] Dan ketika terdapat masalah-masalah baru dia berusaha untuk menguraikannya  sesuai dengan hasil ijtihadnya.
Az-Zuhaili sendiri menilai bahwa tafsirnya adalah model tafsir al-Qur’an yang didasarkan pada al-Qur’an sendiri dan hadis-hadis shahih, mengungkapkan asbab an-nuzul dan takhrij al-hadis, menghindari cerita-cerita Isra’iliyat, riwayat yang buruk, dan polemik, serta bersikap moderat.[21]
Dengan melihat fakta data-data di atas, maka Wahbah Zuhaili memenuhi sebagian besar kriteria yang diajukan oleh Khalid Abd ar-Rahman bagi  seorang mufassir, diantara kriterianya adalah sebagai berikut:
  • Muthabaqat tafsir dan mufassir, dengan tidak mengurangi penjelasan makna yang diperlukan , tidak ada tambahan yang tidak sesuai dengan tujuan dan makam serta menjaga dari penimpangan makna dan yang dikehendaki al-Qur’an;
  • Menjaga makna haqiqi dan makna majazi, yang dimaksud makna haqiqi tapi di bawa kedalam makna majazi atau sebaliknya;
  • Muraat ta’lif antara makna dan tujuan yang sesuai dengan pembicaraan dan kedekatan antar kata;
  • Menjaga tanasub antar ayat;
  • Memperhatikan asbab an-nuzul;
  • Memulai dengan bahasa, sharf dan isytiqaq (derivasi) yang berhubungan dengan lafadz disertai dengan pembahasan dengan tarakib;
  • Menghindari idd’a pengulangan al-Qur’an.[22]
g. Contoh penafsiran Wahbah az-Zuahaili dalam Ayat Ahkam tentang Ibadah dan Muamalat

Dalam menafsirkan ayat-ayat Ahkam Wahbah mengambil langkah-langkah, diantaranya:
Ø  Menentukan dilalah nash yang terdapat dalam ayat tersebut.
Ø  Menentukan jenis ayat tersebut, apa mutasyabihat atau muhkamat.
Ø  Memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku dalam isthinbat ayat ahkam.
Ø  Memperhatikan kaidah umum yang berhubungan dengan al-Qur’an.
Ada dua aspek ayat ahkam yang ditafsirkan oleh Wahbah yaitu, yang pertama aspek ibadah, diantara yang dikaji dalam aspek ini adalah permasalahan haid, menghadap kiblat, dan shalat qashr. Wahbah hanya mengemukakan beberapa pendapat yang berhubungan dengan shalat qashr, seperti pendapat ulama Hanafi ulama Syafi`i mengenai hukum shalat qashr. Jika kalangan Hanafi berpendapat bahwa shalat qashr bagi musafir adalah suatu keharusan `azimah berdasarkan hadits Umar, maka kalangan Syafi`i menganggapnya rukhsah atau takhyir berdasarkan Hadits ‘Aisyah,[23] dalam masalah ini Wahbah tidak menentukan pendapat pribadinya dan tidak melakukan tarjih terhadap perbedaan tersebut.
Kedua, aspek muamalat, diantara aspek yang dikaji dalam masalah muamalat adalah kawin lintas agama, adil dalam menetapkan hukum, etika memasuki rumah, dan ayat-ayat tentang gender.
Penulis mengambil sampel penafsiran Wahbah tentang ayat ahkam dengan pertimbangan bahwa beliau adalah seorang fuqaha, adapun sampel yang akan diambil adalah tema “al-Haidh wa Ahkâmuhu” yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 222-223,[24] adapun lengkapnya terdapat dalam lampiran makalah ini.

V. PENUTUP
Tafsir Al-Munir merupakan Tafsir kontemporer, yang disusun oleh seorang ahli Fiqh, dengan gaya bahasa yang mudah dicerna dan difahami serta analisis-analisis yang relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada masa sekarang dan menjawab kegelisahan pengarang tentang keadaan jaman di mana kecenderungan pada gaya hidup hedonisme  masyarakat, semakin menjauhkannya dari al-Qur’an.
Tafsir al-Munir hadir di tengah-tengah kegelisahan dan kehausan umat dalam memahami al-Qur’an dan kandungan-kandungan yang ada  di dalamnya. Wahbah cukup mengakomodir perbedaan pendapat di kalangan fuqaha, beliau nyaris tidak melihat pendapat pribadi terhadap perbedaan pendapat ini tapi dengan menyajikan pendapat dan kemungkinan mengambil semuanya dengan argumentasi masing-masing.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Ak, Khalid Abd Rahman Usul at-Tafsir wa Qawa’iduh, Dimasyq: Daar an-Nafais, 1986
Al-Farmawi, Abd al-Hayy, Muqaddimah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, 1409H/1988
Ayazi, Sayyid Muhammad Ali, Al-Mufassirun Hayatun wa Manhajuhum, Teheran: Wizanah al-Tsiqafah wa al-Insyaq al-Islam, 1993
Az-Zuhaili, Wahbah, Tafsir Munir fi al-Aqidah wa Asy-Syari’ah wa Al-Manhaj , (Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998)
Shalih,Abd Qadir, At-Tafsir wa al-Mufassirun fi ‘Ashr al-Hadis, Beirut : Dar al-Fikr, 2003

[1] Mohd Rumaizuddin Ghazali,  Wahbah Al-Zuhayli : Mufassir dan Ahli Fiqh Terkenal Abad ini, http://www.abim.org diakkses pada tgl 2 April 2008 [2] Sayyid Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manahijuhum, (Teheran: Wizanah al-Tsiqafah wa al-Insyaq al-Islam, th. 1993), cet. I., h. 684-685, lihat juga http://www.abim.org.my/minda_madani/modules/news/index.php?storytopic=5
[3] http://suryaningsih.wordpress.com
[4] http://www.abim.org.
[5] http://www.abim.org.my/minda_madani/modules/news/index.php?storytopic=5
[6] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsîr Al-Munîr Fi Al-‘Aqîdah wa Asy-Syarî’ah wa al-Manhaj, j. I, h. 6.
[7]Seperti penafsiran yang dilakukan oleh mufassir yang yang basic keilmuannya sains dan teknologi semisal Musthafa Mahmud yang merupakan seorang teknokrat, dan Nasr Hamid Abu
Zayd.
[8] Sayyid Muhammad ‘Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum  wa Manahijuhum,  h.685
[9] Sayyid Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum  wa Manahijuhum, h.685
[10]Lihat catatan kaki Wahbah Az-Zuhaili, Tafsîr Al-Munîr Fi Al-‘Aqîdah wa Asy-Syarî’ah wa al-Manhaj, j. I-j. XVI.
[11] Lihat Sayyid Muhammad Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatuhum wa Manahijuhum, h.685.
[12] Lihat Abd al-Hayy al-Farmawi, muqaddimah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, (tt, 1409H/1988M), cet.III, h. 327
[13] lihat Abd Qadir Shalih, At-Tafsir wa al-Mufassirun fi ‘Ashr al-Hadis,(Beirut : Dar al-Fikr, 2003), cet. I, h. 325.
[14] Sayyid Muhammad ‘Ali Ayazi, Al-Mufassirun Hayatun wa Manhajuhum,  h.684.
[15] Dalam menafsirkan adza bagi wanita yang menstruasi dengan mengungkapkan beberapa alasan medis, lihat wahbah, Tafsir Munir
[16] Menurutnya abshar tidak bisa melihat hakekat Allah yang dikaitkan dengan QS. Al-Baqarah 255,dan pendapat  Ibnu Abbas bahwa abshar tidak bisa melihatNya di dunia Tetapi orang yang beriman akan melihatNya di Akhirat dikaitkan dengan QS. Al-Qiyamat 22-23 dan hadist shahihain انكم سترون ربكم يوم القيامة كما ترون القمر  ليلة البدر, lihat Wahbah az-Zuhaili, Tafsir munir, (Dimasyq : Dar al-Fikri, 1998), cet. I,  h.315-316.
[17] Bayan, dapat dilihat di setiap tema penafsirannya, yang dimaksud di sini adalah penjelasan dan penafsiran ayat sesuai dengan argumen beliau dengan dukungan beberapa sumber dari bidang kajian yang berhubungan, seperti kajian fiqh dia akan mengambil pendapat beberapa imam mazhab dan dianalisis sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, di mana ketika ada argument dari imam madzhab yang kurang cocok dengan kondisi zaman sekarang maka beliau memasukan pendapatnya dengan argument yang logis, berbeda dengan bayan yang dimaksud dalam tafsir Bintu Syati’ yang merupakan bayan dalam kajian sastra Arab.
[18] Wahbah mengupas secara singkat dalam menafsiri ayat ini, yang isinya tentang sikap Yahudi terhadap Jibril, para Malaikat dan para Rasul. Lihat penafsiran Wahbah, Tafsir Munir...., h.232-237.
[19] Ayat ini membahas tentang penetapan naskh al-ahkam asy-syar’iyyah, di mana Wahbah menafsiri ayat ini secara rinci dari terjadinya naskh dalam al-Qur’an sampai macam-macam bentuk naskh yang ada dalam al-Qur’an dan hukum syar’i.  Lihat Wahbah, Tafsir munir…, h.257-267.
[20] Wahbah Az-Zuhaili, Tafsîr Al-Munîr Fi Al-‘Aqîdah wa Asy-Syarî’ah wa al-Manhaj, Jilid I, h. 9
[21] Ibid h. 5-6
[22] Khalid Abd Rahman al-Ak, usul at-tafsir wa qawa’iduh, (Dimasyq: dar an-nafais, 1986), Cet II,  h.81-8
[23] Lihat Wahbah, Tafsir Munir, h.234.
[24] Untuk lebih jelasnya bisa dilihat dalam lampiran di bagian akhir makalah ini, dimana ia maenafsirkan ayat ini dengan mengemukakan pendapat ulama-ulama madzhab dan  menganalisisnya dengan bahasa yang sederhana dan mudah difahami, serta mengemukakan pendapatnya yang rasional dengan pendekatan medis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar